“Apa benar anak-anak kita sebenarnya anak yang nakal?”
Banyak orangtua mengeluh ketika mendapati anaknya yang tidak bisa diam, aktif kesana kemari, cenderung merusak dan susah diatur. Tak sedikit pula orangtua yang merasa frustasi bagaimana menghadapi anaknya yang tidak bisa dikendalikan sehingga berakhir pada simpulan bahwa anak mereka adalah anak yang bermasalah. Banyak orangtua yang terlalu khawatir dengan perilaku anaknya yang tidak lazim dilakukan. Padahal, jika kita menelusuri bagaimana cara berpikir anak serta tahapan-tahapan pekembangannya, mungkin kita tidak perlu terlampau khawatir pada anak kita yang nakal karena sebenarnya mereka sedang berada pada fase aktif.
Nah, bagaimana jika anak kita tidak sesuai dengan tahapan perkembangannya? Para ahli perkembangan anak menyatakan bahwa setiap anak berkembang secara unik, mereka menyebutnya sebagai individual differences, sehingga tidak ada satupun ciptaan Allah di dunia ini yang mirip 100 persen, bahkan pada anak kembar identik sekalipun. Ada anak yang berbakat di bidang akademik, ada yang berprestasi pada bidang olahraga, ada pula anak yang perkembangan spiritualnya sangat baik. Masingmasing mempunyai karakteristik perkembangan dan pola yang berbeda-beda.
Ada anak yang pendiam, ada anak yang aktif, ada pula anak yang skeptis, bahkan anarkis. Mereka mempunyai cara berpikir yang berbedabeda dan bakat bawaan yang berbeda pula. Apakah bijaksana ketika ada orangtua yang memiliki anak dengan ke-‘spesial’-annya masingmasing, lalu memarahi dan menekan anak dengan sikap dan perilaku yang tidak manusiawi? Sebagai contoh, anak pertama mempunyai intelegensi yang cemerlang, dengan capaian akademik skolastik yang menakjubkan. Sehingga prestasi-prestasi akademik telah banyak dia torehkan. Sedangkan anak kedua mempunyai cara berpikir yang berbeda. Dia tidak menyukai akademik formal yang skolastik, cenderung pada visual-spasial yang kuat. Sebenarnya, tidak ada yang salah dengan anak-anak seperti ini, sesungguhnya mereka hanya mempunyai kecenderungan menerima informasi secara visual (penglihatan) dan sensor lain saja ketika belajar.
Pada fitrahnya, ketika baru dilahirkan anak mempunyai kecenderungan menjadi manusia yang visual learner daripada auditory learner karena fase ini didominasi oleh belahan otak kanan. Seiring perkembangan anak di kisaran usia 5-6 tahun, cara penerimaan itu akan berubah. Selanjutnya ia akan cenderung lebih menjadi auditory learner. Perubahan ini terjadi sebagai akibat berubahnya dominasi otak yang semula didominasi belahan otak kanan ke belahan otak kiri yang cenderung mengatur auditory.
Namun, sebagian anak tidak mengalami perpindahan di rentang usia tersebut, ada sekitar 15 persen anak yang mengalami perkembangan kapasitas yang besar pada belahan otak kanannya, yang menjadikan mereka tidak mengalami fase perpindahan dominasi otak dari belahan kanan ke belahan kiri. Walau demikian bukan berarti bahwa belahan otak kirinya mengalami ketidaknormalan perkembangan. Dia berkembang normal juga, namun mengalami ketertinggalan atau bahkan kelak juga akan berkembang dengan kapasitas yang besar juga. Yang semula dia berkembang sebagai anak visual-spasial learner yang kuat, akan berkembang menjadi visual-spasial learner yang kuat dan juga auditory learner yang kuat pula.
Anak berkecenderungan visual-spasial learner seringkali terlihat seperti anak yang tidak terfokus dan tidak terkonsentrasi karena matanya selalu berputar-putar melihat-lihat sekelilingnya. Ini diakibatkan oleh gaya berpikirnya yang simultan, global-detail, dan cepat, sehingga cara pengambilan informasi seperti ini tidak terlalu harus menggunakan konsentrasi setinggi sebagaimana secara auditif. Bagi sebagian orangtua ada anggapan anak-anak seperti ini akan bermasalah karena terlihat tidak dapat berkonsentrasi dengan baik. Padahal anak-anak seperti ini mempunyai kelebihan tersendiri seperti bakat kreatif, teknik, mekanik, dan spiritual yang luar biasa. Dia juga dapat membangun suatu pemecahan masalah secara unik dengan caranya sendiri. Walaupun anak-anak ini mempunyai prestasi yang naik-turun, sangat sensitif terhadap sikap guru, serta late bloomer (anak-anak yang perkembangan kemampuan bahasa, ketrampilan dan interaksi sosialnya lebih lambat).
Orangtua yang bijak tidak akan membandingkan anak dengan kakak/adiknya atau membandingkan dengan anak sebaya lainnya. Karena secara psikologis tidak ada anak yang mau dibanding-bandingkan. Orangtua yang bijak adalah mereka yang menerima apapun keadaan anak-anaknya. Bersabar dalam mendampingi tumbuh kembangnya, melakukan pendampingan dan perhatian yang cukup, serta memberikan stimulasi dan pendidikan yang tepat sesuai dengan tahapan tumbuh kembangnya. Jika kita mendapati anak-anak dengan kecenderungan terlihat sebagai anak yang “nakal” dalam perspektif orang pada umumnya, jangan tergesa-gesa untuk melabeli anak dan mengintervensi secara negatif. Seyogyanya kita melihat perspektif lain dari segi hakikat, mengapa anak yang bersangkutan melakukan tindakan tersebut. Sebagai contoh, orangtua terkadang tersulut untuk memarahi anak ketika anak berulang kali membongkar dan merusak mobil mainannya. Daya tahan mobilmobil mainannya hanya berdurasi hitungan hari karena ulah si anak. Tetapi orangtua terkadang lupa bahwa anak sedang bereksperimen bagaimana cara membongkar-pasang mobilmobilannya, bagaimana teknis kerja mobilmobilan, komponen rangka, dan sebagainya.
Kasus lain, orangtua merasa geregetan ketika anak-anaknya terlalu aktif di luar dan sulit dikontrol, padahal keaktifannya merupakan caranya untuk belajar dan bereksplorasi, sehingga sangat membantu perkembangan, pengalaman, dan kematangannya. Mereka sebenarnya bukanlah nakal, namun karena mereka banyak akal, yang menjadikan anak tersebut selalu aktif, mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi, dan suka bereksplorasi atau bahkan menyukai tantangan-tantangan yang terkadang membahayakannya. Orangtua kadang juga merasa malu kepada anak yang suka bertanya yang tidak-tidak atau tentang hal-hal yang memalukan, padahal bisa jadi hal ini dikarenakan rasa ingin tahunya yang tinggi dan keinginannya untuk memaknai sesuatu. Begitupun kepada anak yang tidak sabaran, keras kepala, tidak suka disela, dan lupa kewajiban saat sedang berkonstrasi. Pada anak tipe ini ada faktor kuat terkait kecenderungan dirinya memiliki kecerdasan istimewa karena kemampuan konsentrasinya intensif, mencurahkan perhatian besar pada sesuatu dan sulit dibelokkan dari hal yang dia minati.
Kembali pada kondisi anak dengan kecenderungan visual-spasial learner, biasanya mereka mempunyai kelemahan dalam manajemen waktu. Mereka dapat melamun berjam-jam, mengkhayalkan sesuatu, atau sibuk dengan kegiatan yang dilakukannya tanpa ingat waktu. Selain itu mereka seringkali mengalami kesulitan untuk melakukan kegiatan secara teratur dan tepat waktu. Ia juga akan mengalami kesulitan untuk berpikir secara sekuensial, bingung dengan instruksi banyak yang harus dijalankannya secara berurutan. Misalnya ketika kita meminta anak dengan mengatakan, “Ayo ambil kertas, ambil krayon, duduk di meja depan, dan buat gambar.” Cara seperti ini akan membuatnya bingung, dia lupa apa yang harus diambilnya. Anak perlu diberitahu tujuannya terlebih dahulu, yaitu akan menggambar “pemandangan” misalnya, maka secara otomatis dia dapat mengorganisasikan dirinya, mencari kertas, krayon, tempat duduk, dan melakukan tugas menggambarnya.
Jadi, jangan heran ketika anak-anak visualspasial learner akan merasa sulit, berat dan kelelahan ketika berada di kelas yang konvensional, karena cenderung menggunakan metode secara verbal. Ini menjadikan prestasi akademiknya tidak secemerlang anak auditory learner yang kuat dalam kemampuan detail, bertahap, berurutan, dan teratur. Orangtua dengan anak visualspasial juga seringkali khawatir dengan anaknya ketika awal-awal masuk sekolah. Karena anakanak ini biasanya mengalami kelemahan dalam perkembangan motorik halusnya, hal ini sering ditandai dengan tulisan tangannya yang kurang baik. Anak membutuhkan banyak waktu untuk menulis menggunakan tangan karena cara berpikirnya yang simultan global dan berupa bayang-bayang kejadian di kepalanya. Dia harus mengubah bayang-bayang yang ada dikepalanya menjadi bentuk simbol huruf dan kalimat lalu menyusunnya secara berurutan menjadi kalimat yang berarti. Karenanya anak akan tertinggal terus saat harus menulis, atau beberapa kalimatnya terpotong dan tidak lengkap. Seringkali mereka juga mengalami kesalahan pada pemakaian imbuhan, awalan, dan ejaan.
Tidak sedikit dari anak visual-spasial learner juga disangka mempunyai kecerdasan yang kurang baik pada masa awal sekolah lanjutan karena mendapat nilai yang jelek untuk pelajaran matematika sederhana seperti aritmatika dan aljabar. Namun, dia akan lebih sukses di kelas yang lebih tinggi pada pelajaran matematika yang membutuhkan kemampuan pandang ruang seperti geometri, stereometri, kalkulus dan fungsi integral. Sebenarnya anak seperti ini mempunyai banyak kelebihan. Mereka mengutamakan pola berpikir konsep, sebab akibat, hubungan, memecahkan suatu permasalahan, dan mencarikan solusinya. Bahkan mereka mampu mempelajari konsep yang rumit secara mudah, namun sebaliknya justru kadang kesulitan pada pekerjaan yang mudah. Anak-anak ini sangat baik dalam melihat berbagai hubungan dan memori jangka panjang, dapat pula berkreasi dengan metode yang unik dalam mengorganisasikan sesuatu.
Setiap anak mempunyai kelebihan masingmasing. Tokoh pendidikan dan psikologi yang masyur, Howard Gardner mengungkapkan bahwa semua anak unik dan memiliki caranya sendiri untuk memberikan kontribusinya dalam sebuah masyarakat. Setiap anak memiliki semua komponen kecerdasan, memiliki sejumlah kecerdasan gabungan yang kemudian secara personal menggunakannya melalui cara yang khusus. Ada beberapa jenis kecerdasan yang bisa dimiliki setiap anak, yaitu kecerdasan linguistik, logis-matematik, intrapersonal, interpersonal, musik, visual-spasial, kinestetik, naturalis, eksistensial, dan spiritual. Setiap anak mempunyai salah satu atau lebih, yang menonjol dari berbagai jenis kecerdasan tersebut. Memaksimalkan kecerdasan dan bakat yang menonjol akan menjadi bekal bagi kesuksesan anak di kemudian hari. Ada baiknya orangtua tidak hanya terpaku pada salah satu kelemahan anak, tapi melupakan bakat dan kelebihan yang sebenarnya telah dimiliki anak.
Memang, di sisi lain ada kasus-kasus seperti Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dengan beragam jenisnya, seperti gangguan motorik, gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, gangguan emosi, hiperaktif, autis, dan sebagainya. Tapi, ABK-pun sudah seharusnya untuk di-treatment dengan baik agar berkembang dengan optimal. Tidak ada alasan untuk tidak memberikan stimulasi dan pendidikan yang baik untuk anak-anak kita. Jika kita menilik contoh dari kehidupan Thomas Alfa Edison misalnya, ia mempunyai kesulitan mendengar, kemudian gurunya melabeli bahwa dia tidak bisa mengikuti pelajaran di sekolah, tapi berkat stimulasi dan dukungan orangtuanya yang konsisten, dunia ini terbantu dengan penemuan lampu pijarnya. Ada pula kisah Hellen Keller yang lebih ekstrim, ia mempunyai gangguan penglihatan dan pendengaran sekaligus. Tetapi, kemudian memiliki prestasi besar sebagai penulis, aktivis, dan dosen di Amerika. Berkat stimulasi yang baik dari orangtua dan dorongan orang terdekatnya, ia menjadi salah satu tokoh kemanusiaan terbesar abad ke-20. Hellen Keller mampu mendirikan American Foundation for the Blind dan American Foundation for the Overseas Blind walau memiliki keterbatasan dalam penglihatan dan pendengaran.
Mempunyai buah hati merupakan sebuah anugerah. Amanah yang diberikan Tuhan yang harus dijaga. Nah, apakah kita akan menjadi orangtua yang bijak terhadap anak-anak yang memiliki perilaku spesial??? Semoga!
***
Yubaedi Siron adalah seorang pengajar di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah, – Jakarta, yang aktif menulis dan membuat vlog parenting tips dengan judul “Alanak”.
Referensi:
- Julia Maria van Tiel & Endang Widyorini, Deteksi & Penanganan Anak Cerdas Istimewa (Anak Gifted) Melalui Pola Alamiah Tumbuh Kembangnya, Prenada Media, 2014.
- Kirk, Gallagher, Coleman & Anastasiow, Educating Exceptional Children, Wadsworth Publishing, 2009.
- Abdullah Nasih ‘Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, 2004.
Discussion about this post