Setelah ‘’Kalimat-kalimat sakral’’ selesai dirangkai dalam ekspresi sebuah tulisan, maka ia akan berjumpa dengan sebuah seni bercita rasa halus lainya. Sebagai hasil dari pertemuan indah semacam ini, maka beberapa seni seperti Ebru, Tezhib [1], ilustrasi, dan penjilidan pun mulai terwujud. Seni Ebru sampai pada puncaknya pada abad ke-16 Masehi, yakni ketika peradaban Kesultanan Utsmani tengah berada dalam periode paling gemilangnya. Selanjutnya seni ini pun menjadi jalan mulus bagi pengenalan karya seni yang unik ini.
Sebagai bagian dari salah satu kesenian nasional Turki, Ebru dihasilkan dengan cara memindahkan lukisan pada sebuah kertas khusus, yakni sebuah desain yang dibentuk dengan menaburkan pewarna pada air yang pekat. Sebenarnya masih menjadi perdebatan tentang akar kata ‘’Ebru’’ itu sendiri. Ada yang mengatakan bahwa Ebru berasal dari kata ‘’ebr’’ (mirip awan), ‘’ab-ru’’ (permukaan air) dalam bahasa Persia, atau ‘’ebre’’ (bergelombang) dalam bahasa Chagatai. Dikarenakan penampakannya yang berwarna-warni dan berpola khas, maka ia dikenal dengan sebutan marmor papier, papier marbre, atau marbled paper dalam bahasa Inggris dan Eropa, serta waraq al-mujazza dalam bahasa Arab, yang berarti kertas marmer.
Seni Ebru yang diyakini berasal dari Bukhara (Uzbekistan, Asia Tengah) ini, sampai ke wilayah Anatolia dan Istanbul pada abad ke-18 atau ke-19 melalui Iran, lewat Jalur Sutra. Sebagaimana seni buku lainnya, Ebru mengalami perkembangannya di Istanbul dan mencapai kematangannya pada abad ke-16, lalu mengalami masa kecemerlangannya pada abad ke-17. Karya-karya Ebru yang dibuat di Istanbul pada masa itu cukup untuk memenuhi semua pesanan yang datang dari berbagai negara di Eropa.
Karya Ebru tertua yang pernah ada kini berada di perpustakaan Universitas Istanbul. Diperkirakan bahwa karya tersebut dibuat sebelum tahun 1519 M. Potongan lain Ebru yang dipercaya telah dibuat pada tahun 1539 M kini disimpan di Istana Topkapı, Istanbul. Sangat sulit untuk menelusuri informasi tentang seniman Ebru di periode awal (kecuali seniman Ebru yang ada pada periode akhir Kesultanan Utsmani) dikarenakan tidak adanya tradisi membubuhkan tanda tangan seniman pembuat di karyanya pada masa itu. Syebek Mehmet Efendi, Hatip Mehmet Efendi, Syeikh Sadık Efendi, Nafiz Efendi, dan Hezarfen Ethem Efendi merupakan nama-nama seniman Ebru kenamaan yang hidup pada periode awal Kesultanan Utsmani. Sementara nama-nama seperti Necmettin Okyay, Sami Okyay, Sacit Okyay, Abdul Kadir Kadri Efendi, dan Mustafa Duzgunman merupakan para seniman Ebru yang hidup pada periode awal terbentuknya Republik Turki. Kini, di era ketika kesenian Ebru menjadi semakin terkenal seperti saat ini, terdapat banyak sekali seniman Ebru kontemporer yang dapat kita temui di Turki.
Pada periode awal, seniman Ebru membuat sendiri hampir semua alat yang mereka gunakan. Bahan-bahan yang digunakan adalah kertas, kitre (suatu bahan yang mirip getah, dibuat dari empedu sapi), meja, bensin, perlengkapan jarum, sisir, pewarna, dan sikat. Pewarna yang digunakan pada seni Ebru adalah zat anti air. Pada Ebru tradisional digunakan pigmen-pigmen tanah. Pigmen tersebut ditumbuk pada dasar marmer dengan menggunakan batu ukiran tangan yang disebut ‘’destezeng’’. Kemudian bahan-bahan itu ditaruh ke dalam sebuah mangkuk lalu dicampur dengan air dan empedu. Campuran itu lalu dibiarkan selama beberapa waktu hingga mencapai kekentalan yang diinginkan. Masa menunggu ini bisa mencapai beberapa minggu hingga beberapa tahun, bergantung pada tipe dan kualitas pewarnanya. Dikarenakan tingkat kesulitan dalam mempersiapkannya itulah, maka teknik ini hampir benar-benar telah digantikan dengan produk-produk siap pakai.
Ebru dikategorikan berdasarkan desain dan motif yang digunakannya. Berbagai gaya motif Ebru dapat dihasilkan dengan cara memainkan zat warna di atas permukaan air. Gaya-gaya Ebru tersebut antara lain adalah motif ‘’pasang’’, ‘’syal’’, ‘’bergaris’’, ‘’bülbül yuvası atau sarang burung bulbul (menggambar spiral dari arah luar ke dalam)’’, ‘’hatip (menggambar lingkaran konsentris dengan tetesan air )’’ dan ‘’bunga’’. Berbeda dengan gaya Ebru yang lainnya, Ebru Battal dibuat tanpa memanipulasi warna sama sekali dan memindahkannya ke kertas secara langsung.
Untuk dapat menentukan keindahan sebuah karya Ebru, maka terdapat 3 sudut pandang yang harus dipertimbangkan. Hal tersebut adalah hav, nimbus, dan desainnya. Hav merupakan ketinggian teknik pewarnaan di permukaan air. Ia akan terasa seperti beludru saat disentuh menggunakan jari. Hav terbaik hanya didapatkan dengan teknik pewarnaan yang terbuat dari tanah. Nimbus adalah lingkaran putih berkilau di sekitar tiap tetes pewarnaan. Hal ini dapat dihasilkan dengan adanya zat empedu yang ditambahkan ke dalam zat warna. Sedangkan desain adalah tampilan keseluruhan Ebru, yang tersusun dari distribusi warna, perpaduan, bentuk, serta letak dan ukuran motif. Di zaman modern ini, terdapat banyak sekolah Ebru. ‘’The Turkish Art of Ebru’’ merupakan salah satu contohnya. Ratusan seniman Ebru mempertunjukkan karya seni Ebru dengan gaya khas mereka masing-masing. Kini, kebanyakan seniman Ebru mempraktikkannya sebagai sebuah seni yang mandiri. Selain itu, Ebru juga digunakan bersama-sama dengan seni miniatur, kaligrafi, tezhib, dan bentuk seni lainnya seperti lukisan. Sayangnya, dalam beberapa tahun terakhir pembuatan Ebru untuk penjilidan buku mulai menurun.
Terdapat berbagai argumen yang memperbincangkan tentang hubungan antara Ebru tradisional dengan Ebru modern. Ketika beberapa seniman Ebru lebih sensitif dengan keberadaan sekolah tradisional, maka justru sebagian yang lain lebih bebas dalam penggunaan alat dan tekniknya. Sebenarnya tak ada gunanya memperdebatkan mana yang lebih baik. Terdapat ratusan seniman Ebru di seluruh dunia yang mempraktikkan seni ini sesuai dengan gaya yang mereka inginkan. Apakah pekerjaannya dikagumi atau tidak, itu tergantung pada para pecinta seni. Mungkin saja sebuah teknik atau sekolah yang saat ini tidak terlalu menarik perhatian, akan dapat lebih diminati di masa depan. Di masa kini, Seni Ebru telah mengalami periode kebangkitannya. Baik di Turki maupun di negara-negara lain di dunia, minat pada seni Ebru ini semakin meningkat. Bersamaan dengan kenyataan bahwa terdapat banyak seniman Ebru yang semakin terlatih, maka terdapat pula banyak peningkatan teknik dan sekolah-sekolah Ebru baru yang muncul.
Keterangan :
- Tezhib adalah seni mendekorasi atau ilustrasi bagian pinggir halaman Al-Qur’an atau buku-buku penting dengan lukisan motif floral. Warna yang menonjol biasanya warna emas dengan kombinasi warna-warna lainnya.
Ditulis oleh : Dr. Musa Saracoglu
Diterbitkan pada Majalah Mata Air Vol. 6 No. 23
Discussion about this post