• Privacy & Policy
  • Kontak
  • Tentang Kami
    • Profil
    • Redaksi dan Manajemen
    • Dewan Penasihat
  • Mata Air di Dunia
    • Arabic
    • Deutsch
    • English
    • Spanish
    • Turkish
  • FAQ
  • Kirim Artikel
  • Karir
Sunday, October 1, 2023
  • Login
Majalah Mata Air
Advertisement
  • Home
  • Rubrik
    • Sains
    • Budaya
    • Spiritualitas
  • Penulis
    • M. Fethullah Gülen
    • Dr. Ali Unsal
    • Astri Katrini Alafta S.S. M.Ed.
    • Abdullah Farid
  • Event
  • Tetes Mata Air
  • Arsip
  • Berlangganan
  • Produk Kami
    • Buku Digital
    • Majalah Digital
    • Mata Air dalam Genggaman
  • Semua Membacanya 2023
No Result
View All Result
  • Home
  • Rubrik
    • Sains
    • Budaya
    • Spiritualitas
  • Penulis
    • M. Fethullah Gülen
    • Dr. Ali Unsal
    • Astri Katrini Alafta S.S. M.Ed.
    • Abdullah Farid
  • Event
  • Tetes Mata Air
  • Arsip
  • Berlangganan
  • Produk Kami
    • Buku Digital
    • Majalah Digital
    • Mata Air dalam Genggaman
  • Semua Membacanya 2023
No Result
View All Result
Majalah Mata Air
No Result
View All Result
Home Spiritualitas Bukit-Bukit Zamrud Kalbu

Hâl dan Maqam

M. Fethullah Gülen

by M. Fethullah Gulen
8 years ago
in Bukit-Bukit Zamrud Kalbu
Reading Time: 3 mins read
Share on WhatsappShare on FacebookScan and read on your phone

Hâl adalah hidup seseorang di kedalaman jati dirinya dengan berbagai anugerah dari Alam Baka, serta merasakan dan memiliki kesadaran atas berbagai perbedaan antara “malam” dan “siang”, “pagi” dan “petang”, yang terjadi di dalam cakrawala hatinya. Orang-orang yang memahami “hâl” sebagai sesuatu yang meliputi hati manusia, baik berupa kesenangan, kesedihan, kelapangan, atau kesempitan, yang terjadi begitu saja tanpa ada upaya atau pun usaha. Mereka juga menyatakan bahwa ‘Maqam’ itu ada jika kejadian dan intuisi berlangsung terus menerus secara berkesinambungan dan stabil, sedangkan nafsâniyyah akan muncul sewaktu-waktu, bersifat tidak permanen dan muncul dari hawa nafsu. Hâl bersifat berkesinambungan ketika keberadaannya bersama maqam, sementara hâl akan hilang jika muncul dengan “kedirian” (an-nafsâniyyah) kita.

Berdasarkan penjelasan ini, maka dapat dikatakan bahwa hal adalah sebuah anugerah Ilahiah yang merasuk ke dalam relung hati. Sementara “maqam” adalah sampainya manusia pada fitrahnya yang kedua dengan menyerap anugerah Ilahiah tersebut dengan kehendak dan tekad seseorang hingga ia menguasai jati dirinya.

Istilah “Al-Hâl” dipakai untuk menunjuk pada sumber segala sesuatu tanpa tirai dan hijab, sebagaimana ia terdapat di dalam makhluk, kehidupan, cahaya, dan rahmat, yang selalu mengingatkan ke arah tauhid yang murni, sebagaimana ia senantiasa mengarahkan manusia agar memiliki kekuatan spiritual dalam melakukan pencarian alternatifnya.

Sedangkan “al-maqam” menentukan dan memutuskannya dalam lentera yang diliputi “kabut” kerja keras dan “asap” usaha, untuk kemudian mengikat hakikat dengan singgasana kesempurnaannya. Oleh sebab itu, maka persepsi dan intuisi terhadap berbagai anugerah Ilahi yang mengalir ke dalam hati, dan perjalanan menyusuri jalan di setiap saat, menuju Dia yang di dalam hati dikenal dengan pernyataan “Aku adalah harta tersembunyi” merupakan satu tahapan yang lebih mulia disebabkan berbagai anugerah yang ada di dalamnya dibandingkan diri kita sendiri dan interpretasi sesuai corak yang kita miliki.

RelatedArticles

Sakinah dan Thuma’ninah atau Ithmi’nan

Ihsan

Itulah sebabnya, Sayyidina ash-Shadiq al-Mashduq Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wa sallam menyatakan, “Sesungguhnya Allah tidak melihat ke tubuh kalian dan tidak pula ke penampilan kalian, tetapi Dia melihat ke hati kalian.”1 Sabda Beliau ini mengingatkan kita pada apa sebenarnya yang penting bagi Allah al-Haqq Subhânahu wa ta’âla. Di samping itu Beliau juga menuntut kita untuk mengarahkan pandangan menuju atau at-tajalli pada yang menjadi arah yang harus dituju oleh semua “mihrab” ibadah kita.

Dalam sebuah riwayat lain Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wa sallam menyebutkan amal perbuatan bersanding dengan hati. Beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak melihat ke penampilan kalian dan harta kalian, melainkan Dia melihat ke hati dan amal perbuatan kalian.”2 Sabda ini muncul sebagai bentuk penghormatan terhadap maqam, serta demi kepentingan hâl yang menghantarkan manusia kepadanya.

“Al-Hâl” adalah berbagai tajalliyât yang terjadi pada saat-saat persesuaian dengan Kehendak Ilahi yang mutlak. Ia juga adalah ranah penyebaran tajalliyât tersebut di dalam cakrawala hati manusia. Sebaliknya, perasaan atau persepsi selalu mengurangi dan menghilangkan semua tajalliyât itu. Oleh sebab itu, maka “maqam” yang menjadi satu tahap di mana “gelombang” sudah reda, menjadi antonim bagi “hâl” yang merupakan semacam ayunan antara pasang naik dan pasang surut yang berhubungan dengan berbagai entitas yang lebih tinggi.

Setiap penampakan dan kemunculan datang dalam bentuk baru yang selalu berbeda dari yang sebelumnya. Ia selalu beralih dari tampak lalu bersembunyi seperti spektrum cahaya yang memiliki panjang gelombang dan warna bermacam-macam meski semuanya berasal dari satu matahari yang sama.

Ruh dan perasaan yang mawas terhadap makrifat Ilahiah akan mampu melihat gelombang “hâl” ini di dalam relung hatinya, seperti mata melihat spektrum cahaya matahari yang memantul di permukaan air. Manusia dapat melihat, merasakan, dan meresponnya dengan berbagai macam kemampuan persepsi yang dimilikinya. Itulah sebabnya, orang-orang yang hati mereka belum teratur dengan rapi dan ruh mereka masih terputus dari alamnya yang sejati, biasanya akan melihat semua itu sebagai fantasi atau khayalan belaka. Padahal itu adalah hakikat paling hakiki (ahaqq al-haqâiq) dan penampakan paling jelas bagi mereka yang selalu melihat entitas menggunakan Cahaya Kebenaran yang Sejati (Nûr al-Haqq al-Mubîn).

Itulah sebabnya, Rasulullah sebagai manusia yang memiliki “hâl” terbesar di antara semua manusia, Beliau selalu melihat hâl-nya di masa lalu dengan keadaan hâl-nya di saat ini –semoga Allah menghiasi hati kita dengan cahaya hâl semacam itu- sehingga Beliau bersabda, “Demi Allah, sesungguhnya aku beristighfar kepada Allah dan memohon ampun kepada-Nya dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali.”3

Ya, tidaklah mungkin sebongkah hati yang suci dan disucikan Allah dapat memikirkan pikiran selain dari pikiran seperti itu dalam perjalanannya menuju keabadian dan dengan kesadarannya atas kebutuhan pada cahaya keabadian.

Wahai Allah. Wahai Zat yang mengubah kekuatan dan keadaan (hâl), ubahlah keadaan kami kepada keadaan yang paling baik.

Wahai Tuhan, limpahkanlah shalawat dan salam kepada Sayyidina Muhammad sang Terpilih, dan kepada segenap keluarga serta sahabat beliau yang baik.

Tags: hatiimankesadaranwaktu
Previous Post

Kehebatan Rongga Mulut

Next Post

Di Balik Kisah Engûr, İneb, Üzüm dan İstafil

M. Fethullah Gulen

M. Fethullah Gulen

Related Posts

Ketenagan Jiwa
Bukit-Bukit Zamrud Kalbu

Sakinah dan Thuma’ninah atau Ithmi’nan

3 weeks ago
Ihsan
Bukit-Bukit Zamrud Kalbu

Ihsan

8 months ago
Load More

Discussion about this post

POPULAR POST

  • Taubah, Inabah, dan Aubah

    Taubah, Inabah, dan Aubah

    888 shares
    Share 355 Tweet 222
  • Hewan-hewan yang Menantang Suhu Dingin

    783 shares
    Share 314 Tweet 196
  • Shuffah, Pusat Bagi Para Jenius

    743 shares
    Share 297 Tweet 186
  • Syair Rindu Sang Musafir

    697 shares
    Share 279 Tweet 174
  • Buku atau Gadget

    640 shares
    Share 257 Tweet 160

Majalah Mata Air menyuguhkan bahan bacaan untuk mengembangkan cakrawala pemikiran.

Ikuti Kami

Categories

Bulan Terbit

Kebakaran Hutan

Kesehatan – Ilmu Pengetahuan – Teknologi (Edisi 39)

September 18, 2023
Siang dan Malam dalam Al-Qur’an

Siang dan Malam dalam Al-Qur’an

September 18, 2023
Ketenagan Jiwa

Sakinah dan Thuma’ninah atau Ithmi’nan

September 12, 2023
  • Tentang
  • Ketentuan
  • Kirim Tulisan

© 2021 Majalah Mata Air - Membaca Kehidupan.

No Result
View All Result
  • Arsip
  • Berlangganan
  • Berlangganan Majalah
  • Blog
  • Buku Digital
  • Cart
  • Checkout
  • Checkout
    • Purchase Confirmation
    • Purchase History
    • Transaction Failed
  • Dashboard
  • Dewan Penasihat
  • Event
  • FAQ
  • FAQ Tetas Mata Air
  • Form Berlangganan
  • Form Kirim Artikel Semua Membacanya 2022
  • Gallery
  • Hubungi Mata Air
  • Instructor Registration
  • Jenis Pendaftaran
  • Karir
  • Kirim Artikel
  • Kirim Artikel Semua Membacanya 2022
  • Kirim Tulisan
  • Kuis Majalah Mata Air
  • langganan
  • Langganan Individu
  • Langganan Kelompok
  • LCCL Mata Air 2023
  • Liputan
  • Lomba Menulis Artikel
  • Majalah Digital
  • Majalah Mata Air Edisi 1
  • Majalah Mata Air Edisi 2
  • Majalah Tergantung
  • Mata Air dalam Genggaman
  • Mata Air On Air
  • My account
  • Paket Majalah
  • Pembahasan Try Out Cahaya Abadi
  • Pembahasan Try Out Sirah Nabawiyah
  • Pembahasan Ujian Cahaya Abadi
  • Pemenang SM21
  • Penulis
  • Penulis
  • Polling Cover Buku “Hening Sejenak”
  • Privacy Policy
  • Produk Kami
  • Produk Mata Air di Playbook
  • Profil
  • Proposal Landing Page
  • Quotes
  • Redaksi dan Manajemen
  • Relawan
  • Rubrik
  • Rubrik
  • Seminar 1
  • Seminar 2
  • Seminar 3
  • Semua Membaca Kehidupan Rasulullah
    • Kuis 1 Lomba Semua Membaca Kehidupan Rasulullah
    • Kuis 2 Lomba Semua Membaca Kehidupan Rasulullah
    • Kuis 3 Lomba Semua Membaca Kehidupan Rasulullah
  • Semua Membacanya
  • Semua Membacanya 2022
  • Semua Membacanya 2023
  • Semua Membacanya 2023
  • Shop
  • Soal dan Kunci Jawaban Fikih Sirah
  • Soal dan Kunci Jawaban Cahaya Abadi 2
  • Soal dan Kunci Jawaban Khulasoh Nurul Yaqin
  • Soal dan Kunci Jawaban Mentari Kasih Sayang
  • Soal dan Kunci Jawaban Sirah Nabawi
  • Student Registration
  • Tentang
  • Terima Kasih
  • Try Out
  • Ujian Final
  • Workshop

© 2021 Majalah Mata Air - Membaca Kehidupan.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist