Sebagian besar orang-orang Spanyol, seperti kebanyakan kita di seluruh dunia telah mendengar tentang adanya “Muslim Spanyol”, mengetahui pula tentang penaklukan Spanyol (pada saat itu bernama Hispania) oleh bangsa Arab. Beberapa orang mencoba melakukan penelitian lebih dalam guna menganalisa apakah hal ini masuk akal, mengingat jumlah orang-orang yang datang ke semenanjung Iberia pada tahun 711 Masehi. Entah seseorang harus atau tidak mempercayai apa yang telah tertulis tentang Spanyol dan sejarahnya, inti dari artikel ini adalah untuk menelusuri gambaran atau pemikiran masyarakat tentang bagaimana kejadian ini sebenarnya terjadi dan untuk menghargai benih yang telah ditanam oleh convivencia1 bagi sejarah Spanyol dan dunia.
Sebagian besar artikel ini berdasarkan pada buku karya seorang paleontologi dan sejarawan Spanyol, Ignacio Olagüe, La Revolución Islàmica en Occidente (Revolusi Islam di Barat), yang juga diterjemahkan ke dalam bahasa Prancis sebagai Les Arabes n’ont jamais envahi I’Espagne (Bangsa Arab tidak pernah menyerang Spanyol), yang menggambarkan beberapa gagasan dari sejarawan dan filolog Americo Castro, yang terkenal dengan tulisannya tentang convivencia.
Berdasarkan pelajaran sejarah yang diajarkan di sebagian besar sekolah-sekolah Spanyol, Bangsa Moor menyerang Semenanjung Iberian pada 711 M. Dalam hal ini, yang menjadi pertanyaan adalah: Siapakah yang diserang oleh Bangsa Moor? Untuk memahami hal ini, sangatlah penting untuk mengetahui latar belakang penduduk Hispania saat itu. Semenanjung Iberian diduduki oleh Bangsa Celtic, Iberia, Yahudi sephardic, Romawi, dan Orang-orang Visigoth. Mayoritas orang-orang Visigoth adalah penganut unitarian, yang artinya mereka percaya bahwa Tuhan itu satu dan menunggu datangnya Imam Mahdi. Mereka juga meyakini bahwa Yesus adalah seorang Nabi. Penguasa Hispania pada 711 M adalah orang-orang Visigoth. Namun bagaimanapun juga, saat itu di semenanjung tersebut adalah masa dimana sebuah masyarakat akan selalu dikontrol oleh pasukan tentara, sehingga ketidakstabilan terus menerus terasa. Menurut kebanyakan sejarawan, pada saat inilah orang-orang Arab menyerang Hispania.
De la Guardia2 menyatakan bahwa “tidak mungkin jika semua pendatang baru tersebut adalah orang-orang Arab”3. Memang para pemimpinnya datang dari Damaskus, tetapi hanya beberapa dari mereka, kebanyakan yang sampai di Hispania adalah Muslim dari Barbar. Beliau kemudian menambahkan, sebagaimana juga Dr. Fransisco Layna, seorang penulis dan profesor di Universitas Harvard: “Semua orang yang mempelajari sejarah di universitas manapun menyadari bahwa tidak ada penyerangan oleh Arab pada 711 M. Selat Gibraltar yang memisahkan Maroko dari Spanyol telah diketahui sebagai jalan bagi para pedagang untuk melakukan perdagangan di kedua pantai Spanyol dan Maroko. Oleh karena itu, ini bukanlah pertama kalinya orang-orang Barbar mengunjungi Spanyol”.4
Kita juga dapat mempertanyakan apakah Arab dalam kondisi dapat menyerang Spanyol pada tahun 711 M atau tidak. Di pertengahan abad kedelapan, orang-orang Barbar menghentikan kemajuan Arab sebanyak dua kali dan menangguhkan penaklukan Afrika Utara pada 50 tahun berikutnya. Oleh karena itu, orang-orang Arab yang datang ke Afrika Utara menjadi lemah dan berjumlah sangat sedikit sehingga tidak mungkin menyerang Hispania.
Olagüe menambahkan bahwa orang-orang tidak pernah benar-benar memikirkan bagaimana “para penakluk” Afrika Utara dapat menyeberangi kanal Gibraltar dalam sekejap. Dengan kata lain, bagaimana mereka dapat menaklukan 544,192 km2 di daerah yang paling bergunung-gunung tinggi di Eropa, hanya dalam waktu tiga tahun? Lebih menakjubkan lagi adalah bagaimana 7000 tentara pasukan Panglima Tariq, mampu mengalahkan Rodrigo dan pasukannya yang cukup banyak dalam peperangan Guadalete. Olagüe melanjutkan “jika perhitungan matematis kita benar, setiap 25.000 orang-orang Arab bertanggung jawab untuk 23 km2. Dikarenakan hal ini pun sangat mudah bagi mereka, akhirnya mereka juga lari melintasi Pyrenees untuk mendominasi Paris”5
Bagaimana mungkin seseorang dapat mengontrol area seluas 23 km2, terlebih lagi di area pegunungan dengan kondisi yang sulit? Olagüe menulis, “bahkan jika tentara-tentara ini menaklukan Hispania dalam kondisi ini, masing-masing dari mereka akan memiliki tanah seluas 23 km2 dan untuk menemukan mereka bagaikan mencari jarum dalam jerami, jika dibandingkan dengan populasi lainnya”.6
Karena alasan ini, disimpulkan bahwa orang-orang Arab tidak pernah melakukan penyerangan. Karena penyerangan hanya akan menimbulkan kebencian, jika orang-orang pribumi dari semenanjung Iberia membenci para pendatang baru ini, Hispania tidak akan pernah menjadi Muslim, tidak akan pernah menanamkan benih Renaissance di Eropa, dan tidak akan mengalami kemajuan ilmiah dan artistik yang nantinya akan mempengaruhi Eropa dan Benua Amerika seperti yang pada akhirnya terjadi di sana. Jika itu adalah sebuah penaklukan, penduduk pribumi pasti telah mengusir mereka seperti yang dialami Napoleon pada tahun 1807 saat mencoba merebut Spanyol dan meminta izin dari Monarki Katolik Spanyol agar pasukan Prancis dapat melewati Spanyol untuk menyerang Portugal. Bagaimanapun juga, Napoleon pernah sekali mendeklarasikan dirinya sebagai Kaisar Spanyol di teritori Spanyol. Pada saat inilah penduduk Spanyol melakukan perlawanan dan dengan bantuan senjata lembing dan batu, mereka mengusir Prancis keluar dari Spanyol. Namun, ini tidak pernah terjadi pada kaum muslim yang datang ke Spanyol. Sesungguhnya, penduduk pribumi dari semenanjung Iberia menyambut mereka dan senang ketika mengetahui ada bangsa lain yang menghormati keyakinan dan tradisi mereka serta memiliki kepercayaan yang sama, karena mayoritas dari pribumi Hispania adalah orang-orang Kristen Unitarian. Mereka mempercayai bahwa Tuhan itu satu, menganggap Yesus sebagai nabi, dan menantikan kedatangan Imam Mahdi, persis seperti orang-orang Muslim. Berikutnya pada 713 CE ditanda tangani perjanjian, hanya dalam waktu dua tahun setelah datangnya orang-orang Muslim ke Spanyol dari selatan di bawah komando Tariq bin Ziyad. Perjanjian tersebut dilakukan antara Panglima Abdul Aziz dan Theodomir, seorang pangeran Visigoth dari Murcia. Hal ini adalah sebuah bukti bahwa orang-orang pribumi Hispania menikmati kebebasan pada masa setelah penaklukan Arab.
“Dengan Nama Tuhan, Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Ini adalah tulisan yang dipersembahkan oleh Abdul Aziz Ibnu Musa kepada Teodomiro Ibnu Gandaris, dalam kebajikan yang disetujui bahwa wilayah ini akan selalu berada dalam kedamaian sesuai dengan Janji Tuhan, Para Nabi dan para utusan-Nya, bahwa wilayah ini akan dilindungi oleh Tuhan, melalui perlindungan utusan-Nya Muhammad Shallalahu ‘alaihi wasallam. Tidak akan ada pemaksaan, tidak akan ada yang diambil dari kalian, tidak akan ada yang menjadi budak, kalian tidak akan dipisahkan dari istri atau anak-anak kalian, hidup kalian akan dihormati, kalian tidak akan dibunuh dan gereja-gereja kalian tidak akan dibakar. Kalian akan bebas beribadah menurut agama kalian sendiri.” (Isi dari Perjanjian Pemimpin Visigoth dari Murcia, Teodomiro dan Abdul Aziz).7
“Dengan nama Tuhan yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Dokumen ini [diberikan] oleh Abdul Aziz ibnu Musa ibnu Nusair kepada Tudmir, putra dari Ghabdush, berisi perjanjian perdamaian dan janji serta perlindungan dari Tuhan dan Nabi-Nya Shallalahu ‘alaihi wasallam. Kami (Abdul Aziz) tidak akan membedakan dirinya dengan pengikutnya, tidak melecehkan ataupun memindahkannya dari kekuasaan. Pengikutnya tidak akan dibunuh atau dipenjarakan, tidak akan juga dipisahkan dari istri dan anak-anak mereka. Mereka tidak akan dipaksa pada agama tertentu, gereja mereka tidak akan dibakar, dan benda-benda suci tidak akan diambil dari tempatnya. [selama] Ia [Tudmir] tetap tulus dan memenuhi kondisi-kondisi [berikut] yang telah kami tetapkan kepadanya. Ia telah mendapatkan sebuah penempatan di 7 kota: Orihuela, Valentilla, Alicante, Mula, Bigastro, Ello, dan Lorca. Ia tidak akan memberi tempat tinggal bagi buronan, tidak juga bagi musuh kami, dan tidak pula mendukung orang-orang yang terlindungi untuk takut pada kami, serta tidak menutup-nutupi kabar tentang musuh kami. Ia dan [setiap] pengikutnya [juga] akan membayar satu dinar setiap tahun, bersama-sama dengan empat takar gandum, empat takar barley, empat takar jus buah segar, empat takar cuka, empat takar madu dan empat takar minyak zaitun. Para budak harus membayar setengah dari jumlah ini. {Nama-nama dari empat saksi dicantumkan, dan dokumen ditanggalkan berdasarkan penanggalan Islam yaitu Rajab pada tahun 94 Hijriah (April 713).} “Perjanjian Tudmir” dalam buku Abad Pertengahan: Sumber dari Eropa, Bizantium dan Dunia Keislaman. Ed Barbara H. Rosenwein. Peterbourgh, Ont.:Broadview, 2006, p.92.
Walaupun ada beberapa perjanjian lain dengan isi yang hampir sama dengan penanggalan tahun 711, perjanjian yang ditanda tangani dalam penyerahan kota Orihuela ini masih bertahan sampai sekarang. Penduduk yang mengalami penaklukkan di wilayah Spanyol ini merasa sangat terkesan dengan toleransi yang ditawarkan orang-orang muslim ketika perlawan telah terhenti. Adanya perjanjian awal dan keberhasilan mereka dalam mengimplementasikannya lah yang membuat Theodomir dan penduduk Orihuela bersedia segera menandatangani perjanjian tersebut.8
Jika orang-orang yang datang bukanlah mayoritas dari suku Arab, lalu mengapa mereka menyebutkan tentang adanya orang-orang Arab di Spanyol dan mengapa bahasa Arab digunakan dalam percakapan dan bahkan diukir pada beberapa karya arsitektur cantik seperti Al-Hambra di Granada? Guardia dengan jelas menyatakan bahwa: “Mereka bukanlah orang-orang Arab, walaupun mayoritas penduduk Spanyol pada masa itu adalah muslim. Akan tetapi, mereka mengadopsi bahasa Arab sebagai bahasa mereka.”9 Bahasa Arab adalah bahasa bagi orang-orang terpelajar dan bahasa Latin adalah bahasa bagi para tentara. Sedikit demi sedikit, orang-orang pribumi dari Semenanjung Iberian mengadopsi bahasa Arab sebagai bahasa mereka, bahkan orang-orang dengan kepercayaan yang berbeda. Di abad kesembilan, sebuah uskup dari Cordoba menulis: “Banyak dari kolega-kolega saya membaca puisi dan cerita-cerita; mereka mempelajari filosofinya bersama dengan ahli agama orang-orang muslim dalam bahasa Arab, bukan untuk menyangkal mereka, tetapi untuk belajar bagaimana menggambarkan diri mereka dalam bahasa Arab dengan benar dan elegan”.10
Olagüe menyatakan bahwa butuh 300 tahun bagi orang-orang pribumi dari semenanjung Iberian untuk mengadopsi dan menggunakan bahasa Arab. Kita juga dapat melihat keindahan perpaduan ini pada Jarcha atau puisi dari Al-Andalus (Muslim Spanyol), dimana dapat dengan mudah terlihat perpaduan antara bahasa Latin dan Arab pada karya-karya tersebut. Karya-karya ini adalah puisi-puisi cinta yang ditulis dengan bahasa Arab dan diakhiri dalam bahasa Latin.
Puisi hanyalah salah satu contoh pengalaman kemajuan yang dialami Spanyol pada masa itu. Saat itu, ketika orang-orang berjalan di atas jalanan berlumpur di banyak kota-kota di Eropa, orang-orang Hispania berjalan di atas trotoar serta memiliki sistem pengairan dan pembuangan kota yang teratur. Cordoba, yang pernah menjadi ibu kota Al-Andalus, terkenal dengan kemajuan ilmiahnya pada ilmu kedokteran. Orang-orang Andalusia telah mengenal adanya operasi lambung dan sangat ahli dalam operasi katarak. Beberapa alat-alat kedokteran khusus yang digunakan pada saat itu masih digunakan di bidang yang sama pada zaman sekarang.
Universitas pertama di Barat ditemukan di Cordoba, Spanyol. Para ilmuwan dari seluruh dunia datang untuk belajar berbagai ilmu dalam semua bidang ilmu pengetahuan alam dan sosial seperti kedokteran, teknologi pertanian, astronomi, sastra dan ilmu hukum. Kota Toledo adalah contoh lain dari pertukaran antar budaya, dimana Sekolah Penerjemah secara efisien telah berkontribusi pada budaya saling memahami dan bertoleransi.
Di antara banyaknya penemuan yang dikembangkan oleh orang-orang Andalusia adalah Astrolabe yang digunakan untuk menentukan lintang kapal di laut dengan mengukur ketinggian dari matahari siang atau ketinggian meridian dari bintang dengan sudut deklinasi yang diketahui.11 Dengan bantuan astrolabe inilah, Christopher Columbus mampu melakukan perjalanan ke benua Amerika pada 1492.
Convivencia yang merupakan bentuk inter-kultural dan multi-kultural antara orang-orang Yahudi, Kristen dan Muslim di Al-Andalus adalah kunci dari perkembangan sains berbeda yang nantinya memberikan kontribusi bagi kelahiran Renaissance di Italia. Ketika penduduk Al-Andalus lebih condong pada kehidupan spiritualitas mereka, maka saat itu juga kemajuan sains dan teknologi mereka menjadi yang terkuat, serta mempengaruhi orang-orang katolik di kemudian hari.
Menuju abad terakhir Muslim di Spanyol, orang-orang Kristen telah mengadopsi sebagian besar tradisi-tradisi muslim, begitu juga semua penemuan dan kemajuan sains yang telah mereka raih selama lebih dari 800 tahun di semenanjung Iberian.
Sebagai kesimpulannya, penyerangan dari orang-orang Arab adalah sebuah mitos dan mayoritas penduduk Al-Andalus adalah orang-orang pribumi semenanjung Iberian, bukannya orang-orang Arab. Perkembangan peradaban yang membentang selama delapan abad di sana adalah contoh unik dari rasa hormat terhadap budaya dan agama lain. Sebuah model yang dapat kita ambil banyak pelajarannya bagi zaman sekarang.
Karin de Villa adalah seorang Spanyol yang menjadi Profesor di St.Mary’s University, San Antonio.
Diterbitkan di Majalah Fountain edisi 85
Referensi:
1 Kata dalam Bahasa Spanyol untuk menunjukkan koeksistensi, juga dipakai beberapa kali oleh Americo Castro pada Las Tres Culturas atau Tiga Budaya: Yahudi, Kristen dan Muslim yang hidup bersama dalam damai pada masa pemerintahan Islam.
2 Salah satu sejarawan kontemporer terkenal yang merupakan kepala Universitas Autónama de Madrid.
3 De La Guardia, Carmen. Lecture: Yahudi, Kristen dan Muslim di Spanyol dan Amerika Latin. Sekolah Middlebury Spanyol, Madrid,2006.
4 Don Quijote, Spain: Madrid, 2006.
5 Olagüe, Ignacio. La Revolucion Islamica en Occidente. Espana: Cordoba, 2004. 36.
6 Ibid.
7 Historia de Espana, vol. 3. Historia 16 extra XV Madrid, 1980.
8 The Treaty of Orihuela. The Surrender of Orihuela, Spain, 713 C.E. http://cyberistan.org/islamic/treaty713.html. 1
9 De La Guardia, Carmen. Lecture: Jews, Jews, Christians and Muslims in Spain and Latin America. Middlebury College: Spain, Madrid, 2006.
10 Alvarez, Fe Bajo & Pecharroman, Julio Gil. Historia de Espana. Sociedad General Espanola de Libreria. S.A. de Alcobendas: Madrid, 1998. 48.
11 Morrison, J. The Mariner’s Astrolabe. http://www.astrolabes.org/mariner.htm. 2002. 1
Penulis : Prof. Karin de Villa
Discussion about this post