Kedamaian dan ketenteraman telah menjadi bahan perbincangan pada hampir di setiap majelis namun tak juga mampu diraih. Di dunia yang sesungguhnya merupakan lumbung masalah ini, kekacauan seringkali dikeluhkan dan didendangkan pada lagu-lagu pembawa pesan damai. Sayangnya, muncul beraneka kekacauan baru di tiap masa yang membuat kita selalu mendambakan ketenteraman di masa lampau dan mengira bahwa ketenteraman hanyalah khayalan belaka.
Sepanjang sejarah hingga hari ini, ketenteraman dan kekacauan berputar bagaikan siklus siang dan malam, bergantian menghiasi wajah ‘tegang’ sejarah kita seolah tak bisa melampaui garis kesaling-bergantungan itu untuk menuju titik terang nan pasti. Dunia ini memang bukanlah tempat ketenteraman maupun kekacauan yang sesungguhnya, melainkan hanya sebuah titipan-Nya. Hanya mereka yang bisa memanfaatkan anugerah yang diberikan kepada mereka sejak pertama dahulu, menyalakan lentera kemampuan mereka dan yang menggunakan hak berkehendaknya dengan semestinya sajalah yang dapat mencapai cahaya dan ketenteraman itu. Cahaya dan ketenteraman dalam kalbu dan hatinya. Sementara mereka yang bahkan belum mengerti akan hakikat penciptaan dirinya, tenggelam dalam kebiasaan buruk, dan lemah yang tertawan pada hasrat-hasrat rendah mereka, maka orang-orang seperti ini hanya akan terjerumus ke dalam kegelapan, gelap yang pekat dan kekacauan.
Mereka yang beriman, yang meniti jalan kebenaran, maka mutlak takkan ada kata kekacauan bagi mereka. Baginya di balik ketidaknyamanan dan kecemasan tersembunyi kabar gembira akan harapan dan keamanan, lalu segala permasalahan hanya akan mereka hadapi dengan senyum.
Iman dan harapan adalah syarat utama dari ketenteraman. Sebagaimana mustahil bagi orang yang berharap untuk bisa merasakan ketenteraman tanpa mampu menggapai tingkat keagungan nurani dan membangun surganya sendiri di dalam hati nuraninya, maka mustahil pula jika kekacauan akan menyambangi orang-orang yang mampu membangun surganya sendiri melalui pengharapan akan datangnya kebahagiaan di masa depan.
Seperti perumpamaan ini, seluruh usaha kita sebagai satu kesatuan kebangsaan seharusnya ditujukan untuk membawa masyarakat kita menjadi masyarakat yang penuh dengan ketenteraman. Sebuah masyarakat yang menjauhkan diri dari perasaan-perasaan rendah dan buruk, masyarakat yang hanya berjalan menuju alam keagungan. Masyarakat yang tenteram dengan individu-individunya yang berhati nurani tenang, dengan keluarga-keluarga yang mengukirkan senyuman penuh keamanan dan kebahagiaan, dengan rakyatnya yang menjanjikan kedamaian dan ketenangan.
Itulah ketenteraman, pada awalnya ia tumbuh pada diri tiap-tiap individu, lalu merambah ke kumpulan kecil dalam bentuk keluarga dan pada akhirnya berkembang menjadi suatu bentuk keteraturan yang menyentuh sendi-sendi masyarakat. Oleh karenanya tiap kali kita berpikir akan datangnya kebaikan dan keindahan, juga pengharapan dan keamanan, maka kita tak boleh lupa dan wajib memulainya dari tingkat individu. Seperti halnya yang membentuk keluarga adalah individu maka individu pulalah yang akan menjadi bagian dan kekuatan suatu masyarakat. Tidak ada kebaikan, tidak juga keberkahan, pengharapan, maupun kebahagiaan yang dapat diwujudkan oleh sebuah masyarakat yang terbentuk dari individu-individu berlumur dosa. Semua kebaikan dan kebahagiaan, keamanan dan ketenteraman akan membentuk sinaran terang di sekeliling individu-individu yang telah mampu mengendalikan ego dan pribadi mereka dan telah mencapai kedalaman hati serta pikirannya. Dengan demikian, individu yang mampu menjadi bagian tangguh dalam suatu masyarakat, maka ia pun akan menjadi anggota keluarga yang baik dan memiliki identitas sebagai warga negara yang sempurna.
Rumah tangga yang dibangun oleh keluarga yang terbentuk dari individu-individu yang berwibawa dan berjiwa luhur semacam itu mengingatkan kita pada sudut-sudut surga. Di rumah-rumah ini menjadi ayah ibu dan anak seakan-akan tak dimulai dari sebuah kelahiran, kebahagiaan tidak akan pernah berakhir dengan sebuah kematian. Terlebih lagi, untuk setiap pertunjukan kebahagiaan yang tiada habisnya itu, Allah selalu menyiapkan panggung baru yang dibalut dengan cahaya, dihias dengan warna-warna yang hangat dan ceria, lengkap dengan tabuh suara gendang. Layaknya waktu yang tak mampu mengikis bangunan yang kuat itu, waktupun tak akan mampu memudarkan rasa kasih dan hormat yang saling terikat erat satu sama lain. Bangunan itu akan senantiasa kekal abadi. Bangunan yang tangguh dan kokoh abadi ini juga merupakan bagian mendasar dari sebuah bangsa yang menjanjikan masa depan. Sebuah bangsa akan menunjukkan dan mengukuhkan eksistensinya dengan keutamaan dan kebersihan rohaniahnya. Ketika sebuah bangsa kehilangan kaidah ini maka sama saja dengan kehilangan vitalitasnya. Sebuah bangsa yang tidak berada dalam naungan keluarga sama halnya dengan kehilangan identitasnya sebagai bangsa. Adanya rasa cinta kasih, rasa hormat, saling sokong dan bantu pada suatu bangsa secara keseluruhan merupakan pantulan dari keluarga-keluarga yang menyusunnya. Bangsa seperti inilah yang akan menjadi saksi sekaligus contoh bagi ketenteraman dan keteraturan dunia serta bagi keseimbangan hubungan antarbangsa. Bangsa seperti inilah yang nantinya akan mampu menghadapi segala tantangan dunia dimana semua kejadian dan materi tunduk padanya.
Keharmonisan antara batu-batu konstruksi suatu masyarakat, rasa kesatuan dalam tata krama, dan sifat altruisme yang membuatnya lebih mengutamakan orang lain dalam kalbu individu-individunya mengikat erat setiap bagian dari masyarakat itu. Begitu erat hingga luka pada satu selnya saja dapat menimbulkan rintihan perih di seluruh bagian tubuh, pun ketika satu bagiannya mendapatkan kenikmatan maka bagian lainnya dalam satu tubuh itupun ikut mengecap nikmatnya.
Pada masyarakat yang demikian, rakyatnya menjunjung tinggi negara dan segenap aparaturnya. Negara dan aparaturnya juga memberikan pelayanan kepada rakyatnya dengan sepenuh hati dan bangga menjadi pelayan kehormatan bagi rakyatnya. Bagai penggembala yang murah hatinya, seorang ayah yang penuh kasih sayang, kebahagiaan dan kesenangan mereka akan mereka temukan di tempat dimana si penggembala menggembalakan ternaknya dan sang ayah menuntun anak-anaknya. Pada masyarakat yang demikian pula seorang majikan akan berada di sisi pekerjanya. Baik dalam hal makanan, pakaian, maupun kebutuhan-kebutuhan dasarnya yang lain. Layaknya antar anggota dalam keluarga yang akan membagikan apa yang ia makan, memakaikan apa yang ia kenakan, dan tidak akan membebani anggota lainnya dengan pekerjaan yang di luar batas kemampuannya. Pekerjanya juga setia pada pekerjaan dan majikan; menjauhkan diri dari harta dan kebencian terhadap majikannya, senantiasa mendedikasikan dirinya hanya untuk bekerja dan berusaha. Karena ketika ia mengerjakan pekerjaannya dengan sebaik-baiknya, membanting tulang sepenuh hati hingga tenggelam dalam peluh keringat, maka ia tahu bahwa penghuni langit tengah bertepuk tangan menyemangatinya dan memujinya dan bahwa ia akan dipuji dan diapresiasi di sisi Sang Pencipta. Oleh karenanya, ia akan melakukan pekerjaannya dengan penuh suka cita dan keikhlasan.
Dalam masyarakat yang demikian sekolah-sekolah dengan seluruh lembaganya pendidikan menanamkan dan memperluas rasa kebajikan, bersama semua elemennya menumbuhkan perasaan tahu diri, semangat mendidik, membuka pintu-pintu kasih dan kemurahan hati, mengajarkan pada generasinya mencintai dan mengasihi manusia dengan merangkul seluruh umat manusia. Melindungi diri dari segala keburukan dan segala sesuatu yang mencoreng nama kemanusiaan, dari hasrat-hasrat rendah, dan dari keinginan-keinginan yang tidak berhati nurani terutama dalam membesarkan generasi yang menghargai konsep-konsep kesucian.
Dan akhirnya, pada masyarakat yang demikianlah pengadilan akan menjatuhkan hukum dengan menjunjung filsafat keadilan. Pengadilan akan membidik, mengincar orang-orang dzalim, dan para perusak. Pengadilan menjadi pengayom bagi orang-orang yang tak berdosa dan teraniaya. Kita semua sebagai sebuah generasi tengah tak henti-hentinya mencari tahu tentang masyarakat ideal yang kehadirannya telah dinanti-nanti sejak berabad-abad lalu itu dan kita berada dalam pencarian akan segala macam jalan yang kita pikir mungkin bisa mewujudkan tatanan masyarakat seperti itu. Siapa yang tahu, berapa lama lagi kita akan bergelut di jalan ini.
Discussion about this post