Sosok dr. Mulyadi Muchtiar, MARS adalah seorang dokter ulet yang berhasil membawa Rumah Sakit YARSI Jakarta mendapatkan berbagai akreditasi hingga mencapai sertifikat sebagai RS Syariah dari Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dalam waktu singkat. Hal ini menjadikan RS ini menjadi spesial bagi umat Islam dan masyarakat secara keseluruhan. Untuk lebih memahami apa itu konsep RS Syariah dan mengapa keberadaannya sangat penting bagi kita, mari bersama kita simak obrolan singkat redaksi Majalah Mata Air dengan tokoh dokter ramah yang juga merupakan ketua MUKISI (Majelis Upaya Kesehatan Islam Indonesia) ini.
MATA AIR (MA): Terima kasih atas kesempatan yang diberikan pada MATA AIR dapat secara langsung datang dan berbincang tentang konsep Syariah pada RS. Sebelumnya bolehkan kita mengenal sedikit tentang perjalanan karier dokter?
Mulyadi Muchtiar, MARS (MM): Kami ucapkan terima kasih atas kehadirannya di RS YARSI. Saya tamat dokter tahun 1992, dari Padang dan sempat bertugas di RSUD Selong, Lombok Timur. Awalnya saya ingin sekali berdinas di desa terpencil, tapi ternyata ditempatkan di RSUD bukan di puskesmas desa. Akan tetapi kemudian akhirnya saya paham bahwa penugasan di sana merupakan masa orientasi sehingga saya lebih memahami pelayanan masyarakat. Dari yang seharusnya hanya bertugas 6 bulan, ternyata saya betah lebih dari itu karena tantangan bertugas di daerah sebenarnya lebih banyak, apalagi banyak masyarakat yang tidak berkenan jika dirujuk ke ibukota provinsi. Di daerah kita berhadapan dengan kondisi adanya keyakinan masyarakat yang lebih suka dengan pengobatan tradisional. Padahal saat itu kondisinya NTB adalah daerah dengan angka kematian ibu dan bayi terbesar di Indonesia. Kalau kita ingat pada masa Bapak Soeharto ada usaha pemerintah untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak di NTB, kemudian perayaan manusia Indonesia yang ke- 200 juta adalah kelahiran seorang bayi yang diberi nama langsung oleh Presiden, namanya Wisnu Nusantara Adjie, dari desa Kruak, Lombok Timur.
MA: Saat itu apa yang menjadi impresi bapak sebagai dokter muda yang justru senang ditugaskan ke daerah terpencil.
MM: Selama di sana saya merasakan tantangan baru, banyak kasus di Puskesmas akan dirujuk ke RS daerah, sehingga skills dan kompetensi kita bertambah. Yang pasti nawaitu-nya adalah bisa menolong masyarakat secara optimal. NTB adalah daerah yang relatif kering, curah hujannya rendah, dan masyarakatnya punya kebiasaan minum air mentah dari sumur atau yang mereka sebut dengan istilah air hidup. Padahal kadar kapurnya tinggi, sehingga otomatis banyak dijumpai kasus batu di saluran kemih. Karena masyarakat tidak mau dirujuk ke provinsi maka terpaksa kami harus belajar melakukan operasi sectio alta untuk mengeluarkan batu buli-buli. Dalam sehari bisa ada 2-3 kasus, bahkan pernah ada anak usia 3 tahun memiliki batu buli-buli sebesar telur ayam. Banyak juga kasus kelahiran berisiko tinggi karena pasien datang sebagai lanjutan dari penanganan dukun desa yang sudah tidak mampu mengatasi, barulah dibawa ke dokter.
MA: Lalu bagaimana ceritanya setelah dari Padang, bertugas di NTB, dan kemudian bisa ada di RS Yarsi?
MM: RS Yarsi merupakan sebuah proses yang dicanangkan oleh Prof. Dr. Jurnalis pada perayaan 50 tahun Universitas YARSI, tahun 2016. Saat itu saya masih bertugas di RS Premier Bintaro. Maka saat Prof Jurnalis mencari direktur bagi RS ini, beliau berpesan: “Tolong kamu bantu jadikan RS YARSI sebagai RS yang profesional seperti tempat kamu bertugas dahulu.” Pada pesan ini ada makna untuk menjadikan RS ini High Quality Hospital, yang dapat menjadi flagship suatu pelayanan RS Islam Indonesia. Dulu RS Islam selalu dianggap sebagai RS kelas dua. Meski kita mengetahui bahwa kebersihan adalah sebagian dari iman, tapi sayangnya banyak RS Islam yang kemudian tampak kumuh dan tidak terawat. Pada awalnya niat saya hanya membantu Prof. Jurnalis dalam cita-cita mulia ini tanpa saya perlu ada di dalamnya. Baru kemudian sekitar Oktober 2017 saya benar-benar bergabung di sini.
MA: Apakah sejak awal didirikan sudah ditekadkan untuk menjadi RS Syariah?
MM: Tidak ada kata-kata RS Syariah yang disampaikan, karena beliau hanya memberikan visi menjadikan RS ini dengan standar Islam dan Internasional, dengan kualitas terbaik. Tentu saja 3 prinsip ini tidak bisa hanya menjadi slogan tanpa ada suatu pengakuan. Sehingga langkah yang pertama adalah kami menjalankan sertifikasi manajemen mutu ISO 9001 2005, mengimplementasikan definisi dari visi ini. Kami sadar bahwa setidaknya kami butuh pengakuan minimal 3 sertifikasi sebagai pengakuan atas visi tersebut.
MA: Kami dengar bahwa ada akreditasi paripurna dari Komite Akreditasi RS (KARS), apa yang menjadi standar dari akreditasi ini?
MM: RS itu memiliki suatu akreditasi Paripurna jika ia mengimplementasikan sekitar 1400 sekian standar elemen, yakni bagaimana kita mendesain sebuah sistem pelayanan yang dilakukan oleh SDM kompeten dan didukung alat-alat yang mumpuni. Petugas medis itu seperti tentara di medan tempur. Ketika pasien datang dengan kondisi kritik, maka nakes harus didukung dengan alat yang siap dan punya utilisasi maksimal. Jika semua syarat itu terpenuhi, maka KARS akan memberikan akreditasi Paripurna. Selain itu kami juga mendapatkan akreditasi dari Lembaga Akreditasi Mutu dan Keselamatan Pasien RS (LAM KPRS) pada tahun 2022. Lalu akhirnya diraih juga sertifikasi syariah.
MA: Berarti Prof. Jurnalis merupakan salah seorang perintis RS ini?
MM: Ya, menurut saya beliau adalah sosok visioner, kadang idenya membutuhkan dana besar, dan sulit dicapai tapi beliau bisa mewujudkannya. Misalnya jarang sekali ada RS yang memiliki landasan Helikopter (Helipad) di rooftop-nya. Tujuannya adalah memenuhi kebutuhan atas pasien critical illnes yang terjebak kemacetan Jakarta. Ada pula beberapa advance procedure seperti Prediction Medicine misalnya. Ini adalah prosedur pemeriksaan genomik manusia untuk memprediksi penyakit yang mungkin terjadi dan mengetahui pengobatan yang paling tepat hingga efek yang mungkin terjadi berdasarkan DNA seseorang. Kita bisa lebih yakin memilih obat yang tepat dan mengetahui mana obat yang akan sensitif atau responsif pada pasien, karena tidak jarang ada obat yang resisten pada orang tertentu.
MA: Kembali pada konsep syariah tadi apa yang dilakukan YARSI agar RS ini bisa tetap menjadi pilihan bagi masyarakat secara umum, muslim maupun non-muslim.
MM: Yang pertama harus diingat RS tidak boleh membedakan pasien, karena yang ditangani adalah kondisi klinisnya. Tapi tambahannya bagi pasien Muslim, di sini kita menjalankan sebuah fikih Islam yang sesuai. Penerapan standar syariah yang kita lakukan ini justru memberikan sebuah rasa secure bagi semua pasien, tanpa terkecuali. Langkah pertama di sini diwajibkan kita menjaga aurat pasien, bahkan saat pengambilan sampel darah sekalipun tidak boleh membuat pasien tidak nyaman jika semua bagian tubuhnya dibuka. Saat pemasangan alat-alat medis akan disesuaikan dengan gender agar pasien nyaman. Setelah selesai operasi, penanganan pasien harus disesuaikan dengan gender juga, meskipun ini berimplikasi pada penyediaan jumlah ruangan yang harus lebih banyak
MA: Apakah kesensitifan ini sampai pada yang paling detail, misalnya pada pasien setelah melahirkan yang meskipun ditangani dokter perempuan tapi ternyata setelah persalinan ada perawat atau petugas kebersihan laki-laki yang masuk ke ruang persalinan misalnya?
MM: Ya, tentu saja. Di ruang bersalin tidak boleh ada petugas laki-laki. Bahkan kalau seandainya ada pasien yang minta ditangani dokter laki-laki, maka RS akan mewajibkan suami mendampingi persalinan. Selanjutnya pada semua aktivitas di RS semaksimal mungkin kita arahkan agar tidak bertentangan dengan jadwal salat. Kami amat menjaga kebutuhan mendasar pasien untuk salat. Pada pasien non-muslim juga kita bantu agar bisa nyaman menjalankan ibadah agamanya. Tidak jarang ada ayah muslim yang tidak bisa mengazankan anaknya, maka semua staf dilatih untuk memiliki kemampuan ini, sehingga bisa membantu pasien. Sekiranya kemampuan staf tidak cukup, kita memiliki eskalasi dari komite syariah yang bisa mendampingi.
MA: Jadi apakah ini yang disebut sebagai asesmen spiritual yang diberikan RS?
MM: Betul, jadi misalnya pasien yang sudah masuk waktu salat dan kesulitan melaksanakannya, akan diberikan bantuan dan bimbingan dari staf. Kami menyediakan semua perangkat yang akan membantu pasien nyaman berobat sesuai dengan keyakinan agamanya. Ada pakaian melahirkan yang dirancang khusus agar pasien tetap tertutup, begitu pula saat menyusui dan lainnya.
MA: Berarti semua staf nakes harus memiliki standar tertentu agar semua prosedur dapat tercapai sesuai visi?
MM: Ya, bisa dikatakan semua staf di sini harus punya kemampuan spiritual cukup, selain kemampuan medis. Ada bimbingan pada aspek ini. Dan menarik bahwa semua langkah layanan ini tidak akan mengganggu pasien non-muslim bahkan memberikan kenyamanan dan keamanan lebih bagi mereka. Oleh karena semua langkah ini adalah sebuah kebutuhan bagi semua orang, di sinilah konsep Rahmatan Lil’Alamiin yang kita usung.
MA: Dan ini terbukti dengan banyaknya pasien non-muslim bahkan ekspatriat pada masa pandemi kemarin ya Pak?
MM: Kami mendapat apresiasi dan penghargaan khusus dari kedubes dan Parlemen Korea karena banyaknya pasien Korea yang kita tangani dan merasa puas dengan pelayanan di sini saat pandemi. Waktu itu ada sekitar 23 pasien Korea dari 40 orang ekspatriat yang ditangani saat pandemi Covid. Masa itu adalah momen yang membutuhkan strong leadership. Ketika itu kita ditunjuk menjadi RS pusat rujukan DKI hingga puncaknya kami terpaksa membuka 250 tempat tidur dan 50 di IGD, sementara pasien waiting list masih banyak, suasana menjadi cukup tegang ketika kita melihat pasien-pasien yang paru-parunya rigid kaku, sehingga membutuhkan oksigen bertekanan tinggi. Di titik inilah kita menjadi sadar betapa mahalnya oksigen yang kita hirup gratis setiap hari. Saat itu YARSI tidak pernah menutup IGD, hingga ada kebutuhan 400 tabung oksigen per hari. Menyiapkan tatanan sistem regulasi dan SDM tambahan adalah kunci menghadapi hal seperti ini. Kami bahkan mengeskalasi tim untuk meningkatkan kemampuan kompetensi mereka, menjalin komunikasi dokter dan pasien secara intens, mempersiapkan sistem pada pasien yang menghadapi sakaratulmaut menggunakan teknologi agar keluarga tetap bisa men-talqin mereka tanpa mendekati. Pada saat penyelenggaraan jenazah pun kami tetap mengusahakan adanya asesmen spiritual.
MA: Kita ketahui bahwa masih banyak obat-obat tertentu yang mengandung bahan belum halal, tetapi belum ada subtitusinya. Misalnya pada kasus penyumbatan otak atau penyakit berat lainnya. Dalam hal ini apa langkah yang diterapkan oleh sebuah RS syariah?
MM: Itulah salah satu screening yang dilakukan unit Farmasi, di mana mereka harus bisa mengidentifikasi bahan penyusun obat yang halal. Sekiranya ada obat yang belum halal dan belum ada alternatifnya, maka ada sebuah konsep untuk menginformasikan ini pada keluarga pasien, karena hal ini terkait pada live saving. Misalnya ada obat pengencer darah Lovenox yang belum halal maka kami tidak memberikan pilihan ini pada pasien.
MA: Bagaimana aspek sosial komunikasi, di mana penyampaian kondisi pasien pada keluarga terkadang menjadi sesuatu yang sensitif. Adakah perbedaan pada konsep syariah yang memungkinkan hal ini tersampaikan pada pasien dalam bentuk yang lebih manusiawi pada kondisi mereka?
MM: Dasar dari konsep ini adalah maqasid syariah, salah satunya adalah penghargaan pada kehidupan sehingga ini memengaruhi cara kami memberi informasi pada pasien. Kami mencoba menjadikan ini sebagai sebuah upaya yang selalu kita pantau meski tidak semua individu bisa secara total melakukan ini.
MA: Apakah ada hal menarik dari RS ini yang bisa diceritakan?
MM: Secara prinsip semua RS memiliki pelayanan yang sama dari segi pelayanan medis, keperawatan dan farmasi. Akan tetapi untuk membedakannya kita bisa melihat apakah pelayanan kita hanya sekadar follower atau menjadi trend setter yang memang membutuhkan usaha tersendiri. Di sisi medis, kita memiliki pelayanan komprehensif, IGD sebagai basic critical RS harus sangat lengkap. Acute and Trauma Service Centre adalah produk unggulan RS Yarsi, meski kita tidak punya unit pesawat sendiri, ada sistem yang sudah terkoneksi untuk pengadaan helikopter. Jadi pasien tinggal menghubungi RS, lalu kami akan membantu untuk penyediaan helikopter hingga radius 2 jam terbang. Yang cukup fenomenal, RS Yarsi adalah juga official partner BASARNAS bagi fungsi-fungsi evakuasi. RS menerapkan sistem syariah karena ingin memenuhi kebutuhan dasar yang merupakan hak pasien, di mana kita berusaha mengimplementasikan tahapan-tahapan yang diatur oleh fikih syariah. Hal sederhana yang kami lakukan, kita membantu menyiapkan pembinaan seorang suami saat menyertai istri hamil dan melahirkan, secara langsung maupun dengan booklet, bahkan kita punya aplikasi di HP khusus bagi ibu hamil hingga melahirkan dan masa 40 hari sesudahnya lengkap dengan zikir hariannya yang disusun langsung oleh komite dewan syariah yang juga bersertifikasi MUI. Promosi dan iklan yang kita buat sekalipun harus sesuai dengan prinsip ini. Maka ketika ada pasien yang tidak mampu bayar ada sistem pendukung berupa zakat yang bisa digunakan.
MA: Dalam hal ini berarti ada sebuah upaya khusus dari RS pada kesensitifan sosial seperti ini ya?
MM: Ya, selama pasien adalah muzakki maka kita bisa membantu dengan unit zakat ini. Ini memang langkah-langkah kecil yang kita coba lakukan untuk memberikan kebaikan pada orang lain.
MA: Ini yang mengesankan bagi saya, sejak masuk ke RS Yarsi dari staf, satuan pengaman, perawat hingga tingkat direksi menerapkan keramahan dan unsur kebersihan yang tampak jelas di semua sudut RS, apakah benar ada penekanan dalam hal ini?
MM: Memang ini adalah value yang harus kita usung bersama karena bagaimanapun saat kita mengusung kata syariah maka harus bermula dari tingkah laku seseorang. Motto RS adalah Dedication, compassion, innovation, and sharia compliance. Kami masih dalam proses pembelajaran dan terus berusaha untuk bisa memperbaiki diri agar sesuai dengan konsep ini. Saya harus memberikan modal pada semua tim yang ada, mengontrol dengan baik, memberikan contoh agar yang di lapangan bisa melihat langsung. Ada tim khusus yang akan selalu keliling menjaga warna dinding dan menjaganya bersih dari noda setiap hari. Memberikan edukasi terus bahwa menjaga kebersihan dalam pelayan adalah bagian dari ibadah, bukan hanya slogan tapi sebuah tindakan nyata. Pasti semua masih jauh dari kesempurnaan, dan kami berusaha untuk melakukan yang terbaik sesuai kemampuan karena kami sadar konsep syariah itu sudah menjadi kebutuhan mendasar masyarakat kita. Sehingga RS yang melayani dari sejak proses kelahiran hingga kematian, seharusnya harus diisi pula dengan fungsi-fungsi ini. Inilah yang kami coba lakukan, bisa jadi belum dijalankan secara sempurna tapi ada tim yang mengontrol baik dari supervisor maupun komite syariahnnya untuk melihat apakah tim RS sudah menjalankan secara utuh. Ini adalah sebuah proses pembelajaran bagi RS untuk menjalankan konsep ini secara kaffah.
Discussion about this post