Elektron-elektron segera bertenaga, bekerja dan bersinergi ketika tombol power sebuah komputer ditekan. Mereka berlarian dalam grid papan elektronik dan berpindah dari satu terminal ke terminal lain, terminal suplai daya, terminal memori, terminal penyimpan data, dan akhirnya ke terminal logika, tempat sang prosesor bersemayam. Seketika, proses pemeriksaan komponen-komponen perangkat keras diperiksa dengan identifikasi bahasa dunia elektron, selanjutnya komponen lunak bernama sistem operasi yang merupakan manifestasi dari dunia elektron dibangkitkan dengan bahasa pemrograman yang lebih manusiawi. Elektron bekerja sangat indah dan memesona, sangat cepat, dan efisien. Lihat bagaimana mereka bekerja menyampaikan perintah dalam hitungan mikro detik dalam barisan data angka, kata, frase, suara, gambar, video ataupun dokumen virtual reality yang menampilkan data secara real time. Berbagai problema ataupun dilema kompleks matematika teoritis bahkan dengan cepat diselesaikan. Komputasi elektron abad ini merupakan loncatan besar pemikiran manusia, sejak nenek moyang mereka, mesin ENIAC diciptakan puluhan tahun silam.1 Namun tahukah kalian kalau abad kekuasaan elektron-elektron penguasa grid ini suatu saat akan tergantikan?
Kini ilmuwan tengah mencari alternatif pengganti elektron dalam transmisi data. Ada yang mengklaim menggunakan foton lebih baik, menggunakan kinetika panas, fenomena alam atomik seperti mekanika kuantum, ataupun penghuni alam molekuler, nukleotida jauh lebih unggul. Semua metode baru ini digunakan untuk mencari solusi baru dalam dimensi kecepatan dan tenaga pemrosesan data. Sekali lagi benarlah penilaian Al-Qur’an terhadap manusia, bahwa mereka adalah makhluk yang tidak pernah bisa puas. Terobosan unik dan mutakhir akhir-akhir ini adalah penggunaan nukleotida dalam teknologi komputasi yang diklaim sebagai Komputasi DNA. Hal yang menjanjikan bagi dunia sains dan peradaban manusia ke depannya.
Disiplin ilmu yang mensinergikan pekerjaan alam biner dan alam molekuler ini sejatinya sudah ada sejak masa-masa awal pembuatan mesin komputasi dan penemuan struktur ganda DNA. Dunia komputasi lebih awal menyumbangkan hasil pemikirannya, dalam bentuk disiplin ilmu Komputasi Biologi dan Bioinformatika dan cabang-cabang barunya dalam dekade yang baru ini. Namun di lain pihak, fenomena molekuler juga memberikan inspirasi yang memesona, sebut saja teori algoritma kecerdasan buatan yang menggunakan prinsip genetika, yang dikenal sebagai Genetic Algorithm dan salah satu inspirasi besar beberapa tahun terakhir ini yaitu Komputasi DNA.
Komputasi DNA dirumuskan oleh Leonard M. Adleman pada tahun 1994 ketika dia mempublikasikan hasil risetnya.2 Dalam penelitiannya, ia mengklaim dapat menyelesaikan masalah komputasi yang cukup terkenal dalam bidang matematika komputasi yaitu Hamiltonian path problem atau yang lebih dikenal dengan nama TSP (The Traveling Salesman Problem). Solusi problem TSP pada hakikatnya adalah menemukan rute paling cepat di antara beberapa kota yang akan dijelajahi sang salesman, namun untuk setiap kota hanya ada satu perjalanan bagi sang salesman. Semakin banyak variabel “Kota” yang digunakan semakin rumit komputasi yang dilakukan. Adleman menggunakan 7 kota dan berhasil memecahkan problema itu menggunakan konsep komputasi baru yang terilhami dari sosok penghuni alam molekuler, DNA. Dia menggunakan 4 kodon DNA untuk memetakan fungsi sebuah kota dan unik untuk masing-masing kota. Kemudian interaksi masing-masing kota akan dipetakan oleh sebaris sekuen DNA. Selanjutnya proses alamiah interaksi DNA akan bekerja, pembentukan ikatan hidrogen antara basa DNA yang saling komplemen, proses perbanyakan diri melalui rantai PCR, dan pemisahan diri dengan elektroforesis. Hasil akhirnya adalah pemilihan rangkaian DNA yang memetakan seluruh baris sekuen masing-masing kota. Bakat DNA ternyata bisa digunakan dalam menyelesaikan masalah yang sering digeluti oleh elektron di dalam papan grid. Rangkaian proses laboratorium yang kompleks dalam penyelesaian masalah simpel ini mungkin sedikit merepotkan, tetapi bagi dunia komputasi masa depan, ini adalah sebuah revolusi.
Beberapa kemampuan alami yang dimiliki DNA sehingga iya cocok menjadi penerus generasi elektron, antara lain yaitu: memiliki ukuran yang dapat dibedakan menurut data densitas dan ukurannya lebih besar 100.000 kali lipat dibanding densitas teknologi penyimpanan data saat ini (kapasitas DNA sebesar 1jt GB sedangkan magnetik disk 7 GB), merupakan molekul yang memiliki ketahanan yang andal, informasi yang tersimpan di dalamnya dapat bertahan dengan baik selama ribuan tahun. Pada tahun 2008, sekitar 80% sekuen genome hewan yang hidup ribuan tahun lalu berhasil dibaca dari fosil rambutnya.3 DNA juga memiliki mekanisme alami dalam pengecekan adanya error, DNA yang komplementer akan selalu dicek apakah sudah sesuai pasangannya atau belum.
Material DNA sebagai Penyimpan Informasi Digital
Setelah mengemukanya konsep DNA yang secara teoritis dapat menggantikan konsep biner dalam teknologi komputasi dan juga sebagai alternatif tempat penyimpanan data karena kapasitasnya yang luar biasa, akhirnya awal tahun 2017 terbit sebuah artikel penelitian yang dipublikasikan pada Jurnal Science yang berhasil menggunakan material DNA untuk menyimpan sebuah sistem operasi komputer dan juga file film dengan durasi pendek. Yaniv Erlich dan Dina Zielinski, peneliti dari lembaga pusat genetik di New York (NYGC) berhasil mengembangkan algoritma baru untuk memaksimalkan kapasitas penyimpanan data pada molekul DNA.4
Sejalan dengan berkembangnya teknologi, tiap harinya produksi data semakin hari semakin besar dan bertambah. Solusi konvensional penyimpanan data melalui lempeng cakram (hard drives) ataupun pita perekam segera akan digantikan oleh teknologi alamiah yakni molekul DNA.
Pada studi yang dilakukan, peneliti memilih menyimpan 6 file digital pada serangkaian molekul DNA, yaitu: sistem operasi komputer utuh, file film tahun 1895 yang berjudul “Arrival of a train at La Ciotat“, sebuah kartu hadiah Amazon senilai $50, sebuah virus komputer, sebuah plakat Pioneer dan juga hasil penelitian tahun 1984 dari ahli informasi teoritis Claude Shannon. Data-data digital tersebut kemudian dipadatkan menjadi file master atau data utama yang selanjutnya dibagi menjadi beberapa serangkaian pendek data yang berisi kode-kode biner. Paket paket data tersebut kemudian secara acak disimpan dalam serangkain droplet. Pada setiap droplet kode biner 1 dan 0 kemudian dipetakan ke dalam kode basa DNA yaitu A, G, C, dan T. Algoritma kemudian menghilangkan sejumlah kombinasi karakter yang dapat menyebabkan error dan menambahkan sebuah barcode pada setiap droplet untuk memudahkan pengaturan ulang data nantinya.
Total terdapat 72000 untaian DNA, dengan panjang masing-masing 200 basa untuk memuat semua data digital tersebut. Untaian DNA tersebut kemudian dikirim dalam bentuk file teks untuk kemudian disintesis dalam bentuk molekul DNA sesungguhnya. Tim peneliti dari Universitas Columbia dan NYGC juga berhasil membuka potensi penuh penyimpanan data pada DNA dengan menggunakan algoritma yang di konstruksi untuk kebutuhan streaming video pada sebuah telepon selular.
Untuk memulihkan kembali data digital dari molekul DNA, para peneliti tersebut menggunakan teknologi modern pembacaan untaian DNA dan kemudian menggunakan aplikasi khusus untuk mentranslasi kembali kode genetik DNA menjadi kode biner. Alhasil, mereka mendapatkan data digital awal tanpa error sama sekali.
Hasil penelitian ini merupakan satu langkah kemajuan bagi peradaban manusia untuk mewujudkan teknologi baru yang diilhami oleh cara alam bekerja. Kedahsyatan DNA menunggu ribuan tahun pengetahuan manusia agar dapat membuka satu demi satu rahasianya. Cara kerja DNA sebagai pembawa informasi genetik untuk organisme dari generasi ke generasi sudah merupakan sebuah keajaiban tersendiri, namun dengan sinerginya potensi DNA dan teknologi modern makin membuat molekul ini menjadi semakin spesial. Seperti halnya DNA, mekanisme alamiah ataupun komponen-komponen yang terdapat di alam sudah banyak dan akan terus menginspirasi manusia untuk mengembangkannya menjadi teknologi yang lebih bermanfaat lagi bagi seluruh umat manusia. Membaca fenomena-fenomena alamiah ini dengan benar dan sungguh sungguh merupakan salah satu kunci untuk menguak misterinya, yang sebenarnya diciptakan oleh Sang Pencipta untuk sebesar-besarnya kemaslahatan umat manusia itu sendiri. Sungguh indah dan brilian bakat yang diberikannya pada DNA. Maha suci Allah, Tuhan segala ciptaan, pencipta DNA dan kita manusia.
Penulis : Andry Nur Hidayat, M. Sc
Andry Nur Hidayat, M. Sc adalah kandidat PhD di bidang Bioteknologi, Universitas Ankara.
Sumber:
1 John Presper Eckert Jr. dan John W. Mauchly (1964-02-04). “Electronic Numerical Integrator and Computer”, United States Patent Office, US Patent 3,120,606.
2 Leonard M. Adleman (1994-11-11). “Molecular Computation of Solutions to Combinatorial Problems.” Science, 266 (11): 1021–1024.
3 Michael Hofreiter (2008-11-20). “DNA sequencing: Mammoth genomics.” Nature, 456, 330-331.
4 Yaniv Erlich dan Dina Zielinski (2007-03-03). “DNA Fountain enables a robust and efficient storage architecture,” Science, 355: 950–954.
Discussion about this post