Sekolah merupakan tempat bagi anak-anak untuk belajar dan berkembang. Namun sayang, sekolah nampaknya tidak sepenuhnya bebas dari konflik. Praktik kekerasan, perundungan (bullying), dan kasus-kasus pertikaian lain banyak terjadi antar-siswa di sekolah setiap harinya, yang pada akhirnya melibatkan guru, petugas administrasi, serta orangtua untuk campur tangan mengatasinya. Banyak sekolah yang ditutup sementara di masa pandemi berdasarkan arahan pemerintah guna mencegah penyebaran virus corona, sehingga perundungan model lama pun terhenti. Meski begitu, perundungan siber (cyber bullying) masih menjadi problem dan menjadi satu isu yang berkembang di antara generasi muda saat ini.1 Akses gawai dan komputer yang sangat mudah, ditambah lagi pendidikan tentang praktik internet dan media sosial aman masih belum merata, sehingga perundungan di dunia maya tumbuh di tengah remaja dan bahkan pada orang dewasa.
Permasalahan perundungan seringkali menuntut kepala sekolah untuk turun tangan agar konflik di baliknya segera teratasi. Keputusan yang diambil pengurus sekolah dapat berpengaruh pada masa depan siswa, baik fisik maupun mental. Karenanya, jangan sampai ada keputusan keliru atau bias, yang dapat membingungkan tenaga pengajar dan siswa. Meski kini teknologi telah menjadi bagian penting dalam pengajaran dan pembelajaran, tapi tidak semua sekolah memiliki kebijakan yang spesifik dan jelas perihal keamanan internet dan perilaku daring yang dapat diterima oleh guru dan siswa2 . Setelah menerima banyak laporan dan pemberitaan media tentang adanya perundungan di dunia nyata maupun maya, barulah pemerintah daerah maupun sekolah mulai membenahi kebijakan terkait isu ini3.
Perundungan siber menyebar lebih cepat dibanding perundungan biasa, sebab perilaku ini lebih mudah dilakukan.4 Para pelaku termotivasi untuk bertindak lebih kejam ketika dalam keadaan daring dibandingkan saat bertemu langsung, karena risiko kontak fisik lebih kecil. Siswa yang tidak mampu merundung secara fisik bisa dengan mudah menjadi perundung siber untuk melukai perasaan atau merusak reputasi orang lain.5
Perundungan siber merupakan satu jenis serangan terencana yang dilakukan oleh individu atau kelompok dengan karakteristik seperti perundungan biasa.6 Perundungan jenis ini biasa dilakukan dengan mengirimkan pesan-pesan kasar, menyebarkan gunjingan lewat media sosial, membuat situs atau profil palsu untuk mempermalukan orang, atau mengambil foto-foto pribadi di kamar tidur atau kamar mandi lalu mengunggahnya secara daring. Pesan-pesan kasar dan hinaan tersebut bisa tersebar dengan cepat secara daring di lingkaran pertemanan dan kelas, sehingga bisa memengaruhi persepsi lingkungan terhadap korban.7
Amanda Todd adalah seorang remaja asal provinsi British Columbia, Kanada. Dia mulai menggunakan media sosial dan ruang video chat saat duduk di bangku kelas 7 SMP dengan tujuan berkenalan dengan orang-orang baru. Seseorang yang ditemuinya di internet berhasil membujuknya untuk menunjukkan bagian tubuhnya di depan kamera. Ternyata orang itu lalu memanfaatkan foto-foto Amanda untuk memeras dan menyebarkannya ke media sosial. Amanda terpaksa pindah sekolah berkali-kali karena masalah ini, tetapi setiap kali ia pindah, sang pelaku tetap saja bisa menyamar menjadi temannya. Amanda pada akhirnya mengunggah sebuah video berjudul “My Story: Struggling, Bullying, Suicide and Self-harm”. Dia menggunakan flash card sebagai media untuk menceritakan pengalamannya menjadi korban pemerasan dan perundungan. Tepat satu bulan setelah dia mengunggah videonya, yakni pada 10 Oktober 2012, Amanda ditemukan gantung diri.
Kurang dari satu minggu pasca meninggalnya Amanda, para anggota parlemen mengumumkan bahwa mereka akan mulai bergerak untuk menyusun strategi dasar nasional pencegahan tindak perundungan. Kini, cyberbullying atau perundungan siber termasuk tindak pidana dalam Hukum Pidana Kanada. Menyebarkan foto-foto pribadi milik seseorang tanpa persetujuan dari yang bersangkutan adalah tindakan kriminal. Konsekuensi hukum dari perbuatan tersebut bisa bervariasi, salah satunya adalah hukuman maksimal 5 tahun penjara. Seluruh gawai yang digunakan pelaku akan disita, dan pelaku juga akan diminta untuk mengganti kepada korban seluruh biaya yang dibutuhkan untuk menghapus foto-foto yang disebarkan di internet maupun media lainnya.
Dari peristiwa ini, pengurus sekolah beserta jajarannya perlu menciptakan lingkungan belajar yang aman dan kondusif sembari mengembangkan strategi untuk mencegah terjadinya perilaku merusak dan kekerasan di kalangan siswa. Kebijakan yang ada saat ini terkesan terlalu umum serta tidak memberikan tuntunan yang spesifik bagi pengurus sekolah. Sebagian besar kebijakan yang dikembangkan oleh pengurus sekolah terfokus pada informasi umum seperti kode etik siswa dan sanksi yang diberikan seperti skors atau DO (drop out/dikeluarkan). Masih belum ada cukup usaha yang dilakukan demi pengembangan sejumlah kebijakan yang bisa mencegah terjadinya perundungan sedini mungkin. Strategi penyusunan langkah pencegahan dan campur tangan yang komprehensif bagi permasalahan ini adalah kunci bagi kebijakan sekolah yang efektif. Hingga kini, masih belum ada upaya menyeluruh terkait dengan pengajaran keamanan internet dan norma keanggotaan digital kepada peserta didik dan para orangtua.
Orangtua perlu menyadari tentang apa yang sedang terjadi di jejaring sosial. Kini, terdapat kesenjangan yang besar antara generasi masa kini dan orangtua dalam hal pengetahuan dan pemahaman tentang internet dan berbagai sosial media di dalamnya. Sebagian besar orangtua tidak mengerti untuk apa dan bagaimana anak mereka menggunakan gawai dan peralatan elektronik lainnya. Mereka juga tidak merasa berkeinginan untuk memeriksa gawai anak-anaknya. Orangtua perlu memerhatikan aktivitas daring anak dan mengecek situs atau aplikasi apa saja yang digunakan di telepon atau komputer mereka.8
Baik sekali jika orangtua mengikuti pelatihan tentang ‘’Keamanan Internet dan Penggunaan Media Sosial’’, baik luring maupun daring, yang diselenggarakan oleh sekolah, pemda, maupun lembaga masyarakat, setidaknya satu kali saja. Untuk dapat melaksanakan pelatihan tersebut, sekolah perlu memberikan pelatihan kepada orangtua dengan menyampaikan presentasi, video, atau mengundang pembicara-pembicara dan mendorong orangtua untuk menghadiri pertemuan-pertemuan yang terkait dan mengambil kursus daring singkat di sepanjang tahun pembelajaran. Sekolah juga perlu memberikan Sertifikat Kelulusan kepada setiap peserta saat kursus telah usai.
Perhatian berkelanjutan juga perlu diberikan guna memberikan dukungan kepada orangtua. Catatan kehadiran peserta dapat digunakan pihak sekolah sebagai data untuk menindaklanjuti dan mengidentifikasi kasus perundungan pada anak-anak yang orangtuanya menghadiri pelatihan, lalu membandingkannya dengan data murid yang orangtuanya tidak menghadiri pelatihan. Untuk memotivasi orangtua lainnya, komentar dan testimoni para peserta yang hadir di pelatihan dapat diposting di website sekolah, mading, atau surat edaran.
Program penanganan dan pencegahan paling efektif adalah dengan mendidik siswa-siswi kita lewat serangkaian kurikulum tentang Keamanan Berinternet dan Kewargaan Digital (internet safety dan digital citizenship)9. Seorang warga digital (digital citizen) adalah ia yang terpelajar/paham dan up-to-date terhadap penggunaan internet yang baik serta mempraktikkannya. Banyak siswa percaya bahwa hampir mustahil untuk menghindari perundungan siber sepenuhnya dikarenakan kemudahan untuk terus melakukannya, sehingga siswa membutuhkan lebih banyak pengetahuan tentang strategi dan kiat-kiat terbaik yang dapat menjadi perisai bagi mereka.
Program kewargaan digital (digital citizenship) perlu diimplementasikan di semua sekolah dan di semua daerah, serta perlu menjadi pelajaran wajib di setiap tahun atau semesternya, sejak tingkat TK hingga Sekolah Menengah Atas. Mendidik siswa kita sejak dini akan membantu kita menghindari, atau setidaknya, mengurangi permasalahan perundungan siber di masa pertumbuhan mereka. Sebagai bagian dari program ini, dinas terkait sebaiknya mengadakan kompetisi tahunan tentang anti-cyberbullying, diskusi-diskusi, dan panel informatif bagi para siswa. Dinas Pendidikan juga perlu menggandeng satuan-satuan penegak hukum tingkat lokal dan nasional untuk menyelenggarakan berbagai program edukasi, termasuk dengan mengundang para ahli untuk menyampaikan topik tentang isu anti-cyberbullying.
Di sisi lain, sekolah perlu mengirimkan pamflet tentang program-program di atas ke setiap rumah siswa. Pengajar mapel Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi perlu menjelaskan peraturan dan penggunaan teknologi yang baik kepada para guru dan murid. Agar dapat melangkah lebih menyeluruh, setiap guru harus menyertakan peraturan tentang kewargaan digital yang sama dalam silabus miliknya, untuk kemudian ditandatangani oleh orangtua siswa. Perlu adanya langkah menyeluruh agar pengimplementasian program ini berjalan sukses. Karenanya, komunitas dan media massa juga perlu dilibatkan. Dinas Pendidikan perlu menghubungi media lokal dan nasional untuk menyampaikan latar belakang program ini serta efisiensinya10.
Semua langkah yang disebutkan di atas akan membantu kita menghindari cyberbullying di titik tertentu. Pemerintah juga perlu menggunakan pengaruh mereka, sebagaimana yang dilakukan negara Kanada, untuk menekan perundungan siber dan kelakuan buruk daring lainnya. Perusahaan-perusahaan media sosial sudah seharusnya mengembangkan kebijakan serta prosedur yang melindungi atau menghilangkan informasi pribadi dari jejaring sosial pada kasus-kasus perundungan siber atau konten yang diunggah tanpa persetujuan (consent)11.
Perlu diadakan konsensus internasional antar-negara guna melindungi hak-hak daring manusia (online human rights). Hal ini mengharuskan perusahaan-perusahaan jejaring sosial yang ada untuk menciptakan standar universal bagi penggunanya di segala usia, jika dilihat dari sisi cyberbullying yang merupakan isu global. Pemerintah perlu berkolaborasi dengan perusahaan-perusahaan media sosial tersebut guna menyiapkan pamflet dan poster edukasi berkenaan dengan bagaimana pengguna media sosial dapat memodifikasi kebijakan privasi pada akun mereka sendiri, disertai dengan teknik-teknik pencegahan perundungan siber dan daftar aplikasi yang paling populer di kalangan remaja, lalu mengirimkannya ke rumah-rumah dan sekolah-sekolah untuk dipajang di mading dan lorong sekolah.
Salih Aykaç, M.Ed. adalah Chief College dan Career Officer di Harmony Public Schools Texas, Amerika Serikat.
Referensi :
- Raskauskas, J. & Stoltz, A. D. (2007). Involvement in traditional and electronic bullying among adolescents. Developmental Psychology, 43, 564-575.
- Nosworthy, N., & Rinaldi, C. (2012). A Review of School Board Cyberbullying Policies in Alberta. Alberta Journal Of Educational Research, 58(4), 509-525.
- Samara, M., & Smith, P. K. (2008). How Schools Tackle Bullying, and the Use of Whole School Policies: Changes over the Last Decade. Educational Psychology, 28(6), 663 -676.
- Hinduja, S. & Patchin, J. W. (2009). Bullying beyond the schoolyard: Preventing and responding to cyberbullying. Thousand Oaks, CA: Corwin Press.
- Simmons, K. D., & Bynum, Y. P. (2014). Cyberbullying: Six Things Administrators Can Do. Education, 134(4), 452-456.
- Werner, N. E., Bumpus, M. F., & Rock, D. (2010). Involvement in internet aggression during early adolescence. Journal of Youth and Adolescence, 39(6), 607-619. doi:10.1007/s10964-009-9419-7
- Shariff, S. & Churchill, A. H. (2010). Truths and myths about cyberbullying: International perspectives on stakeholder responsibility and children’s safety. New York: Peter Lang.
- Patchin,J.W & Hinduja, S. (2012). Cyberbullying: An update and synthesis of the research.In J.W.Patchin & s. Hinduja (Eds.) Cyberbullying Prevention and response: Expert Perspectives (pp.13-35). New York:Routledge.
- Patchin,J.W & Hinduja, S. (2012). Cyberbullying: An update and synthesis of the research.In J.W.Patchin & s. Hinduja (Eds.) Cyberbullying Prevention and response: Expert Perspectives (pp.13-35). New York:Routledge.
- Simmons, K. D., & Bynum, Y. P. (2014). Cyberbullying: Six Things Administrators Can Do. Education, 134(4), 452-456.
- Representative for Children and Youth (2015). Cyberbullying: Empowering children and youth to be safe online and responsible digital citizenship. https://www.rcybc.ca/sites/default/files/documents/pdf/reports_publications/rcy_cyberbullying-web.pdf
Discussion about this post