Meskipun segala sesuatunya terkadang tak sesuai dengan keinginan hati kita, tetapi adalah sebuah keniscayaan bahwa panji-panji kebenaran mulai berkibar. Sekalipun peristiwa-peristiwa tidak sepenuhnya berjalan sesuai keinginan dan kehendak kita, tetapi tidak ada keraguan bahwa keberadaan desiran semilir angin akan mampu menenteramkan jiwa. Ya, memang benar jika sesekali pahitnya tiupan angin tornado akan datang. Namun di sisi lain, jelas juga bahwa kenikmatan Ilahi datang deras membawa sebuah kegembiraan dan kebahagiaan. Selalu dapat dikatakan bahwa sebagian besar peristiwa-peristiwa terjadi di balik kabut dan asap. Namun juga adalah sebuah kenyataan bahwa dunia kita perlahan-lahan bergeser menuju sebuah iklim musim semi.
Andai sedikit saja kita bisa mengalihkan pandangan dari aspek-aspek yang membentuk fondasi bagi keluhan-keluhan atas kondisi-kondisi yang terjadi di hari ini, lalu berkhayal untuk bisa kembali ke masa lalu meski hanya beberapa langkah saja, maka kita akan bisa melihat dan memahami betapa hari-hari yang tampak sangat suram dan kelam ini, dari perspektif relativitasnya, sejatinya adalah hari-hari cerah, penuh harapan, dan menenteramkan, hingga kita akan dapat tersenyum pada takdir kita sendiri.
Manusia-manusia fakir yang sebelumnya dikelilingi bumi tandus bagai gurun dan langit gulita bak prahara ini, kini negeri orang-orang malang itu seakan-akan berubah menjadi negeri Iram1 dengan langitnya yang memancarkan harapan dari berbagai sisi, semarak dengan mekarnya bunga-bunga berwarna-warni yang memenuhi dataran dan lembahnya, serta dipenuhi oleh insan yang datang dan pergi bak lebah di antara dua alam ini, yang tersadar oleh cahaya untuk merajut sulaman masa depan yang datang dan pergi. Seakan segala sesuatunya menghirup napas kehidupan sembari menerima pesan “al-ba’ts ba’d al-maut2”. Semua penuh sukacita seolah bersenyawa dengan Israfil… air-airnya mengalir menuju musim semi sembari melafalkan “Ya Hayy” dengan gemerciknya yang menggetarkan kalbu. Tanahnya menebarkan keindahan pada mata dan hati dengan jubah hijau rimbunnya di tempat-tempat salju dan es mencair. Desir rasa keberadaan3 yang berpadu dengan semerbak wangi bunga di segenap penjuru mengembuskan kebahagiaan ke dalam relung jiwa penuh syahdu. Gerombolan manusia lesu yang hidup dalam mimpi buruk selama bertahun-tahun, kini merasakan ranumnya mekar harapan yang benar-benar baru di dalam nurani mereka. Dan di pagi baru yang terasa seperti keriangan anak kecil ini, mereka meneriakkan kebangkitan dengan segenap kerinduan jiwa yang dahaga pada kebaikan dan keindahan… persis seperti meraih kedamaian, kesukacitaan, kegembiraan, dan kesentosaan lereng-lereng surga.
Ya, andaikan sedikit saja kita dapat kembali ke masa lalu dengan impian kita dan melihat sedikit saja ke masa depan dengan kepercayaan, harapan, dan firasat kita, maka akan terlihat bahwa setiap paginya diwarnai dengan rona-rona kemenangan yang berbeda, bahwa setiap siangnya diselubungi bulan sabit yang kian hari kian membesar di cakrawala, dan bahwa setiap malamnya datang dan pergi dengan berbagai rasa pedih dari kelahiran tak terperi, dan kita akan berada satu kekaguman menuju pada kekaguman – kekaguman lainnya.
Ini semua bukanlah hal yang tidak dapat dilihat maupun dirasa. Namun sayangnya masih banyak orang yang tidak berhati dan buta, sehingga karenanya, terdapat banyak orang yang tidak peduli dan putus asa. Mereka yang buta dan tak berhati tidak bisa melihat bahwa segala sesuatunya disusun dengan kasih sayang Ilahi, dalam keheningan malam, siap untuk dijalin lalu dihubungkan dengan rajutan yang baru pada kesadaran sejarah di ujung jarumnya… Mereka yang buta dan tak berhati tidak memahami sifat alamiah benda-benda, tidak pula bisa mencerna hikmah di balik sikap taanni4 Ilahi. Pikirkanlah!, Sang Pencipta Agung yang sejatinya dapat menciptakan alam semesta hanya dengan satu kata ‘kun!5’, menciptakan alam semesta dalam enam hari… mengembankan tugas kepada manusia untuk mengurus semesta setelah berabad-abad berlalu… menahan janin di rahim ibu dengan segala penderitaan dan kesulitan yang tak terperi selama berbulan-bulan… memperpanjang jarak keluar si ayam kecil dari telur dalam hitungan minggu… membuat karang di kedalaman lautan merasakan berbagai macam kesengsaraan sebelum pada akhirnya memberinya izin untuk naik ke permukaan, menunjukkan keindahannya… membentuk air menjadi awan dengan rahasia taanni ini dan menurunkan darinya butiran-butiran hujan menuju permukaan bumi dengan ketetapan yang tak dapat terbayangkan… memasukkan taman dan kebun bumi ke dalam jarum zaman lalu merajutnya di antara selimut musim seperti sulaman renda dengan penuh kehati-hatian… Dengannya, mereka mengajarkan kepada kita tentang akhlak Ilahi…
Biarkan saja, bagaimana bisa mereka yang kekanak-kanakan dan suka tergesa-gesa itu akan memahami sikap taanni ini, karena telah menjadi sunatullah sejak masa penciptaan dahulu hingga kini, fenomena-fenomena semesta akan senantiasa berjalan seperti ini sedari azali. Seperti inilah akan berlalu dan berlaku demikian. Yang dinanti-nanti pasti akan terjadi semuanya, dan hari-hari yang dijanjikan-Nya akan terlahir. Hanya saja, mereka akan terjadi dalam bentuk yang ditentukan takdir dan akan terlahir saat masanya telah hadir.
Jiwa-jiwa seimbang yang memandang kehidupan dengan perspektif ini, yang mengatur dunia batinnya dengan keyakinan dan kepercayaan ini, akan selalu melihat dan menilai setiap benda dan peristiwa dengan cara yang benar-benar berbeda. Bahkan dalam keadaan dan situasi yang paling tidak menyenangkan sekalipun, mereka mampu meyakini bahwa terkandung banyak hal menyenangkan yang dapat ditemukan, dan menjalani setiap saat dari hidupnya seolah-olah berada dalam pandangan kenikmatan. Jika siang hari, kebaikan, dan keindahan menceritakan suatu hal kepada mereka, maka malam hari, kegelapan, dan penderitaan mengisahkan ribuan cerita; dengan gaya yang begitu memukau dan bijaksana… Setiap malam menanamkan impian-impian yang menyerupai jiwa-jiwa mereka, menanamkan harapan-harapan yang menyerupai mimpinya. Dan pada diri mereka terbuncah azam untuk dapat sampai di pagi hari. Ia menceritakan mimpi-mimpi masa lalu kepada mereka; membuka jalan menuju mimpi-mimpi, dan mengajak mereka berkeliling dalam iklim imajinasi paling suci dengan membangkitkan perasaannya yang paling pribadi. Kegelapan yang semakin pekat menyadarkan mereka akan rasa yang tiada bandingnya, harapan menggelora dan munajat puitis pada diri mereka. Tiba-tiba, di saat-saat paling samar dan tidak pasti, mereka merasakan kelembutan Ilahi paling penuh belas kasih; di saat-saat paling gelap, mereka mencapai puncak kebahagiaan yang tak terjangkau. Dengan cara meresapi segala sesuatu dengan kenikmatan yang paling dalam, di saat-saat indah seperti ini, di saat keberadaan dan peristiwa menarik manusia menuju keindahan, harapan, dan mimpi manis, dunia tempat tinggal kita berkilau seperti negeri dongeng; membisikkan perasaan paling romantis dalam jiwa kita dan melantunkan melodi paling menginspirasi bagi perasaan kita.
Dengan demikian, bahkan di masa-masa paling bergejolak di saat semua orang dan segala sesuatu berada dalam kehampaan, di saat semua hubungan spiritualitas benar-benar mengendur, dan di saat keinginan serta angan-angan terguncang dan terbuncang satu per satu, kita tidak lagi merasakan kehampaan, tak pula terkunci dalam kebisuan. Dengan cinta yang menyelimuti jiwa dari segala sisinya bagai dekapan demam yang menyelubungi dan dengan pemikiran dakwah yang menyala di kedalaman ego diri, kita akan selalu melakukan penyesuaian gerakan yang berbeda dan melanjutkan perjalanan kita.
Memang, sebagai sebuah bangsa, hal-hal yang kita miliki: menyatunya makna dalam jiwa serta ia yang mencapai tingkat tertentu; hati kita yang melembut dan berdegup dengan cinta; pandangan kita yang membelai semua orang dengan embusan keamanan; sisi duniawi kita yang tersentuh dengan nilai-nilai keilahian dan ia yang beranjak kian manis, jiwa-jiwa mentah kita yang berangsur menjadi matang, musim-musim yang berubah menjadi pancaran rahmat dan senantiasa mengayomi selayaknya musim semi; waktu yang tertutup-terbuka dengan cahaya di atas kepala kita bak kembang api di festival malam hari: dan ia yang mengayomi kita di bawah sayap permata zamrudnya lalu membawa kita berkeliling dalam pemikiran “negara abadi akhirat”; mulai dari sekarang, mereka semua tengah menyampaikan pesan dari masa depan firdausi dan selalu mengajak kalbu kita berkeliling di iklim-iklim harapan.
Keterangan:
- Iram adalah kota kaum ‘Ad yang disebutkan dalam Al-Qur’an: “Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap kaum ‘Ad, (yaitu) penduduk Iram yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu, di negeri-negeri lain.” (QS. Al Fajr, 89: 6-8)
- Kebangkitan dari kematian.
- The Sense of Existence atau “Rasa Keberadaan” mengacu pada jenis kesadaran yang biasanya mendasari penilaian terhadap keberadaan atau “realitas.” Pengertian keberadaan telah digunakan oleh kaum Humean, Kantian, Ideolog, dan tradisi fenomenologis untuk membuat klaim filosofis yang substansial.
- Sikap tenang dan tidak terburu-buru dalam menjalani sesuatu atau mengambil keputusan.
- Jadilah! (QS. al-Baqarah, 2/117; QS. Ali Imran, 3/47; QS. Ali Imran, 3/59; QS. al-An’am, 6/73; QS. al-Nahl, 16/40).
Discussion about this post