
Menjaga keseimbangan dan keteraturan alam merupakan satu di antara sekian ‘’tujuan universal’’ (al-maqashid al-kulliyah) yang harus dijaga dan diperhatikan oleh manusia, sebagaimana yang ditunjukkan dalam ajaran Islam. Pada pemahaman yang lebih luas, ia mencakup segala sesuatu yang ditundukkan Allah bagi makhluk-Nya, seperti laut, bumi, gunung, barang tambang, dan juga alam sekitar. Kenyataan pahit yang terjadi akhir-akhir ini merupakan akibat dari ulah manusia yang berinteraksi dengan alam pada cara yang tidak dibenarkan. Terjadinya pencemaran lingkungan, maraknya kelaparan, serta kelangkaan berbagai benda di Bumi ini (yang merupakan anugerah Ilahi) menggambarkan ketidakmampuan manusia dalam memahami tujuan penciptaan Sang Pencipta yang Mahabijaksana. Sebagaimana dijelaskan secara umum oleh ajaran agama-agama samawi, terkhusus Islam, agar kita menjaga agama, jiwa, akal, harta, dan keturunan kita; dimana hal ini juga menyiratkan pada penjagaan terhadap alam semesta ini. Poin terakhir yakni penjagaan alam semesta, mengindikasikan adanya dua tujuan utama dari penciptaan manusia sebagai khalifah di muka Bumi (istikhlaf), yakni pemanfaatan berbagai kebaikan yang bersifat materi, seperti pembentukan dasar kehidupan manusia, serta pembangunan perabadan dari sisi tata kelola tempat tinggal dan kehidupan sehari-harinya.
Pesan Sang Pencipta yang tersimpan di dalam Al-Qur’an, alam semesta, dan diri manusia itu sendiri bertujuan demi tercapainya kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat. Dengan ketiga unsur itulah akan terwujud nilai-nilai penciptaan manusia sebagai khalifah di Bumi. Dari sisi lain, lingkungan dengan makna luasnya seakan tak tampak memiliki hubungan langsung dengan individu manusia, yakni dari segi pendapatan materi, tempat mereka tinggal, maupun kemewahan hidupnya. Akan tetapi, pencemaran lingkungan adalah unsur yang dapat berdampak buruk dan membahayakan kehidupan manusia, tanpa terkecuali. Bahkan dapat dipastikan bahwa berbagai penyakit yang mewabah tiada lain adalah akibat dari keteledoran manusia terhadap lingkungan maupun perusakan salah satu unsurnya. Pada realitanya, lingkungan merupakan satu faktor penting dalam kehidupan manusia. Ruang gerak manusia dilingkupi oleh tiga sistem yang tidak mungkin terlepas darinya, karena sistem itu sepenuhnya memegang kendali atas kehidupan manusia, disertai berbagai subsistem yang mengatur cabang-cabang dari sistem utama tersebut. Adapun tiga sistem utama itu adalah sistem biologi, sistem teknik, dan sistem sosial.
Pada saat manusia mulai tersadar dengan lingkungan alam sekitarnya, maka ia akan mendapati hubungan timbal balik antara dirinya dengan lingkungannya. Ia akan memosisikan dirinya di luar lingkungannya, agar dapat melihatnya dengan lebih baik. Namun, pada saat yang sama akan juga muncul perspektif berbahaya pada dirinya, yakni pembentukkan sosok dirinya menjadi independen dan tak terikat dengan lingkungannya. Perasaan ini akan memicu pemisahan hubungan kuat yang mengikat antara manusia dengan lingkungan. Di dalam agama Islam kita mendapati adanya gagasan untuk kembali menyatukan hubungan dan keharmonisan antara manusia sebagai khalifah Allah di muka Bumi dengan lingkungan sebagai objek yang ditundukkan, guna melayani dan memenuhi kebutuhan serta mewujudkan misi kehidupan.
Manusia merupakan tokoh utama dalam sistem segitiga ini, serta penggerak yang menambahi maupun mengurangi interaksi antara unsur-unsur yang lainnya, baik secara positif maupun negatif. Manusia merupakan inventor dan pengembang dalam sistem teknik, serta pemimpin dalam sistem sosial. Keputusan-keputusan yang diambilnya akan berpengaruh pada sistem kehidupan. Dampak dari keputusan penggunaan energi nuklir sebagai pembangkit listrik, misalnya, tentu berbeda dengan dampak dari keputusan penggunaan aliran air atau batu bara sebagai pembangkit listrik. Dengan demikian, sistem segitiga tersebut senantiasa berhubungan dengan keputusan-keputusan yang diambil oleh manusia, yang akibatnya pun akan berpengaruh bagi kehidupan mereka pula. Jadi, manusia adalah penyebab dari berbagai permasalahan lingkungan yang selama ini terjadi, namun dia pula yang akan menjadi korban darinya. Karenanya, kesadaran manusia terhadap lingkungan merupakan asas penting dalam pengaturan keharmonisan unsur-unsur lainnya.
Pembahasan pada artikel ini akan fokus pada salah satu bagian terpenting dari sistem segitiga alam tadi, yakni ‘’dunia hewan”, serta bagaimana Islam memberikan perhatian dan pemeliharaan kepada lingkungan semesta. Hal tersebut dinilai sebagai salah satu asas perhatian manusia kepada lingkungan, semesta, dan kehidupan yang melingkupinya, yang memang membutuhkan perhatian dan pemeliharaan darinya.
Sebagaimana manusia membutuhkan cinta kasih dan perhatian, hewan pun memiliki hak yang sama untuk mendapatkan belas kasih, kelembutan, dan pemeliharaan. Karena mereka juga memiliki perasaan dan emosi yang tidak jauh berbeda dengan yang dimiliki manusia. Bukti dari hal ini adalah sepenggal kisah antara Nabi Sulaiman Alaihissalam dengan semut yang memperingatkan kawanannya untuk menghindar agar tidak terinjak oleh Nabi Sulaiman Alaihissalam beserta rombongannya saat melewati suatu lembah. Melihat kejadian itu, Nabi Sulaiman Alaihissalam pun tersenyum lebar. Beliau lalu duduk dan mengajak semut itu berbincang dengan wahyu dari Allah, karena dia dan kawanannya tidak lain juga merupakan makhluk ciptaan Allah Subhanahu wa taala.
Belas kasih terhadap hewan merupakan perilaku yang dapat membuahkan pengampunan dari Sang Mahapencipta, sebagaimana Islam telah memuliakan manusia dengan anugerah yang sebaik-baiknya. Tidak hanya sampai di situ, Islam pun melarang berbagai bentuk penyiksaan terhadap hewan yang menjadikan pelakunya wajib mendapatkan siksaan. Membebani hewan dengan pekerjaan yang melebihi kemampuannya juga dikecam dan dilarang oleh Islam. Dalam bingkai pemenuhan hak-hak hewan, Islam juga mengharamkan berbagai praktik yang membiarkan mereka berada dalam kelaparan, kelemahan, dan juga kesakitan. Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat seekor hewan ternak yang sangat kurus (sampai-sampai perutnya seakan menyatu dengan tulang punggungnya), Beliau sontak bersabda dalam kondisi yang marah, “Takutlah kalian kepada Allah atas hewan-hewan ternak yang lemah ini! Kendarailah mereka dalam kondisi yang baik, serta makanlah daging mereka dalam kondisi yang baik pula.” (H.R. Abu Dawud).
Atas dasar hadis tersebut, Dr. Abdul Wahid Busydaq berpendapat dalam jurnalnya yang berjudul “Hak-hak Hewan dalam Islam” bahwa memberi makan hewan peliharaan merupakan kewajiban bagi pemiliknya. Para ahli fikih pun bersepakat bahwa mereka yang tidak mau memberi makan hewan peliharannya akan dipaksa untuk segera menjual, menyedekahkan, ataupun menyembelihnya.
Dalam sebuah catatan sejarah disebutkan bahwa suatu ketika Khalifah Umar bin Khattab berjalan-jalan demi melihat-lihat keadaan rakyatnya. Lalu beliau melihat seorang lelaki yang menarik-narik kaki dombanya yang hendak ia sembelih. Anda bisa membayangkan betapa buruk perlakuan lelaki tersebut kepada kambingnya yang bisu lagi tak dapat berucap apa-apa tersebut. Khalifah Umar pun segera menegurnya seraya berucap, “Celakalah kau! Giring dan sembelihlah kambingmu dengan cara yang baik!”. Contoh lain yang terkait dengan hak-hak hewan adalah jika terdapat seekor kucing buta masuk ke dalam rumah seseorang, maka ia wajib memberinya makanan, karena dia tidak mampu untuk pergi dan mencari makanannya sendiri.
Lembaga-lembaga sosial di bawah naungan Dinasti Abbasiyyah sangat memperhatikan kondisi hewan. Para pemimpin memberikan arahan kepada rakyatnya agar memperlakukan hewan dengan penuh kasih sayang dan tanpa penyiksaan. Dalam salah satu surat kepada para gubernurnya, Khalifah Umar bin Abdul Aziz menginstruksikan agar mereka melarang seluruh rakyatnya menunggangi kuda dengan cara yang tidak benar, sebagaimana ia juga menulis kepada para penjual hewan agar tidak memakaikan tali kekang yang berat bagi kudanya ataupun memakaikan sepatu besi yang berat di kakinya.
Imam Syairazi dalam karyanya yang berjudul “Nihayah al-Rutbah fi Thalab al-Husbah” menyampaikan bahwa salah satu tugas pihak berwajib adalah melarang orang-orang membebankan hewan-hewan mereka dengan pekerjaan yang di luar kemampuannya, menyiksanya, ataupun memukulnya pada saat dikendarai. Barangsiapa kedapatan melarang ketentuan tersebut, maka akan diperingatkan dan diberi hukuman. Yang menarik adalah sejarah dalam umat Islam mendirikan berbagai badan wakaf khusus yang dibentuk untuk mengurusi hewan-hewan.
Hanya sedikit dari kita yang tahu bahwa kawasan Damascus International Fair di Syiria pada awalnya adalah lahan wakaf yang diperuntukkan bagi hewan-hewan berusia tua yang sudah tidak lagi mampu dimanfaatkan oleh manusia. Di sana, hewan-hewan tersebut dibiarkan bebas berkeliaran di padang rumput yang menghijau agar dapat memakan rerumputan yang ditanam setiap tahunnya di sana, serta minum dari sumur-sumur yang mengalir airnya. Hal ini dilakukan agar hewan-hewan tersebut bisa menjalani hari-hari tuanya dengan penuh kedamaian dan ketenteraman tanpa perlu menjadi beban bagi pemiliknya hingga ajal menjemputnya. Betapa berbedanya antara membiarkan hewan-hewan yang papa terbunuh di jalanan, dengan membiarkan mereka hidup tenang di lahan wakaf tersebut.
Jika ditelisik lebih dalam, hewan sebenarnya juga memiliki peran penting dalam pembelajaran manusia, terutama pada ranah pendidikan dan pemberian pengaruh positif bagi norma dan jiwa. Sejatinya anak-anak tidak belajar hanya dari manusia. Mereka pun dapat belajar dari hewan dan fauna. Hewan-hewan itu memberikan pengaruh pada kehidupan anak-anak dalam porsi yang besar, baik bagi mereka yang tinggal berdekatan langsung dengan hewan, seperti di kawasan perkampungan, pedalaman hutan, area persawahan maupun bagi mereka yang hidup di daerah perkotaan.
Kajian manusia terhadap hewan merupakan sumber penelitian yang cukup menarik di masa depan. Ada banyak perilaku hewan yang dapat dengan mudah dilihat dan disampaikan kepada anak-anak dalam bentuk cerita yang bergambar, untuk mengajarkan kepada mereka nilai-nilai berempati, kemampuan berinteraksi, budaya untuk menghormati, serta kesadaran individu dan juga sosial.
Kemampuan ini akan sangat berguna terutama bagi anak-anak berkebutuhan khusus dan anak autis. Mereka akan dapat belajar membaca bahasa isyarat non-verbal dan juga bahasa tubuh. Lalu, seiring berjalannya waktu mereka akan mampu membaca isyarat non-verbal dari manusia lainnya. Sebagaimana hewan juga dapat menunjukkan kepada kita bagaimana cara memahami emosi, mengekspresikan perasaan, dan berkomunikasi dengan orang lain tanpa perlu menggunakan kata-kata.
Penulis : Prof. Dr. Barakat Muhammad Murad adalah seorang akademisi dan penulis dari Mesir.
Discussion about this post