• Privacy & Policy
  • Kontak
  • Tentang Kami
    • Profil
    • Redaksi dan Manajemen
    • Dewan Penasihat
  • Mata Air di Dunia
    • Arabic
    • Deutsch
    • English
    • Spanish
    • Turkish
  • FAQ
  • Kirim Artikel
  • Karir
Saturday, June 14, 2025
  • Login
Majalah Mata Air
Advertisement
  • Home
  • Rubrik
    • Sains
    • Budaya
    • Spiritualitas
  • Penulis
    • Amany Lubis. Prof. Dr.
    • Astri Katrini Alafta. S.S. M.Ed.
    • Gumilar Rusliwa Somantri. Prof. Dr.
    • Ilza Mayuni. Prof Dr.
    • Irfan Yilmaz. Prof. Dr.
    • Khoirul Anwar. Dr. Eng.
    • Muhammad Luthfi Zuhdi
    • Nabilah Lubis. Prof. Dr.
    • Qoriah A. Siregar. Dr.
    • Semiarto Aji Purwanto. Prof. Dr.
    • Riri Fitri Sari. Prof. Dr. Ir.
    • Tegar Rezavie Ramadhan. S.K.M. M.Pd.
  • Event
  • Tetes Mata Air
  • Arsip
  • Berlangganan
  • Produk Kami
    • Buku Digital
    • Majalah Digital
    • Mata Air dalam Genggaman
  • Semua Membacanya 2026New!!!
    • Pendaftaran Semua Membacanya 2026
    • Galeri Semua Membacanya
      • Galeri SM24
      • Galeri SM23
No Result
View All Result
  • Home
  • Rubrik
    • Sains
    • Budaya
    • Spiritualitas
  • Penulis
    • Amany Lubis. Prof. Dr.
    • Astri Katrini Alafta. S.S. M.Ed.
    • Gumilar Rusliwa Somantri. Prof. Dr.
    • Ilza Mayuni. Prof Dr.
    • Irfan Yilmaz. Prof. Dr.
    • Khoirul Anwar. Dr. Eng.
    • Muhammad Luthfi Zuhdi
    • Nabilah Lubis. Prof. Dr.
    • Qoriah A. Siregar. Dr.
    • Semiarto Aji Purwanto. Prof. Dr.
    • Riri Fitri Sari. Prof. Dr. Ir.
    • Tegar Rezavie Ramadhan. S.K.M. M.Pd.
  • Event
  • Tetes Mata Air
  • Arsip
  • Berlangganan
  • Produk Kami
    • Buku Digital
    • Majalah Digital
    • Mata Air dalam Genggaman
  • Semua Membacanya 2026New!!!
    • Pendaftaran Semua Membacanya 2026
    • Galeri Semua Membacanya
      • Galeri SM24
      • Galeri SM23
No Result
View All Result
Majalah Mata Air
No Result
View All Result
Home Budaya Resonansi

Sunyi dalam Eksistensi

Astri Katrini Alafta M.Ed., C.Ht.

by Astri Katrini Alafta. S.S. M.Ed.
8 months ago
in Resonansi
Reading Time: 10 mins read
Share on WhatsappShare on FacebookScan and read on your phone

Pada tahun 2009 di Argentina, seorang bintang pop bernama Virginia da Cunha memenangkan gugatannya di pengadilan melawan mesin pencari Google dan Yahoo, meski sayangnya di kemudian hari kasus tersebut ditinjau ulang pengadilan setempat. Ya, kasus unik ini dilayangkan atas tuntutan bintang tersebut karena merasa dirinya tidak lagi mau memiliki kenangan tak mengenakkan di mesin pencari tersebut. Tuntutan yang kemudian dikenal menjadi kasus awal yang menuntut adanya hak hukum untuk dilupakan (The Right to be Forgotten) ini pada akhirnya mendorong Eropa untuk juga melegalisasi hak tersebut. Hingga tahun 2014, Pengadilan Keadilan Uni Eropa (CJEU, Court of Justice of the European Union) menemukan dalam Petunjuk Perlindungan Data UE tentang keberadaan “hak” ini. Ini berarti, sebagai pengontrol data Google harus menghormati hak individu untuk dapat mengontrol data mereka sendiri. Sejak keputusan tersebut keluar, ada lebih dari 2,5 juta permintaan dari Eropa pada Google untuk menghapus informasi mereka. Hanya sekitar 43% dari permintaan ini yang dikabulkan, sementara sisanya tidak dapat dipenuhi oleh mesin pencari tersebut.1

Hal ini sebenarnya adalah perasaan fitrah yang bisa dirasakan dan dialami oleh semua orang. Setiap orang berhak untuk berubah menjadi lebih baik, dan berhak pula untuk melupakan kenangan masa lalu yang akan mengingatkan pada keburukan dan kekhilafannya. Terlebih lagi jika berita atau informasi yang tersebar adalah hal bohong atau fitnah yang sengaja dibuat oleh pihak tertentu. Akan tetapi, sayangnya terkadang kita tidak cukup bijak untuk menyaring apa yang akan kita tampilkan kepada khalayak di dunia maya. Kemampuan memilah dan memilih terkadang bahkan terkalahkan oleh rasa ingin tampil, atau eksis. Ketenaran semu, keinginan untuk viral adalah sebuah penyakit abad ini yang bahkan sering kali tak terdeteksi ada pada awalnya dan baru disesali setelah terkena akibatnya.

 

Eksistensi dan Industri Bernama Media Sosial

RelatedArticles

Kurban Terbaik untuk Mustahik

Mengapa Manusia Menolong?

Ada banyak hal yang mendorong seseorang untuk selalu menampilkan aktivitas, keseharian, bahkan semua kegiatan remeh-temehnya sekali pun, seperti keinginan untuk bisa eksis, dikenal, mendapat perhatian dari banyak orang, menjadi tenar, bahkan populer. Ada pula sebagian orang yang merasa jika membagi foto, informasi, komentar, dan status adalah kebutuhannya untuk tampil, hadir, agar memberikan kepuasan tersendiri bagi dirinya. Secara etimologi, kata eksistensi berasal dari bahasa Prancis Kuno “existence” dan bahasa Medieval Latin “existentia” atau “existere” yang berarti muncul, ada, timbul, memilih keberadaan aktual.2

Keinginan manusia untuk terdepan, tampil, dan dikenal ini pada akhirnya difasilitasi oleh maraknya kehadiran media sosial yang ada sebagai bagian dari kemajuan teknologi. Facebook, Instagram, TikTok, dan Twitter adalah beberapa media sosial yang menjadikan keinginan eksis ini terpenuhi. Lama-kelamaan media sosial telah menjadi platform yang menyertai keseharian masyarakat. Di Indonesia, Instagram menjadi media sosial yang memiliki jumlah pengguna aktif terbanyak kedua, yakni sejumlah 86,5%, setelah Whatsapp yang mencapai 92,1% dari populasi 212,9 juta pengguna internet. Jangan heran jika pada akhirnya fenomena media sosial ini telah semakin terarah menjadi sebuah industri yang menguntungkan banyak pelaku ekonomi. Sebagai contoh, pada tahun 2022 total pendapatan yang diperoleh industri perawatan diri dan kecantikan di Indonesia mencapai US$ 7.23 miliar atau sekitar lebih dari 111 triliun Rupiah, yang 15,8%-nya didapatkan atas penjualan produk secara daring menggunakan media sosial.3

Angka yang menunjukkan penggunaan media sosial semakin hari semakin tinggi. Bahkan pada tahun 2026, diperkirakan 81,82% masyarakat Indonesia memiliki media sosialnya sendiri.4  Sementara berdasarkan data dan tren pengguna internet dan media sosial, pada tahun 2023 ada 5,16 miliar pengguna internet di seluruh dunia, dengan pengguna media sosial aktif sejumlah 4,76 miliar. Dan dari jumlah ini, 167 jutanya adalah dari Indonesia dengan rata-rata waktu penggunaan internet selama 7 jam 42 menit dan 3 jam 18 menit.

Sementara secara spesifik, alasan penggunaan media sosial adalah untuk berhubungan dengan teman dan keluarga, mengisi waktu luang, mengetahui apa yang dibicarakan orang lain, dan mencari inspirasi tentang apa yang akan dilakukan atau produk tertentu yang akan digunakan.5

Kenyataan bahwa hasrat manusia untuk tampil ke muka pada akhirnya telah dipakai juga menjadi bagian psikologis untuk memenangkan sebuah strategi penjualan. Pada buku berjudul Buzz Marketing, Mark Hughes menuliskan bahwa ada 5 pendekatan yang akan membuat orang segera menekan tombol klik, tertarik dengan konten, hingga mendukungnya menjadi viral, yakni: 1.Tabu, 2. Tidak biasa, 3. Keterlaluan (melewati batas nalar, tak biasa), 4. Sangat lucu, 5. Rahasia.6 Melihat hal ini, maka tak heran jika semakin hari semakin banyak sekali konten-konten tabu, tak pantas, di luar nalar, bahkan yang seharusnya rahasia atau privasi, diangkat menjadi konsumsi publik sehingga pada akhirnya kepekaan manusia pun menjadi berkurang. Pengembangan konten, model bisnis, strategi produksi, dan distribusi berubah pada kecepatan yang terus meningkat. Masyarakat ditantang untuk selalu mengembangkan konten dan cara-cara baru untuk menjangkau audiens-nya sehingga tak ayal abad ini disebut sebagai era Ledakan Informasi ke-7.7

 

Sibuk Mengemuka Membuat Manusia Tak Lagi Peka

Seiring perkembangan ini, muncul kekhawatiran bahwa kebanyakan orang, terutama remaja, sudah tidak lagi mengembangkan keterampilan untuk berkomunikasi dan membangun hubungan sosial. Pasalnya, mereka hanya berinteraksi melalui fitur sistem media sosial seperti status dan teks. Kehalusan berbahasa juga menjadi hilang karena platform tersebut yang memungkinkan manusia dapat terhubung di mana saja tanpa adanya batasan dan tidak harus langsung bertemu secara fisik, yang membuat orang cenderung lebih kasar dan tidak merasa harus menjaga perasaan siapa pun yang dikomentarinya.

Kekhawatiran serupa juga muncul tentang hubungan sosial di tempat umum seperti restoran dan taman, yang individu-individu dalam kelompok tersebut hadir tetapi mengabaikan satu sama lain karena fokus pada perangkat seluler masing-masing. Kondisi ironi ini mengarahkan bahwa hubungan daring yang diaktifkan media sosial lama-kelamaan dapat menggantikan dan merusak interaksi dan hubungan sebenarnya di dunia nyata. Mengakhiri sebuah hubungan di lingkungan media sosial pun dapat dilakukan tanpa banyak usaha atau keterlibatan personal. Dalam kondisi ini, individu menginginkan agar aliran komunikasi yang tidak menarik, membosankan, atau tidak diinginkan berhenti dengan hanya menarik diri dari kontak tersebut begitu saja.8  Sistem media sosial menyediakan berbagai kemudahan fitur yang mendukung penggunanya untuk mengurangi frekuensi interaksi, mengubah fitur keamanan dan visibilitas, atau memblokir sepenuhnya. Hal-hal seperti ini, meski secara teknologi tampak biasa dan lumrah, tentu akan berbeda jika dipraktikkan secara luring. Dalam kehidupan nyata, kita tidak bisa seenaknya berkomentar pada kondisi seseorang, sebagaimana tidak bisa pula begitu saja pergi meninggalkan seseorang tanpa penjelasan yang tepat.

Konten mukbang, atau makan berlebihan, merupakan salah satu fenomena yang biasa berseliweran di ranah media sosial. Meski tampak mengasyikkan, lama-kelamaan konten-konten tersebut tak lagi sekadar memberi informasi kuliner, sayangnya telah menjadi cara manusia mengikis empati dan adabnya. Bisa dipikirkan jika jangankan makan berlebihan dengan lahap hingga mengeluarkan bunyi di hadapan orang lain, bukankah sesungguhnya pada adab kita tawaduk saat makan adalah sebuah contoh dari sang Nabi ﷺ. Sabda Beliau ﷺ, “Aku tidak pernah makan sambil bersandar. Aku hanyalah seorang hamba. Aku makan sebagaimana layaknya seorang hamba dan aku pun duduk sebagaimana layaknya seorang hamba.”9

 

Status yang Rawan Riya & Sumah

‘Tiada hari dan tiada kegiatan tanpa status’ sekarang telah menjadi fenomena manusia modern. Sedang bahagia, marah, benci, bahkan sedih pun menjadi bahan bagi status seseorang. Lebih parahnya lagi, sering kali pula status menjadi bahan dibagikannya informasi yang tidak jelas keabsahan, apalagi  kebenarannya. Sebuah studi pada 123 siswa SMK di DKI Jakarta baru-baru ini menunjukkan bahwa terdapat kaitan antara intensitas, gender, dan jumlah media sosial yang dipakai siswa terhadap rasa narsismenya. Bahkan penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat narsisme dan kecanduan media sosial pada siswa laki-laki lebih tinggi daripada pada siswi perempuan.10 Riset lain pada 23.532 orang Norwegia berusia 16-88 tahun menunjukkan bahwa ketergantungan pada sosial media akan mengarahkan pada narsisme dan justru menurunkan rasa percaya dan harga diri seseorang.11

Jika pengunggah status rawan terhadap bahaya riya dan sumah, sebaliknya mereka yang sering melihat status kejayaan orang lain pun tak bebas dari dampak negatifnya, antara lain berupa menurunnya rasa penghargaan pada diri sendiri dan kemampuan untuk mengembangkan diri. Harus diingat bahwa harga diri adalah perpaduan dari dua variabel: penghargaan pada diri sendiri dan rasa percaya diri individu tersebut.12 Sebuah penelitian di Karachi yang melibatkan sekitar 150 partisipan menunjukkan secara jelas bahwa ada pengaruh negatif dari paparan Facebook terhadap harga diri seseorang. Pada awalnya siswa-siswi menggunakan situs jejaring sosial ini untuk mendapatkan informasi, komunikasi, membangun, serta memelihara hubungan. Akan tetapi, sebagian besar orang pada akhirnya membuat perbandingan dirinya dengan kondisi orang lain. Perbandingan ke atas membuat iri pada orang lain dan gaya hidup mereka, merasa kurang berkewajiban, serta kurang bersyukur atas karunia yang dimilikinya. Akibatnya, harga diri mereka terpengaruh secara negatif.13

 

Like… Patukan Ular Tak Kentara

Ada sebuah kelengkapan platform media sosial yang biasanya memungkinkan kita untuk memberikan komentar, tanda suka atau like, dan membagi konten tersebut pada akun lainnya. Cara ini, lagi-lagi menggunakan aspek psikologis manusia, terutama nafsunya, untuk digiring pada kesombongan dan keangkuhan. Yang menjadi bahaya lanjutannya adalah like yang tidak didapat bisa pula berpotensi mendatangkan depresi tertentu.

Dampak media sosial, terutama terhadap kesehatan mental, telah diteliti di kalangan remaja berusia 18-23 tahun untuk mengidentifikasi bagaimana media sosial memengaruhi kesehatan mental individu pada rentang usia ini. Selain itu, diadakan pula penelitian yang mempertimbangkan dua kelompok usia: Generasi Milenial (lahir antara 1981-1995) dan Generasi Z (lahir antara 1996-2012), juga untuk membandingkan perbedaan dan kesamaan antara kelompok usia tersebut. Penggunaan platform media sosial tertentu dan kondisi kesehatan mental diukur dengan tujuan keseluruhan dari pandangan yang lebih komprehensif tentang jenis media sosial (Facebook, Instagram, Twitter) dan penggunaan pada tingkat depresi, kecemasan, stres, dan harga dirinya. Temuan awal menunjukkan bahwa individu yang dikategorikan sebagai bagian dari Generasi Z melaporkan dampak yang lebih negatif pada kesehatan mental karena dipengaruhi oleh penggunaan salah satu dari tiga bentuk media sosial tersebut.14

Sebuah studi yang lebih baru ini dilakukan berfokus pada kemungkinan manfaat penggunaan Instagram pada kesejahteraan psikologis di kalangan remaja. Studi ini menggunakan basis wawancara di kalangan remaja untuk mengidentifikasi kemungkinan hubungan antara penggunaan platform dan kesejahteraan. Hasilnya, ditemukan bahwa setelah remaja mendapat like pada foto yang di-posting, terjadi peningkatan penerimaan diri secara pribadi, kesejahteraan psikologis, harga diri, dan citra diri dengan lebih banyak pengakuan sosial. Namun, menurut studi ini, sebagaimana cepatnya penerimaan diri dapat meningkat, secepat itu pula dapat berkurang ketika posting di Instagram tidak memiliki jumlah like yang diinginkan.15 Hal ini tentu saja menunjukkan kerentanan kondisi psikologis seseorang yang mengira mendapatkan eksistensi diri di media sosialnya.

Pada sebuah surat Imam Junaid al-Baghdadi yang ditujukan kepada Abu Ya’qub Yusuf bin al-Husain al-Razi,16 beliau menjelaskan bahwa hamba-hamba istimewa yang dipilih Allah, yang dijadikan sebagai kekasih-Nya, dan yang menuju kepada-Nya, adalah mereka yang fokus dan menjauhi segala sesuatu selain-Nya. Mereka berada dalam limpahan anugerah, terhubung dengan curahan deras dan kebajikan luar biasa. Akan tetapi, kondisi ini tidak akan bisa dilihat oleh hamba mana pun yang di matanya masih bergumul perkara duniawi. Begitu besar peringatan Imam Baghdadi ini hingga beliau menekankan melihat kebodohan menguasai banyak orang, dan beliau melihat perhatian sebagian makhluk hanya tertuju pada dunia. Mereka mencari puing-puing duniawi dan lebih mementingkannya. Akal dan hati mereka telah dibutakan oleh semangat menggelora dalam mencari dunia, teralihkan oleh hasrat untuk mendapatkan secuil nilai dari dunia, seremeh sebuah Like di akun media sosialnya.

 

Anak Bukan Komoditi, Apalagi Ekshibisi

Selain orang dewasa dan remaja, ada satu kelompok manusia yang juga seharusnya terlindungi hak privasinya. Mereka adalah anak-anak dan bayi yang sesungguhnya adalah makhluk Tuhan yang masih sangat maksum tak berdosa. Anak-anak dan bayi yang masih sangat polos dan belum mampu membela dirinya itu sering kali kita langkahi hak-haknya ketika orangtua dan orang dewasa di sekitarnya tidak peka. Seenaknya mereka membagi foto, video, dan aksi mereka di semua akun tanpa sadar bahwa bisa saja si anak kelak saat dewasa tidak menginginkan keberadaannya dibagikan tanpa batas pada semua orang. Terlebih lagi jika hal-hal seperti ini dapat mendatangkan ‘ain atau pandangan yang buruk dari rasa hasad, dengki, atau tatap mata yang membahayakan anak.

Pada efek jangka panjangnya, membiasakan anak berada dalam ranah dunia maya membuat mereka akrab pada pujian dan justru sangat membahayakan kebersihan fitrahnya yang seharusnya dijaga. Lambat laun mereka akan menjadi pengguna media sosial yang intens. Sebuah studi cohort longitudinal terhadap remaja berusia 12-15 tahun di Amerika Serikat yang disesuaikan dengan status kesehatan mental awal mereka menemukan bahwa remaja yang menghabiskan lebih dari 3 jam per hari dalam aktivitas media sosial akan menghadapi risiko dua kali lipat mengalami hasil kesehatan mental yang buruk, termasuk gejala depresi dan kecemasan. Studi ini juga mencatat bahwa ketika diterapkan di keseluruhan populasi perguruan tinggi di AS, pengenalan platform media sosial mungkin telah berkontribusi pada lebih dari 300.000 kasus depresi baru. Jika efek yang cukup besar seperti itu terjadi pada remaja usia kuliah, temuan ini menimbulkan kekhawatiran serius tentang risiko bahaya dari paparan media sosial bagi anak-anak dan remaja yang berada pada tahap perkembangan otak yang lebih rentan.

Selain studi terbaru ini, penelitian korelasional tentang hubungan antara penggunaan media sosial dan kesehatan mental telah menunjukkan alasan kekhawatiran relatif yang lebih tinggi terhadap bahayanya pada anak perempuan dan mereka yang sudah mengalami kesehatan mental buruk, seperti depresi terkait cyberbullying, gangguan pada citra tubuh, dan perilaku makan yang tidak teratur, serta kualitas tidur yang buruk terkait dengan penggunaan media sosial.17

 

“Jagalah Dirimu dan Keluargamu dari Api Neraka!”

Tanggung jawab untuk mengurangi potensi bahaya media sosial tidak boleh hanya berada di pundak orangtua dan pengasuh, karena hal yang telah menjadi permasalahan sosial ini hanya dapat diatasi dengan kerjasama antara pembuat keputusan (pemerintah), pihak yang menjalankan industri, dan pemegang perkembangan teknologi.  Meski demikian, tetap saja keluarga, yakni orangtua, dapat menerapkan beberapa langkah untuk membantu, melindungi, dan mendukung anak-anak, bahkan dirinya sendiri, dari risiko berselancar di media sosial, seperti:18

Membuat sebuah kesepakatan tentang rencana media keluarga. Sebuah perencanaan media keluarga dapat mengarahkan pada diskusi keluarga yang terbuka dan aturan jelas tentang penggunaan media, mencakup topik seperti menyeimbangkan paparan layar/waktu online, batasan konten, dan prinsip untuk tidak mengungkapkan informasi pribadi di media sosial.

Menciptakan zona bebas teknologi dan mendorong anak untuk menjalin persahabatan secara langsung.

Menjadi contoh model perilaku media sosial yang bertanggung jawab secara langsung.

Mengajari anak-anak tentang teknologi dan memberdayakan mereka menjadi peserta daring yang bertanggung jawab di usia yang tepat.

Mengajari anak-anak untuk berani menceritakan jika ada kekerasan, pelecehan, atau eksploitasi di dunia maya.

 

Rasulullah ﷺ  bersabda:

 

اسْتَعِينُوا عَلَى إِنْجَاحِ الْحَوَائِجِ بِالْكِتْمَانِ، فَإِنَّ كُلَّ ذِي نِعْمَةٍ مَحْسُودٌ

 

“Mintalah pertolongan untuk mencapai keinginan-keinginan itu dengan merahasiakannya, sebab kepada setiap orang yang mendapatkan kenikmatan itu ada yang dengki kepadanya.”19

 

Hadis ini memberikan pedoman kepada kita bahwa sesungguhnya saat kita berada dalam masalah atau sedang membutuhkan pertolongan besar dari-Nya, maka menahan diri untuk tidak menyebarkan keadaan tersebut hingga diketahui semua orang, menjauhkannya dari pengetahuan orang lain melalui status adalah sebuah prinsip penting dari konsekuensi keyakinan kita untuk hanya bersandar kepada-Nya. Terlebih lagi jika yang kita bagikan adalah sebuah kenikmatan atau kebahagiaan, tidak cukup bijak pula jika harus segalanya dibagikan meski alasannya adalah tahadduts bi ni’mah, karena Imam al-Munawi rahimahullah berkata, “(Tidak mengapa menyebutkannya), selama menyebutkan nikmat Allah tersebut tidak mengakibatkan bahaya, seperti hasad. Namun jika menimbulkan bahaya, maka menyembunyikan nikmat adalah yang lebih utama.”

Terakhir, mungkin bait-bait puisi ini bisa menjadi pengingat bagi kita bahwa:

Jalan sunyi peniti Rida Ilahi

Tak butuh eksistensi, apalagi pongah jiwa

Status terpenting adalah kondisi hati

Pujian termulia adalah perkenaan-Nya

 

 

Referensi:

  1. History of the Right to be Forgotten. www.clarip.com (clarity in privacy!). United State of America.
  2. Online Etymology Dictionary.
  3. katadata.co.id, Maret 2023.
  4. Yonatan, Agnes Z. Menilik Pengguna Media Sosial Indonesia 2017-2026. Goodstats, Agustus 2024.
  5. https://datareportal.com/reports/digital-2023-indonesia.
  6. Hughes, Mark. Buzzmarketing: Get People to Talk about Your Stuff. Penguin Publishing Group. April, 2008.
  7. Kohle, Friedrich H. The Social Media “Information Explosion” Spectacle: Perspectives for Documentary Producers. Social Media and the Transformation of Interaction in Society. Edinburgh University. 2015, hlm. 173-187.
  8. Butler, Brian S. and Matook, Sabine. Social Media and Relationships. The International Encyclopedia of Digital Communication and Society, First Edition, 2015.
  9. Bukhari, no. 5399.
  10. Syahputra, Yudha., Ifdil., Hafni, Merri., dan Solihatun. Narcissism and Social Media Addiction: Gender, Social Demographics, and Social Media Use. COUNS-EDU-The International Journal of Counseling and Education. Juni 2022.
  11. Andreassen, C.S., Pallesen, S., Griffiths, M.D. (2017). The Relationship between Excessive Online Social Networking, Narcissism, and Self-Esteem: Findings from a Large National Survey. Addictive Behaviours, 64, 287-293.
  12. Branden, N. (2001). The Psychology of Self-Esteem.1st Ed 110. San Francisco: Jossey-Bass
  13. Jan, Muqaddas., Soomro, Sanobia Anwwer., and Ahmad, Nawaz. Impact of Social media on Self-Esteem. European Scientific Journal, vol. 13. Agustus 2017.
  14. Marquez, Mireya and N. J. Karlin, Ph.D. Impact of Social Media on Mental Health : A Look at Cohort Differences, School of Psychological Sciences, University of Northern Colorado Greeley, May 2022.
  15. Cipolletta, Malighetti, Cenedese, & Spoto. How Can Adolescent Benefit from the Use of Social Network? The IGeneration on Instagram. National Library of Medecine, 2020.
  16. Manuskrip no. 227 43a-44b; dipublikasikan oleh Abdul Qadir, hlm. 27-30 via al-Hakim, Souad. Taj al-Arifîn: Junaid al-Baghdadi (Sebelum Tasawuf). Turos, 2023.
  17. Social Media and Youth Mental Health: The U.S. Surgeon General’s Advisory. US Public Health Service 2023.
  18. Idem.
  19. HR. Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir, 20:94.
Tags: gadgetmajalah mata airmata air magazinemedia sosialSosialVolume 11 Nomor 42
Previous Post

Kejutan yang Datang Bersama Zaman

Next Post

Ambisi Pada Kekuasaan

Astri Katrini Alafta. S.S. M.Ed.

Astri Katrini Alafta. S.S. M.Ed.

Related Posts

Qurban
Resonansi

Kurban Terbaik untuk Mustahik

8 months ago
menolong orang
Resonansi

Mengapa Manusia Menolong?

1 year ago
Load More

Discussion about this post

POPULAR POST

  • Taubah, Inabah, dan Aubah

    Taubah, Inabah, dan Aubah

    1276 shares
    Share 510 Tweet 319
  • Ibnu Sina, Seorang Ilmuwan Teladan

    1000 shares
    Share 401 Tweet 250
  • Hewan-hewan yang Menantang Suhu Dingin

    954 shares
    Share 382 Tweet 238
  • Shuffah, Pusat Bagi Para Jenius

    937 shares
    Share 375 Tweet 234
  • Syair Rindu Sang Musafir

    849 shares
    Share 340 Tweet 212

Majalah Mata Air menyuguhkan bahan bacaan untuk mengembangkan cakrawala pemikiran.

Ikuti Kami

Categories

Bulan Terbit

Kesehatan – Ilmu Pengetahuan – Teknologi (Edisi 44)

Kesehatan – Ilmu Pengetahuan – Teknologi (Edisi 44)

November 18, 2024
Tanya Jawab Edisi 44

Tanya Jawab Edisi 44

January 30, 2025
Kata-Kata yang Dipersepsikan Sebagai Gambar

Kata-Kata yang Dipersepsikan Sebagai Gambar

November 18, 2024
  • Tentang
  • Ketentuan
  • Kirim Tulisan

© 2021 Majalah Mata Air - Membaca Kehidupan.

No Result
View All Result
  • Arsip
  • Berlangganan
  • Berlangganan Majalah
  • Blog
  • Buku Digital
  • Cart
  • Checkout
  • Checkout
    • Purchase Confirmation
    • Purchase History
    • Transaction Failed
  • Dashboard
  • Dewan Penasihat
  • Event
  • FAQ
  • FAQ Tetas Mata Air
  • Final Exam Questions and Answers for The Luminous Life of Our Prophet Book
  • Form Berlangganan
  • Form Kirim Artikel Semua Membacanya 2022
  • Galeri SM23
  • Galeri SM24
  • Gallery
  • Hubungi Mata Air
  • Instructor Registration
  • Jenis Pendaftaran
  • Karir
  • Kirim Artikel
  • Kirim Artikel Semua Membacanya 2022
  • Kirim Tulisan
  • Kuis Majalah Mata Air
  • Landing Page SM 24
  • langganan
  • Langganan Individu
  • Langganan Kelompok
  • LCCL Mata Air 2023
  • Liputan
  • Lomba Menulis Artikel
  • Majalah Digital
  • Majalah Mata Air Edisi 1
  • Majalah Mata Air Edisi 2
  • Majalah Tergantung
  • Mata Air dalam Genggaman
  • Mata Air On Air
  • My account
  • Paket Majalah
  • Panduan Semua Membacanya 2026
  • Pembahasan Try Out Cahaya Abadi
  • Pembahasan Try Out Sirah Nabawiyah
  • Pembahasan Ujian Cahaya Abadi
  • Pemenang Lomba Semua Membacanya 2023
  • Pemenang SM21
  • Penulis
  • Penulis
  • Polling Cover Buku “Hening Sejenak”
  • Pre Order Buku Jalan Nabi 3
  • Pre Order Buku Jalan Nabi 3
  • Privacy Policy
  • Produk Kami
  • Produk Mata Air di Playbook
  • Profil
  • Proposal Landing Page
  • Quotes
  • Redaksi dan Manajemen
  • Relawan
  • Rubrik
  • Rubrik
  • Seminar 1
  • Seminar 2
  • Seminar 3
  • Semua Membaca Kehidupan Rasulullah
    • Kuis 1 Lomba Semua Membaca Kehidupan Rasulullah
    • Kuis 2 Lomba Semua Membaca Kehidupan Rasulullah
    • Kuis 3 Lomba Semua Membaca Kehidupan Rasulullah
  • Semua Membacanya
  • Semua Membacanya 2022
  • Semua Membacanya 2023
  • Semua Membacanya 2023
  • Semua Membacanya 2026
  • Shop
  • Soal dan Jawaban Ujian Final SM23 Jalan Nabi
  • Soal dan Kunci Jawaban Fikih Sirah
  • Soal dan Kunci Jawaban Cahaya Abadi 2
  • Soal dan Kunci Jawaban Khulasoh Nurul Yaqin
  • Soal dan Kunci Jawaban Mentari Kasih Sayang
  • Soal dan Kunci Jawaban Sirah Nabawi
  • Soal dan Pembahasan Kuis Seminar 1 SM23
  • Soal dan Pembahasan Try Out Jalan Nabi – SM23
  • Soal dan Pembahasan Try Out The Luminous Life of Our Prophet
  • Student Registration
  • Tentang
  • Terima Kasih
  • Try Out
  • Ujian Final
  • Workshop

© 2021 Majalah Mata Air - Membaca Kehidupan.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

Tanya Admin
Hallo,
Ada yang bisa kami bantu?