Mengapa batasan magrib menjadi acuan hari dalam Islam? Meski tidak ada dalil dalam Al-Qur’an yang secara tegas menyebut magrib sebagai batas awal hari dalam Islam, tetapi hadis Rasulullah tentang rukyat1 awal dan akhir Ramadan dapat menjadi dasar bahwa suatu hari baru dimulai sejak waktu magrib. Hadis tersebut memerintahkan, “Berpuasalah bila melihatnya (hilal)2 dan berbuka (ber-Idul fitri) bila melihatnya”[1]. Dalam Al-Qur’an Allah Azza Wajalla berfirman: Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit (hilal). Katakanlah: “Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadah) haji…” (Al-Baqarah: 189)
Rukyat hilal yang dapat meyakinkan telah masuknya bulan baru adalah rukyat pasca waktu magrib. Ketika telah terlihat hilal, maka saat itulah awal bulan berlaku. Jika hal tersebut adalah pada awal Ramadan, maka malam itu salat tarawih akan ditegakkan dan amalan Ramadan dimulai. Lalu puasa dimulai sejak waktu subuh hingga menjelang waktu magrib. Kalau saat itu adalah awal bulan Syawal, maka salat tarawih tidak akan lagi dilakukan dan berganti dengan gema takbir menyambut Hari Raya Idul Fitri. Jadi, tanggal awal sebuah bulan bermula adalah saat magrib, hari pun bermula di waktu magrib. Sehingga dalam konsep Islam, Kamis malam adalah malam Jumat, karena hari dimulai saat magrib. Inilah awal mula dari pemahaman sebuah ungkapan penunjuk hari yang sudah lazim dan memasyarakat di Indonesia tersebut…….
Discussion about this post