Masyarakat muslim secara historis telah memberikan kontribusi besar dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan budaya. Kontribusinya terhadap peradaban umat manusia berada di puncak, khususnya di masa Kekhalifahan Abbasiyah. Periode ini dianggap sebagai masa paling brilian dalam pengembangan literatur, sains, dan seni, terutama pada masa kepemimpinan Khalifah Harun Al-Rasyid (786-809) dan putranya, Khalifah al-Ma’mun (813-833). Pada saat itu Baghdad menjadi pusat intelektual dan budaya dunia. Khalifah Harus Al-Rasyid mendirikan Baitul Hikmah yang berfungsi sebagai perpustakaan dan pusat studi ilmiah. Di sini, banyak karya-karya penting dari berbagai bahasa dunia seperti Yunani dan Persia yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.
Pada periode ini, kita menyaksikan lahirnya ilmuwan dan pemikir besar seperti Imam Abu Hanifah, Ibnu Sina, dan Ibnu Rusyd. Di samping ilmu agama, mereka juga menguasai berbagai disiplin ilmu seperti filsafat, kedokteran, dan matematika. Pencapaian tersebut mencerminkan bahwa tidak ada dikotomi antara ilmu agama dan ilmu umum dalam tradisi Islam pada masa itu. Selain ilmuwan muslim, perkembangan sains pada masa Kekhalifahan Abbasiyah juga didukung oleh sarjana-sarjana non-muslim, baik dari kalangan Yahudi, Kristiani, maupun Persia. Mereka semua bekerja bersama-sama dalam harmoni demi kemajuan intelektual, sains, teknologi, arsitektur, dan kontribusi lainnya yang membentuk sesuatu yang disebut sebagai Islamic Golden Age.1
PR Dunia Islam
Seiring berjalannya waktu, peran kaum muslimin terhadap peradaban umat manusia semakin terkikis. Dari populasi kaum muslimin yang mencapai 1,5 milyar (25% populasi dunia), hingga tahun 2023 baru ada 15 orang muslim2 saja yang berhasil meraih Nobel (hanya 1,4% dari seluruh peraih penghargaan Nobel). Padahal Al-Qur’an dalam surat Ali Imran ayat 110 menyebut bahwa kaum muslimin adalah khaira ummah (umat terbaik), dengan syarat jika mereka selalu berdiri di garda terdepan dalam kebaikan, menolak kemungkaran, dan menyerukan kebenaran. Dalam hadis, Rasulullah ﷺ juga menyatakan bahwa kaum muslimin harus bermanfaat bagi sesama manusia. Beliau ﷺ menyatakan bahwa manusia yang terbaik adalah yang memberikan kontribusi dan kemanfaatan bagi sekelilingnya3. Ruang lingkup kontribusi positif ini termasuk dalam pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kebudayaan yang sejalan dengan prinsip-prinsip Islam, yaitu demi menjaga kemaslahatan umat manusia.
Sayangnya, dunia Islam kini kekurangan tenaga terampil. Kekurangan ini tidak hanya tercermin dari sedikitnya ilmuwan Islam yang berkontribusi di lembaga besar seperti NASA4, tetapi juga kita kekurangan sumber daya manusia, baik secara kuantitas maupun kualitas, yang mampu mengkaji hukum-hukum Islam supaya dapat memenuhi kebutuhan umat manusia di masa kini.5
Tantangan ini membutuhkan upaya lebih untuk mendidik dan menghasilkan sarjana dan ilmuwan yang dinantikan kontribusinya demi kemajuan peradaban global. Sayangnya, pada praktiknya terdapat banyak sekali hambatan. Dalam makalahnya, Eric Chaney menuliskan bahwa kemunduran ini disebabkan kurangnya dukungan kepada penelitian di bidang sains secara drastis. Dukungan hanya diberikan kepada pengembangan lembaga-lembaga pendidikan seperti madrasah yang tidak seimbang. Selain itu, kepentingan politik para pemangku kebijakan juga turut melemahkan dukungan terhadap pengembangan dunia sains dan seni di kalangan masyarakat muslim.6
Kondisi dan dukungan yang tak menentu ini lantas membuat sebagian orang fokus pada tujuan dan idealisme pribadinya. Hal ini bisa menjadi penghalang bagi kaum muslimin untuk menyadari bahwa sejatinya mereka memiliki tanggung jawab sosial yang lebih besar. Jika kaum muslimin hanya berfokus pada tujuan mereka sendiri-sendiri secara individu, mungkin mereka tetap dapat mencapai apa yang mereka cita-citakan secara pribadi. Hanya saja, masyarakat dunia akan mengalami keterbatasan dalam menikmati manfaat sosial dari pencapaian yang berhasil mereka raih.
Faktor kualitas pendidikan dan kondisi ekonomi juga berpengaruh besar dalam pengambilan keputusan seseorang untuk pergi mengejar cita-citanya. Masyarakat perlu mempertimbangkan kebijakan dan gerakan bersama dalam rangka meningkatkan dukungan agar talenta-talenta istimewa yang lahir dari keluarga muslim dapat kembali dan memberikan kontribusi kepada masyarakat melalui konsep kesadaran kolektif7. Tanpa adanya intervensi kebijakan, risiko kehilangan talenta berkualitas bisa menjadi situasi yang tidak terhindarkan.8
Tugas Kita
Demi menghadapi tantangan rumit tersebut, kita perlu menyusun langkah-langkah strategis guna melahirkan para ilmuwan yang memiliki kepribadian luhur sejati. Pertama-tama, kita perlu menyiapkan fondasinya. Dahulu kala, Kesultanan Seljuk Raya membangun Madrasah Nidzamiyah pada masa Wazir Nizam al-Mulk demi mendidik dan melahirkan insan-insan berkualitas. Seiring berjalannya waktu, Madrasah Nidzamiyah berhasil menunaikan tugasnya. Ada banyak sosok-sosok berkualitas yang berhasil dididik dan terlahir sebagai cendekiawan dunia. Salah satu contohnya adalah Ibnu ‘Aqil al-Hanbali.9 Beliau adalah penulis buku berjudul Kitab al-Funun, kitab paling fenomenal dalam sejarah Islam yang berisikan 400 cabang ilmu (termasuk sains dan teknologi) dan terdiri dari 800 jilid, yang setiap jilidnya berisikan 600-700 halaman. Mereka menjadi pionir di bidang ilmu pengetahuan, penelitian, serta membaca dengan tepat perintah takwiniyah dan tasyri’iyah10 selama beberapa abad. Sayangnya, kini kaum muslimin belum berhasil menegakkan kembali tulang punggungnya semenjak bangsa Mongol dan pasukan Salib menyerang. Kita tidak bisa mengatakan bahwa kita sudah memiliki situasi yang kondusif bagi lahirnya insan-insan yang mampu membaca kebutuhan zaman dengan ilmu dan gagasan yang dicapai. Kita memiliki tugas yang sangat besar, baik untuk mencetak generasi ilmuwan yang menguasai bidangnya serta memiliki karya yang bermanfaat bagi peradaban manusia maupun untuk melahirkan generasi yang mampu membaca dengan tepat pesan-pesan alam semesta, yang membangun jembatan penghubung antara Sang Pencipta dengan segenap makhluk-Nya, yang mampu melakukan apa yang perlu dilakukan sesuai kondisi zaman mereka hidup.
Untuk bisa melahirkan insan-insan dengan karakter tersebut, kita memiliki tugas-tugas berikut ini:
Membangkitkan rasa keingintahuan dan senang meneliti dalam diri setiap anak
Menanamkan cita-cita agung nan luhur dalam sanubari setiap anak
Memberikan apresiasi pada setiap capaian yang diraih
Menyiapkan fondasi yang diperlukan bagi lahirnya insan yang berpengetahuan dan bercakrawala luas11
Membaca alam semesta dengan paradigma tepat tidak cukup hanya dengan bergantung pada kecintaan terhadap ilmu dan penelitian semata, tetapi juga harus didorong oleh tujuan yang agung. Penting bagi kita untuk merancang usaha yang mampu mengantarkan kita dan generasi berikutnya pada kecintaan terhadap ilmu, sekaligus mengelola ilmu tersebut sesuai dengan perintah syariah dan takwiniyah. Setelah usaha belajar ini tercapai, apresiasi terhadap pencapaian mereka menjadi hal yang krusial. Keberhasilan dalam mematangkan diri sangat bergantung pada lingkungan yang mendukung pencarian ilmu dan penguasaan keterampilan hidup, motivasi dan arahan yang jelas, serta apresiasi atas keberhasilan, baik dalam bentuk penghargaan diri maupun yang disediakan oleh sistem.
Hadiah terbesar dari proses belajar sebenarnya adalah penguasaan ilmu itu sendiri, karena ilmu akan mengantarkan pada makrifat, menyampaikan makrifat pada mahabah, dan menghantarkan mahabah pada rida Ilahi. Oleh karenanya, kita perlu menyiapkan lingkungan yang mendukung proses belajar, memberi target yang lebih tinggi dari pencapaian saat ini, serta menanamkan idealisme agung untuk terus belajar dan mengenal Sang Pencipta sekaligus memperkenalkan-Nya kepada sesama.
Siapkah Kita Merealisasikannya Menjadi Program dalam Tataran Praktis
Jalan mulia tidaklah terbentang mulus. Di hadapannya akan terhampar banyak rintangan dan hambatan. Ia bisa diwujudkan melalui kesadaran kolektif dan fokus pada tujuan yang telah disepakati. Dalam prosesnya, selain mendidik generasi, kita juga tidak boleh lupa untuk mendidik diri. Ia bisa dicapai dengan me-nol-kan diri, memupuk akar penghambaan kita, serta tidak membiarkan hal duniawi mengaburkan pandangan dari usaha tersebut.
Tugas kita adalah melaksanakan amanah ini dengan tulus. Sisanya adalah anugerah Ilahi. Mari kita tutup tafakur ini dengan merenungi puisi yang digubah oleh Alvarlı Muhammed Lutfi Efendi12 berikut ini:
Jika kau mencinta-Nya
Tidakkah Dia membalas cinta?
Jika kau memburu rida-Nya
Tidakkah Dia memberimu rida?
Jika kau berdiri di pintu-Nya
Merelakan nyawa untuk-Nya
Mengabdi sesuai perintah-Nya
Tidakkah Dia membalasnya?
Jika kau mengalir bagai air
Menangis bagai Nabi Ayyub
Memberangsakan sanubari
Tidakkah Dia memedulikanmu?
Referensi:
- Rusydi, I., Saepudin, D., & Murodi, M. (2023). The Golden Age of Islamic Intellectuals and The Development of Science During The Abbasid Dynasty. Tafkir: Interdisciplinary Journal of Islamic Education, 4(4), 599–609. https://doi.org/10.31538/tijie.v4i4.726
- Berikut ini daftar peraih penghargaan Nobel muslim berdasarkan tahun: (1) Anwar Sadat, Mesir (Perdamaian, 1978), (2) Mohammad Abdus Salam, Pakistan (Fisika, 1979), (3) Naguib Mahfouz, Mesir (Sastra, 1988), (4) Yasser Arafat (Perdamaian, 1994), (5) Ahmed Zewail, Mesir (Kimia, 1999), (6) Shirin Ebadi, Iran (Perdamaian, 2003), (7) Mohamed El Baradei, Mesir (Perdamaian, 2005), (8) Muhammad Yunus, Bangladesh (Perdamaian, 2006), (9) Orhan Pamuk, Turki (Sastra, 2006), (10) Tawakkel Karman, Yaman (Perdamaian, 2011), (11) Malala Yousafzai, Pakistan (Perdamaian, 2014), (12) Aziz Sancar, Turki (Kimia, 2015),(13) Abdulrazak Gumah, Tanzania (Sastra, 2021), (14) Narges Mohammadi, Iran (Perdamaian, 2023), (15) Moungi Bawendi, Tunisia (Kimia, 2023).
- al-Thabarani, Mu’jam al-Awsath.
- NASA disebut sebagai tolok ukur karena besarnya capaian yang mereka raih dalam bidang sains dan teknologi, di antaranya adalah misi pendaratan manusia pertama di bulan melalui Misi Apollo pada tahun 1969, pembangunan dan pengoperasian International Space Station (ISS) yang menjadi laboratorium luar angkasa terbesar dan tercanggih di dunia sejak 1998 hingga sekarang, dan yang terbaru adalah Misi James Webb Space Telescope (JWST) yang diproyeksikan menjadi teleskop luar angkasa paling canggih yang pernah dibuat untuk menggantikan teleskop Hubble dan diharapkan akan membantu umat manusia mengungkap misteri awal alam semesta, evolusi galaksi, bintang, planet, serta mencari tanda-tanda kehidupan di luar tata surya. Lembaga yang mendekati kapasitas NASA adalah ESA (European Space Agency). Meski begitu, jumlah staf (18,000 banding 2,400) dan anggaran (USD 23 miliar banding USD 1 miliar) keduanya sangatlah jauh. Baca di: https://orbitaltoday.com/2022/03/04/esa-vs-nasa-comparing-the-agencies-contribution-to-space-exploration/
- Fethullah Gulen. “Bilgi Toplumu”, fgulen.com, 13 Mei 2006, https://fgulen.com/tr/eserleri/prizma/bilgi-toplumu
- Chaney E. “Religion and The Rise and Fall of Islamic Science”. Working Paper; Mei 2016. Diakses 15 Agustus 2024, https://scholar.harvard.edu/files/chaney/files/paper.pdf.
- Kesadaran kolektif adalah sebuah konsep yang sering disampaikan oleh pemikir dunia, M. Fethullah Gülen. Ia adalah ide yang menekankan pentingnya kolaborasi dan kerjasama dalam mencapai tujuan yang lebih besar dalam konteks spiritual, sosial, dan intelektual. Gülen memandang kesadaran kolektif sebagai cara bagi individu-individu untuk bekerja bersama demi kebaikan bersama, melampaui kepentingan pribadi demi tujuan yang lebih tinggi.
- Inayati, T., Arai, T., & Sarjono, P. U. (2012). Simulation Analysis of Brain Drain Phenomena from Indonesia Using System Dynamics. International Journal of BRIC Business Research (IJBBR), 1(1), 1-14.
- Suprianto, A. 2009. Etika Guru dan Murid dalam Pandangan al-Ghazali(Bachelor’s thesis, Jakarta: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta).
- Perintah takwiniyah adalah perintah Allah ﷻ yang terdapat pada alam semesta. Melalui perintah ini, manusia diminta untuk membaca dengan tepat tanda-tanda kebesaran-Nya di alam semesta; menemukan, mempelajari, dan menjalankan hukum-hukum Allah ﷻ yang terdapat di hamparan luas buku alam semesta. Adapun perintah tasyri’iyah adalah perintah Allah ﷻ yang dituangkan dalam hukum syariah.
- Fethullah Gulen. “Hakikat Aşığı İlim Adamları Yetiştirme”, Diakses 15 Agustus 2024, https://herkul.org/kirik-testi/hakikat-asigi-ilim-adamlari-yetistirme/
- Muhammed Lutfi Efendi, yang juga dikenal dengan Alvarlı Efe, adalah seorang tokoh sufi terkenal dari Turki yang memiliki pengaruh signifikan dalam dunia spiritual dan sosial di wilayah Anatolia, terutama pada awal abad ke-20. Beliau memainkan peran penting dalam membimbing masyarakat setempat selama masa yang penuh gejolak, termasuk selama Perang Dunia I dan Perang Kemerdekaan Turki. Alvarlı Efe dikenal karena dukungannya terhadap perjuangan kemerdekaan Turki dan upaya memperkuat semangat nasionalisme di kalangan masyarakat.
Discussion about this post