Jack telah menjadi pemimpin desa selama lebih dari enam bulan. Ia melalui banyak suka dan duka selama masa ini. Ia tidak mengeluh, karena ia tahu bahwa ialah yang memutuskan untuk mengambil tanggung jawab ini dan tidak berhak untuk mengeluh. Tetapi, keadaan semakin memburuk di desa itu. Banyak yang harus dilakukan, tapi ia hanya mempunyai dua pekerja yang cakap; ini menjelaskan mengapa pembangunan berjalan amat lambat. Semua penduduk desa mengetahui bahwa, “musim dingin akan segera datang”. “Musim dingin” bukanlah musim bagi mereka tapi sebuah peperangan, yang berarti lebih banyak pekerjaan, kesulitan, tanggung jawab dan sebagainya.
Masa kepemimpinan akan segera berakhir. Ia harus melatih para tentara dan pekerja serta mencari lebih banyak sumber-sumber baru. Ia juga harus banyak menolong dan membantu desa-desa tetangga, karena ia tahu semakin banyak mereka menolong maka akan semakin mudah bagi mereka untuk mempertahankan daerah kekuasaan mereka. Jack merasa bahagia saat itu karena setidaknya ia dapat membangun dinding pertahanan di sekeliling desa, membuat barak bagi para penduduk, dan dua tenda tentara. Setiap hari ia menghabiskan empat sampai lima jam waktunya untuk berkeliling dan memeriksa desa, karena sebagai pemimpin ia sadar bahwa ia harus menjaga wilayahnya. Tiba-tiba, ia mendengar sebuah suara dari sebuah menara tua yang setia. Suara itu memberitahukan pengumuman tentang adanya perang. Jack segera mengumpulkan semua tentaranya karena hanya ia yang berhak memberi komando. Strategi sangatlah penting, karena rencana yang buruk berarti keruntuhan bagi seluruh desa. Setelah berpidato dengan gagah, tentara-tentara mulai berbaris. Semua perhatian tentara tertuju pada Jack, menunggu perintahnya.
Tapi tiba-tiba, Jack kehilangan semua tentaranya. Ia sangat marah dan berlari keluar dari kamarnya untuk memeriksa jaringannya dan menemukan bahwa koneksi internetnya terputus. Sekarang apa yang harus dilakukannya? Jack menghela napas panjang. Akhirnya ia memutuskan untuk mengerjakan PR-PR-nya. Ujian semakin dekat, sementara semua semangatnya telah hilang.
Berapapun usia kita, banyak orang yang kesulitan untuk berkonsentrasi pada tugas yang harus dikerjakannya. Banyak buku, seminar, dan aktivitas lainnya yang dilakukan untuk memotivasi orang agar dapat menyelesaikan tugas-tugas mereka. Ini semua membuktikan bahwa kita menghadapi masalah besar dalam menyelesaikan tanggung jawab kita.
Hal ini juga merupakan salah satu masalah kunci dalam pendidikan. Banyak riset yang berfokus pada bagaimana cara meningkatkan kemauan dan motivasi anak-anak muda terhadap tugas sekolah mereka. Seperti yang mungkin sudah sering anda dengar, sudah sangat klise ketika banyak orangtua mengeluh tentang betapa tidak bertanggung jawabnya anak-anak pada tugas mereka di sekolah maupun di rumah. Ketika hal ini telah menjadi masalah yang kita hadapi di depan mata, kita mungkin bertanya; lalu apa yang begitu menarik dari video game yang meresahkan ini?
Cerita seperti yang diceritakan di atas terjadi setiap hari. Video game tersebut telah di unggah lebih dari 50 juta kali dan di mainkan setiap hari oleh jutaan orang dengan variasi umur yang berbeda-beda. Pertama kali saya mendengar tentang game ini, saya sedang melakukan wawancara dengan anak-anak yang menggunakan tablet PC di sekolah. Walaupun saat itu penelitian saya tidak berfokus pada game online, namun topik ini dibahas ketika sedang berbincang santai dengan mereka sebelum wawancara. Seorang anak laki-laki tampak sangat bersemangat ketika kami membicarakan tentang video game, ia mengatakan ia akan berhenti bermain game untuk berangkat tidur, tapi menyetel alarm pada lima jam kemudian saat diperkirakannya para pekerjanya sudah menyelesaikan tugas-tugas yang diberikannya, dan anak ini akan bangun untuk memberi tugas baru. Tidak menyelesaikan tugas artinya ia akan kalah dari teman-temannya, karena itu berarti desanya tidak akan berkembang. Saya bertanya padanya, “apa yang membuat video game ini begitu menarik? Kamu hanya membangun dan mendirikan gedung-gedung dan berperang melawan musuh.”Jawabnya adalah, “aku tidak tahu, tapi ini menyenangkan”.
Karena tertarik untuk tau lebih lanjut mengenai game ini, lalu aku pun mengunggah video ini, memainkannya selama dua bulan hingga bangun pukul 3 pagi dengan notifikasi bahwa salah satu dari pekerja milikku telah menyelesaikan tugasnya, sehingga aku harus memberikan padanya tugas yang baru. Setelah itu aku mencoba untuk tidur kembali. Saat mencoba membuka mata lagi kulihat tatapan kaget dari istriku. Dia tidak percaya bahwa aku dapat bangun hanya karena permainan tersebut. Itu adalah terakhir kalinya aku memainkan game tersebut. Tapi masih ada satu pertanyaan yang bergelayut dalam pikiranku, “Bagaimana caranya agar kita bisa meningkatkan rasa tanggung jawab dengan mencontoh metode yang terdapat dalam game tersebut pada kehidupan nyata?”
Sebagai orang-orang yang bergelut dalam dunia pendidikan, kami bersama para orangtua menghabiskan banyak waktu dan usaha untuk mendidik anak-anak agar mereka sadar akan tanggung jawab. Bagaimanapun tidak bisa dipungkiri, sekolah, guru-guru, pekerjaan rumah dan hal-hal yang berkaitan dengannya sering dianggap sebagai sesuatu yang membosankan dan suatu hal yang dihindari oleh banyak anak-anak.
Gamifikasi adalah jargon yang sangat viral sekarang. Tujuannya adalah merubah konteks kehidupan nyata menjadi seperti yang terprogram dalam game online. Sudut pandang ini, bertujuan untuk meningkatkan motivasi, keterikatan, kesenangan dan sikap positif orang-orang terhadap pekerjaannya.1 Disaat banyak sekali penelitian dalam dunia bisnis, gamifikasi juga secara luas menjadi perhatian dalam dunia pendidikan. Tujuan edukasional dari metode gamifikasi adalah memberikan kesenangan bermain yang diadaptasi dalam konteks ketika anak belajar dan bukannya mematikan rasa tersebut. Sebenarnya hal ini bukan hal yang baru, sebagaimana telah disampaikan oleh para ahli sebelumnya. Sebagai contoh, Said Nursi telah mengungkapkan poin yang penting mengenai hal ini:
“Salah satu alasan mengapa banyak para penceramah menjadi tidak efektif dewasa ini adalah karena mereka berusaha untuk merubah sifat alami manusia. Biasanya nasihat mereka adalah: “Jangan iri hati atau terlalu berambisi, jangan bermusuhan dan berkeras kepala, jangan mencintai dunia,” dan sebagainya. Nasihat seperti itu sangatlah tidak berguna, karena itu bertentangan dengan sifat manusia. Seharusnya, energi atau sifat seperti ini di salurkan pada perbuatan baik dan diarahkan pada tujuan baik.” (The Ninth Letter, hlm. 53).
Jika kita ingin menerapkan metode ini dalam dunia pendidikan, hal pertama yang seharusnya kita lakukan adalah mencari tahu tentang apa yang anak-anak sukai dan gemari. Tentunya kebanyakan dari mereka menyukai bermain game sementara aturan-aturan seperti, “Jangan bermain game! Jangan tertawa selama belajar! Jangan menghabiskan banyak waktu di depan komputer! Bersikap tenang pada saat belajar!” akan menjadi kontra produktif bagi anak. Seperti pernyataan Said Nursi di atas, aturan-aturan tersebut menjadi suatu hal yang sulit bagi seorang anak yang diciptakan untuk belajar dalam suatu lingkungan yang menawarkan banyak permainan, interaksi sosial, dan iklim kompetisi.
Jean Piaget adalah seorang ahli yang terkenal dengan teori tentang permainan dan perkembangan kognitif pada anak. Dia menggarisbawahi pentingnya bermain dan kontribusinya dalam perkembangan kesehatan anak.2 Pada 1967 Vygotsky juga menggarisbawahi tentang peranan sosial dan interaksi dengan sesama teman dalam perkembangan anak. Bagaimanapun, ketika Vygotsky memberi contoh seorang anak yang menunggangi seekor kuda khayalan dengan sebuah tongkat pada masa itu, maka pandangan anak-anak zaman sekarang telah berubah dan terus berkembang secara dramatis. Karena itu, harus dimengerti bagaimana rasa tanggung jawab Jack dan saya menjadi terganggu, ketika kami berdua fokus dan menghabiskan banyak waktu untuk permainan ini, sementara tidak bisa dipungkiri, kami juga menikmati.
Dari cara pandang diatas, cara menstimulasi yang dinamis dalam sebuah game dapat diterapkan dengan sebuah cara yang tepat pada kurikulum sekolah sehingga lingkungan kelas harus juga di tata ulang kembali. Hal yang sama juga bisa diterapkan pada lingkungan kerja. Sebagai contoh kantor Google cenderung memiliki dekorasi berwarna-warni dan tidak polos, bahkan mereka memilih menggunakan papan luncur bagi para pekerjanya daripada bentuk tangga yang konvensional. Tujuannya adalah membuat lingkungan kerja yang senyaman mungkin sehingga para pekerja tidak merasa bahwa yang mereka lakukan adalah sebuah pekerjaan. Adapula teknologi pendidikan yang menaruh perhatian pada gamifikasi. Salah satunya adalah ‘ClassDojo’. Ini adalah ide yang sederhana namun efektif untuk menarik perhatian para murid dan merubah perilaku mereka. Setiap murid memilih sebuah avatar yang berbentuk seperti monster kecil dan guru-guru bisa menilai berbagai hal berdasarkan avatar dari masing-masing muridnya. Guru-guru dapat dengan cepat memberikan masukan kepada murid. Sebagai contoh, ketika seorang murid melakukan hal yang negatif di dalam kelas atau ketika menyelesaikan soal, murid tersebut dapat melihat adanya perbedaan dalam aplikasi ‘ClassDojo’ pada telepon genggam mereka. Murid-murid yang saya wawancarai menunjukan antusiasme yang tinggi terhadap aplikasi ini dan sangat tertarik. Mereka menilai aplikasi ini sama seperti game, walaupun sebenarnya satu-satunya perbedaan dari aplikasi ini dengan penilaian tugas pada umumnya adalah adanya avatar-avatar dan medianya. ‘Kahoot’ dan ‘Socrative’ adalah dua contoh aplikasi lain yang juga telah dicoba oleh murid-murid. Aplikasi-aplikasi ini dinilai menyenangkan, kompetitif, dan kaya dalam sistem pembelajaran.
Ketika memikirkan bagaimana cara mentransfer strategi yang ada pada game ke dalam konteks kehidupan nyata, perlu diingat juga bahwa banyak orangtua dan guru yang mempunyai kecemasan tersendiri terhadap game karena beberapa anak-anak mereka telah kecanduan pada permainan-permainan berupa game online tersebut. Mereka berhak untuk ragu dan saya tidak berpikir kalau game sepenuhnya tidak bersalah. Faktanya, kebanyakan game, termasuk yang membuat saya dan Jack kecanduan, menyimpan banyak pesan negatif, dari mulai mencuri sampai membunuh orang. Tetapi ketika sangat tidak mungkin untuk menghindari sepenuhnya, maka mungkin akan sangat lebih baik apabila kita fokus pada hal-hal positif yang ada padanya dan menerapkannya untuk meningkatkan produktivitas di sekolah dan keluarga.
Setelah semuanya ini, jujur saya masih berpikir tentang situasi desa yang menjadi tanggunganku dan para penduduknya. Pemimpin desa sangat sedih dan marah ketika saya meninggalkan mereka: “Musim Dingin” semakin mendekat dan mereka membutuhkan bantuan dan tentara yang saya latih. Sekarang saya mengistirahatkan diri, karena istri saya yang juga seorang psikolog anak, menugaskan saya untuk membantunya melakukan program kebersihan dan kami berpikir bahwa semua bakteri dan kotoran di rumah adalah musuh dan merupakan ancaman besar bagi rumah yang kami tempati. Sebagai orangtua dan pendidik, adalah kewajiban bagi kita untuk mencari tahu cara belajar yang tepat bagi anak-anak dan membuat game milik kita sendiri di dunia nyata.
Majalah Fountain edisi 102
Referensi :
- Huanng and Soman, 2013
- Sutton Smith, 1983
Penulis : Ahmet Turga
Discussion about this post