Mungkin Anda sekarang tengah memikirkan apakah gerangan hubungan antara dialog di atas dengan judul tulisan ini, yaitu “sindrom metabolik”. Sindrom metabolik atau yang juga dikenal dengan istilah “epidemik obesitas”, merupakan suatu kondisi yang membutuhkan metode-metode pengobatan berupa pencegahan dan perlindungan. Dialog yang terkesan mistis di atas bisa jadi mengingatkan kita pada Sufisme. Sebenarnya, konsumsi yang terus meningkat sejak pertengahan abad ke-20 serta efek berlebihan yang ditimbulkannya memiliki hubungan langsung yang sangat erat dengan sindrom metabolik. Menurut penelitian, ketika seseorang bertambah berat badannya, maka berat badan teman dekatnya juga cenderung untuk ikut bertambah. Dilihat dari sisi ini, apakah kegemukan (obesitas) termasuk penyakit yang menular atau bukan, hal ini masih menjadi perdebatan. Penelitian-penelitian ilmiah menyarankan bahwa porsi makan maksimum tiap harinya ialah 3 porsi (porsi yang disarankan para ahli medis supaya tidak melebihi batas kebutuhan kalori kita ialah 3 porsi makanan utama +2 porsi makanan pendamping). Di zaman Asr Al-Saadah, seorang tabib yang dikirim untuk melayani Baginda Rasulullah ρ sampai meminta izin untuk pulang karena sangat sedikitnya orang yang membutuhkan penanganan medis di sana. Hal ini karena Rasulullah selalu menyarankan untuk “makanlah sebelum kalian lapar dan berhentilah sebelum kalian kenyang” kepada para sahabat jika mereka ingin jarang terjangkit penyakit.
Sindrom metabolik yang belum ditemukan penyebab pastinya, adalah suatu penyakit yang serius yang menyebabkan kadar gula akan menumpuk di bagian yang berhubungan langsung dengan hormon insulin (hormon yang diciptakan untuk menyeimbangkan kadar gula dalam darah) sehingga beresiko tinggi memicu munculnya penyakit gula dan jantung. Jika tiga dari lima faktor berikut terdapat pada tubuh kita, maka hal tersebut dapat mengindikasi adanya obesitas:
- Obesitas abdominal (lingkar pinggang di atas 102 cm untuk laki-laki dan 88 cm untuk wanita),
- Rusaknya toleransi glukosa (kadar gula darah dalam kondisi lapar berkisar antara 110-125 mg/dl),
- Kadar trigliserid darah saat kondisi lapar yang lebih dari 150 mg/dl,
- Tekanan darah yang mencapai lebih dari 130/85 mmHg, dan
- Kadar kolesterol HDL (kolesterol baik) yang berada di bawah 40 mg/dl pada laki-laki dan 50 mg/dl pada wanita.
Tiap tahun, 2.6 juta orang kehilangan nyawanya karena penyakit-penyakit yang berhubungan dengan permasalahan obesitas. Kegemukan yang telah menjelma menjadi penyakit yang serius, juga terus meningkat jumlahnya di negara kita. Selain berhubungan erat dengan penyakit gula, tekanan darah tinggi, penyakit-penyakit jantung dan otak, pembengkakan hati, dan penyakit gagal ginjal, sindrom metabolik juga dapat menjadi pemicu resiko kanker. Rumus menghitung indeks massa tubuh, dapat memberikan gambaran apakah tubuh kita termasuk gemuk, kelebihan berat badan atau tidak. Berdasarkan rumus tersebut, jika hasil bagi berat badan (kg) dengan kuadrat dari tinggi badan (meter) di atas tiga puluh, maka bisa dikatakan bahwa kita kelebihan berat badan. Kita dapat terlindung dari bertambahnya massa lemak dalam tubuh kita yang berujung pada permasalahan obesitas atau jika kita ingin membuang kelebihan lemak dari tubuh untuk mencapai berat badan ideal, kita dapat melakukan olahraga-olahraga ringan tetapi rutin seperti jalan kaki, atau dengan cara mengurangi asupan energi melalui diet, dan lain sebagainya.
Rasulullah yang telah memperingatkan kita akan bahaya penyakit ini, dalam sebuah hadisnya Beliau bersabda, “Yang paling aku takutkan pada umatku kelak adalah perut buncit, banyak tidur, malas, dan kurangnya keyakinan (iman).” Seseorang yang banyak makan kemudian jadi gemuk, wajar saja jika disebut “orang gemuk”. Kecil sekali kemungkinannya bagi orang-orang yang demikian untuk dapat mengurangi tidurnya dan menjauhkan diri dari rasa malas. Ciri-ciri pertama yang Rasulullah khawatirkan akan dunia dan akhirat umatnya yaitu perut buncit (obesitas abdominal), adalah ciri utama dari sindrom metabolik. Orang yang tidak memiliki kedisiplinan dalam hal makan dan minum, yang melahap apapun makanan yang ada di hadapannya, akan sangat sulit baginya untuk dapat mengurangi tidur dan terbebas dari belenggu kemalasan.
Meskipun tak bisa dipungkiri adanya faktor perubahan hormonal yang terjadi seiring dengan bertambahnya usia juga turut meningkatkan resiko sindrom metabolik, akan tetapi berdasarkan hasil penelitian, konsumsi lemak kita melalui makanan akan disimpan dalam bentuk molekul trigliserid oleh sel-sel lemak. Pundi-pundi lemak inilah yang kemudian bekerja seperti kelenjar dan mensekresi banyak hormon. Di antara hormon-hormon tersebut, terdapat leptin yaitu hormon yang berpengaruh terhadap nafsu makan dan penggunaan energi atau kalori, dan juga hormon-hormon lainnya seperti adiponektin, resistin, dan beberapa hormon sitokinin. Selain itu, mengkonsumsi makanan yang mengandung minyak trans seperti pada hamburger dan aneka ‘fast food’ lainnya yang telah mengakar di kalangan masyarakat Barat serta minuman seperti kola dan soda berkaitan erat dengan obesitas. Sayangnya, gaya hidup yang demikian juga kian merambah di negeri kita. Gaya hidup dalam mengkonsumsi makanan secara berlebihan ini selain mendorong pada pemborosan, juga dapat berujung pada kasus obesitas pada remaja dan anak-anak. Perlu bagi orang-orang yang sudah berusia lebih dari empat puluh tahun untuk memeriksakan diri mereka terkait ada-tidaknya risiko sindrom metabolik dalam tubuhnya, khususnya bagi mereka yang memiliki riwayat penyakit gula dan jantung di keluarganya serta mereka yang indeks massa tubuhnya mencapai 25-30,
Pada dasarnya kegemukan yang menjadi permasalahan bagi kebanyakan orang saat ini disebabkan karena adanya konsumsi makanan yang tidak sehat dan kebiasaan makan tanpa takaran. Coba kita lihat persediaan makanan di lemari makan, kulkas ataupun di meja makan rumah kita. Dari sana dapat kita lihat bahwa sebenarnya banyak sekali persediaan makanan kita dan amat beraneka ragam, sanggup untuk memenuhi perut hingga ke mulut kita, dan tiap kali makan pun setidaknya ada empat sampai lima jenis makanan tersedia. Belum lagi dalam kondisi sudah kenyang pun terkadang kita masih “dipaksa” untuk menghabiskan sisa makanan di piring, yang pada akhirnya nanti akan menambah persediaan lemak dalam tubuh kita. Padahal kita semua tahu, bahwa di zaman Para Sahabat, sampai-sampai ada Sahabat yang harus menyendokkan sendok kosong ke dalam mulutnya di bawah cahaya lampu temaram suci Beliau meski dalam keadaan lapar hanya demi menjamu setiap tamu yang menyambangi rumah Beliau. Kita pun tahu bahwa Rasulullah kerap kali meniatkan puasa hanya dengan sebuah kurma. Daripada berlebihan, lebih baik jika kita berlomba-lomba melakukan kebaikan yaitu dengan menginfakkan (memberikan harta di jalan Ilahi demi menggapai ridha-Nya) kelebihan-kelebihan kita tersebut dan dengan menjamu tamu seperti yang sudah menjadi budaya bangsa kita. Seperti halnya yang dilakukan oleh Kececi Hayrettin Efendi, seorang dermawan yang ketika ia ingin memakan sesuatu, ia mengatakan pada dirinya sendiri, “Sepertinya Sudah Kumakan,” sehingga setelah bertahun-tahun mengumpulkan keping-keping uang hasilnya berhemat dari makanan yang seolah-olah sudah dimakannya tersebut, ia mampu membangun sebuah masjid di distrik Fatih, Istanbul pada abad ke-18. Masjid itu bernama “Sanki Yedim” atau dalam bahasa Indonesia berarti “Sepertinya Sudah Kumakan”.
Allah Yang Maha Agung yang telah menciptakan manusia sebagai ahsani takwim, dalam kitab-Nya berfirman, “makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan” (Q.S. Al A’raf: 31) sebagai peringatan bagi kita, hamba-hamba-Nya, untuk hidup sehat dan tidak berlebih-lebihan dan menjauhkan serta melindungi diri dari bahaya kegemukan sebagaimana yang dikhawatirkan Rasulullah akan apa yang akan terjadi pada umatnya kelak.
Discussion about this post