Lebah tidak hanya menghasilkan madu saja, namun ada pula produk lainnya yang dihasilkannya, seperti lilin lebah, polen, racun lebah (venom), royal jelly, dan propolis. Seperti madu, beberapa jenis produk lebah ini telah digunakan sebagai terapi yang disebut ‘apiterapi’1 untuk aplikasi medis. Produk-produk ini digunakan untuk mengobati alergi, penyakit neurologis, kanker, pilek, batuk, kolesterol tinggi, diabetes, atau luka bakar. Beberapa produk ini bahkan juga digunakan untuk meningkatkan performa para atlet.
Bukan hanya pengobatan modern yang memanfaatkan lebah dan produknya untuk penyembuhan. Tablet tanah liat yang telah dikenal sejak 2000-2100 SM mendeskripsikan tentang sifat penyembuhan racun lebah. Pada tahun 1935, Forapin, yang diisolasi dari racun lebah, diperkenalkan pada masyarakat dan hingga kini masih tetap digunakan. Racun lebah dikumpulkan dengan menempatkan sebuah panel kecil yang terlihat seperti alat pemanggang di depan sarang lebah. Panel ini terdiri dari kawat logam yang dialiri arus listrik tegangan rendah. Jalan untuk masuk ke sarang lebah tersebut adalah melalui kawat-kawat ini. Lebah yang masuk atau keluar dari sarangnya akan terkena sengatan listrik ringan, sehingga ia akan menyengat panel sebagai bentuk pertahanan diri. Saat hal itu terjadi, maka racun lebah akan mengalir ke plat kaca yang diletakkan di bawah panel. Racun lebah lalu dikumpulkan dan diubah menjadi bentuk bubuk tanpa melukai lebah-lebah itu.
Komposisi Kimia dan Efek Racun Lebah (Venom)
Racun lebah (Venom) adalah cairan tidak berwarna, tak berbau, jernih, dan larut dalam air, serta tahan terhadap suhu panas dan dingin. Pada suhu normal, racun ini akan mengering dalam 20 menit dan kehilangan 65-70% dari berat awalnya. Ia akan berubah warna menjadi cokelat kekuningan setelah mengering. Diperlukan 10.000 sengat lebah untuk menghasilkan satu gram venom atau racun lebah ini.
Terdapat 18 molekul bioaktif berbeda dalam komposisi racun lebah. Beberapa di antaranya adalah: Melittin, adolapin, apamin, degranulasi sel mast, histamin, fosfolipase A, peptida, dopamin, dan hyaluronidase. Molekul-molekul ini menunjukkan karakteristik asam amino, protein, lemak, gula, dan enzim. Protein melittin dan adolapin merupakan anti-inflamasi; apamin meningkatkan transmisi saraf; sementara degranulasi sel mast dilengkapi dengan karakteristik untuk membantu mengurangi alergi. Melittin, yang terdiri dari 26 asam amino, adalah molekul toksin utama dari racun lebah. Melittin memicu sintesis hormon kortisol yang menekan peradangan dan meningkatkan resistensi dinding sel. Melittin juga memicu sel sistem kekebalan tubuh yang mencegah pembentukan zat radikal bebas, yang biasanya merusak sel dan jaringan. Selain sebagai antipiretik (penurun demam), adolapin juga merupakan pereda nyeri dan berperan dalam pencegahan siklooksigenase yang menjadi penyebab infeksi. Apaminin, yang terdiri dari 10 peptida, dianggap berperan dalam penyembuhan sistem saraf yang rusak.
Konsentrasi protein degranulasi sel mast yang rendah akan menyebabkan sintesis histamin, yang memicu reaksi alergi. Sebaliknya, jika konsentrasinya tinggi, maka akan berperan dalam mencegah reaksi ini. Meskipun molekul-molekul ini disebut racun, namun memiliki karakteristik penyembuhan yang luar biasa.
Pengobatan dengan Racun Lebah
Fakta bahwa pengobatan reumatik tidak sepenuhnya ampuh telah meyakinkan pasien dan ahli penyembuh untuk melirik teknik pengobatan komplementer ini. Venom atau racun lebah telah diakui di Cina, Amerika, dan Eropa sebagai teknik penyembuhan komplementer. Pusat-pusat pengobatan apiterapi bermunculan semakin banyak di negara-negara tersebut, dan metode terbaik untuk menerapkan apiterapi adalah dengan menggunakan racun lebah atau bee venom.
Racun lebah disuntikkan melalui sengatan lebah ke dalam atau di bawah kulit, meskipun krim atau kapsul racun lebah juga telah ada. Suntikan ini memiliki fungsi yang mirip seperti sengatan atau akupuntur. Akupuntur sendiri mencegah rasa sakit dengan menghalangi jalur otak dan tulang belakang (reseptor adrenergik opioid dan alfa 2) yang menyebabkan rasa sakit. Demikian pula sengatan lebah, ia merangsang sekresi endorfin, yang merupakan molekul penghilang rasa sakit. Karena itulah, dalam pengobatan Cina, lebih umum digunakan racun lebah melalui teknik akupunktur. Dalam beberapa kasus, api-akupunktur dilakukan dengan menggabungkan kedua pengobatan ini.
Pengobatan dimulai dengan menyuntikkan sejumlah kecil racun lebah di bawah kulit untuk melihat apakah pasien akan merespon melalui reaksi alergi. Jika tidak ada reaksi alergi, pengobatan dilanjutkan dengan satu – dua sengatan lebah atau suntikan. Pengobatan ini dilakukan tiga kali seminggu, dengan meningkatkan jumlah sengatan lebah dan suntikan setiap kalinya. Selama pengobatan berlangsung dapat terjadi reaksi alergi pada pasien yang bisa mengakibatkan rasa nyeri, bengkak, gatal, kemerahan, atau (walau sangat jarang) kematian. Oleh karena itu, pengobatan dengan racun lebah hanya boleh dilakukan oleh mereka yang ahli dan tidak boleh dilakukan oleh yang belum berpengalaman.
Seperti halnya keluhan reumatik, venom lebah juga digunakan untuk pengobatan radang sendi (rheumatoid arthritis), kalsifikasi sendi (osteoarthritis), melemahnya tulang setelah klimakterik, reumatik otot (fibromyalgia), dan nyeri kronis. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh 80 pasien reumatik artikular yang mengalami peradangan, 40 pasien diobati dengan racun lebah sebanyak dua kali seminggu selama dua bulan dan pasien lainnya disuntik dengan serum fisiologis. Kelompok pertama menunjukkan perbaikan signifikan pada persendian yang sensitif, peradangan, kekakuan di pagi hari, berikut rasa nyeri yang dialaminya.
Dalam studi serupa, pasien dengan reumatik sendi yang mengalami peradangan disuntikkan dengan racun lebah tiga kali seminggu selama tiga bulan, dan ada penurunan yang signifikan pada keluhan pasien. Penelitian-penelitian ini membuktikan bahwa racun lebah dapat digunakan untuk pengobatan peradangan pada reumatik sendi.
Kualitas penyembuhan dengan lebah telah lama diketahui. Maka, jika kita merenungkan karunia ini, sulit untuk tidak mengagumi betapa bijak kreasi yang ada padanya.
Penulis adalah ahli di bidang Biologi Molekuler dan Genetika di Universitas Uludag Bursa
Keterangan:
- Apiterapi atau apitheraphy merupakan akronim dari kata apis = lebah dan therapy = pengobatan
Ditulis oleh : Ar. Gor. Dr. Mehmet Kara
Diterbitkan pada Majalah Mata Air Vol. 6 No. 23
Discussion about this post