Di dalam otak seorang manusia dewasa terdapat sekitar 100 miliar sel saraf (neuron). Tiap-tiap sel saraf tersebut diciptakan dengan kapasitas untuk membentuk sekitar 1.000 – 10.000 koneksi dengan masing-masing neuron di sekitarnya. Ternyata jumlah koneksi di dalam otak lebih besar daripada jumlah semua partikel penting di alam semesta.
Penelitian terkini pada neuroscience telah membuka cakrawala baru untuk memahami otak baik sebagai pusat kontrol maupun sebagai sebuah layar proyeksi penting yang mencerminkan hasil kerja jiwa. Salah satunya adalah telah ditemukan bahwa lingkungan sosial memiliki pengaruh terhadap fungsi dan pengembangan otak. Oleh karenanya, banyak studi mengenai otak telah mulai mengambil tempat pada lingkungan sosial yang berkaitan dengan interaksi terhadap orang lain daripada tentang hal yang terdapat di dalam individu itu sendiri.
Neuron Cermin
Salah satu penemuan terbaru dalam neurologi (ilmu saraf) adalah tentang neuron cermin. Suatu bagian spesifik sel-sel otak (sekitar 20%) yang membawa sebuah fitur “cermin” dan terletak di lobus frontal dari korteks serebral. Bagian ini adalah jenis-jenis khusus dari neuron premotor yang terkait dengan fungsi penglihatan (vision) dan lokasi. Bagian ini bertanggungjawab terhadap pola imitasi neurologis atas perilaku yang diamati seseorang pada lingkungan sekitarnya. Sistem neuron cermin dapat melakukan repetisi cepat pada perilaku orang lain berdasarkan sudut pandang neurobiologis. Neuron cermin yang menjadi aktif selama interaksi sosial dengan manusia merupakan bagian dari respon untuk perilaku yang diamati oleh orang lain. Neuron ini berperan dalam ekspresi neurobiologis pemikiran dan perilaku manusia di tingkatan tinggi (superior level), seperti budaya.
Pencerminan saraf merupakan mekanisme saraf yang mengambil bagian dalam membentuk subyektivitas dan praduga inter maupun antar kelompok; hal ini mendukung teori kognitif dan psikologi sosial. Dengan kata lain, ini adalah imitasi selektif perilaku yang dilakukan oleh orang-orang yang diamati, dalam pikiran orang yang melakukan pengamatan. Situasi ini menunjukkan suatu replikasi dan mekanisme rekaman yang memfasilitasi imitasi di dalam otak manusia. Dengan demikian, neuron cermin telah membuka sebuah pandangan baru untuk memahami bagaimana sosialisasi manusia dari perspektif fungsi otak.
Terlalu signifikan jika kita mengabaikan peran mekanisme neurobiologis dan hormon bagi fungsi jiwa di dalam sosialisasi manusia. Apapun makna DNA bagi biologi adalah mirip dengan makna neuron cermin untuk memahami sisi spiritual manusia. Hubungan sosial seseorang terikat dengan persepsi seseorang terhadap perilaku, niat dan emosi orang lain. Studi psikologi sosial menunjukkan bahwa perilaku imitatif (meniru) adalah hal biasa (umum), muncul secara otomatis, dan memfasilitasi empati. Ini bukan soal konsep berbasis pemikiran, sebuah aksi langsung dari meniru (copying) itu memang ada. Komunikasi sosial mengharuskan seseorang untuk memahami maksud dan perasaan dari orang-orang untuk mengembangkan sikap dan perilaku yang pantas. Karena otak manusia diprogram untuk melakukan imitasi dan replikasi, maka budaya tidak dapat diajarkan; ia hanya dapat dipelajari melalui kehidupan, dengan imitasi dan replikasi.
Penelitian terbaru yang dilakukan terhadap kera telah mengungkapkan fungsi yang tadinya tidak diketahui dari neuron cermin. Sekelompok neuron di bagian depan otak menjadi aktif ketika seekor kera mengamati kera lain membuat suatu kesalahan. Ini menarik bahwa jika hewan tersebut sendiri yang membuat kesalahan maka kelompok neuron ini tidak menjadi aktif. Ini adalah sebuah penemuan yang mengejutkan. Lalu, sel-sel serupa ini telah terbukti ada di dalam otak manusia juga. Ini adalah sebuah penemuan inovatif di tahun 2012 bahwa neuron cermin tidak menjadi aktif ketika seseorang membuat kesalahannya sendiri, tetapi menjadi aktif ketika seorang melihat manusia lain membuat suatu kesalahan.
Ketika seseorang termotivasi untuk meniru orang-orang di sekitarnya, baik dengan menyaksikan kesalahan mereka maupun keinginan untuk memperoleh apa yang orang lain miliki, sel-sel saraf tertentu menjadi aktif dalam menanggapi perasaan tersebut. Otak diberikan peran dalam melaksanakan dan mengekspresikan imitasi atau peniruan, kekaguman, intimidasi, kecemburuan, serta persaingan. Secara parsial neuron cermin ini telah menjelaskan bagaimana otak berkaitan dengan asal usul beberapa fenomena seperti kemampuan bahasa, sosialisasi, keinginan berkelompok, keinginan untuk memiliki, meniru sesuatu dengan mempelajarinya, serta adanya gerakan budaya dan massa.
Hasil percobaan telah menunjukkan bahwa obyek menghasilkan keinginan yang lebih ketika sesuatu berada di tangan orang lain, daripada ketika sesuatu berdiri sendiri tanpa kepemilikan jelas. Namun, karena bentuk keinginan ini akan bervariasi pada tiap orang yang berbeda sesuai dengan tingkat pendidikan, pelatihan, keyakinan, dan budayanya, maka kesesuaian respon otak juga akan berbeda-beda. Manusia memiliki kecenderungan alami dalam hal kekaguman untuk hal-hal menyenangkan, kebaikan, dan soal ketepatan; tetapi mereka juga memiliki kecenderungan alami untuk iri dan dengki. Perasaan-perasaan inilah yang memotivasi kita untuk mengambil ciri-ciri orang lain untuk diterapkan pada diri kita sendiri selain itu perasaan tersebut juga membantu kita untuk melihat orang lain sebagai contoh untuk ditiru. Oleh karena itu, perasaan-perasaan ini memainkan peran besar dalam membantu seseorang untuk bertahan dan beradaptasi dalam lingkungan sosial yang sehat. Namun, jika seseorang terperosok terlalu jauh dalam meniru orang lain maka hal itu akan mengantarkannya pada perilaku yang keliru (misbehavior).
Lingkungan Sosial, Kelompok Sebaya, dan Media
Mengapa orang mudah terpengaruh oleh lingkungan sosial, teman sebaya dan media? Mengapa mereka mencoba untuk meniru apa yang mereka lihat?
Budaya hiburan telah mencapai efek yang diinginkan dengan nilai transaksi miliaran rupiah dan menjadikannya sebagai pasar potensial melalui iklan, media sosial, dan permainan komputer. Kuatnya arus massal ini mengurangi pondasi kuat keyakinan dan bagi mereka yang tidak memiliki disiplin pribadi, pemikiran terdidik, dan jiwa murni akan amat mudah untuk ditekan. Hal ini jelas bahwa psikologi manusia dengan jelas bertindak dengan mudahnya seperti langganan memberikan respon yang hampir pasti sama tiap kali menemukan dunia yang demikian. Kita bisa melihat respon ini hanya dengan melihat bagaimana otak berfungsi melalui fMRI, pencitraan resonansi magnetik fungsional, yang merupakan teknik mengukur aktivitas otak. Sistem neuron cermin merupakan versi neurobiologis efek pemasaran, media sosial, seni visual, dan permainan komputer pada manusia.
Neuron cermin secara khususnya telah membuat efek budaya visual pada otak menjadi lebih dapat komprehensif. Mereka memberikan jawaban-jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan seperti, “Mengapa manusia cenderung menjadi seperti apa yang mereka lihat; mengapa mereka meniru hal-hal tersebut?” Dan, “Bagaimana iklan dan video mendapatkan kekuasaannya?”
Neuron cermin juga memainkan peranan dalam merefleksikan perilaku orang lain dan ekspresi wajah. Ketika orang lain cemas dan stres maka hal tersebut akan membuat kita turut merasakan juga. Sikap-sikap yang kita amati dan adopsi tersebut bersifat menular karena mereka disalin oleh sistem neuron cermin. Misalnya, jika seorang dewasa atau seorang anak menyaksikan perilaku orang tuanya, mereka dapat mempelajarinya melalui aktivasi neuron cermin. Hal-hal demikian, setelah dipelajari, merupakan koleksi alam bawah sadar kita. Ketika belajar berlangsung dengan melihat, keterampilan demikian secara cepat menyebar melalui peniruan dan pencerminan (mirroring). Penyebaran budaya di seluruh lapisan masyarakat atau sekumpulan orang di bawah pimpinan orang tertentu dan bahwa mereka pada akhirnya menunjukkan perilaku serupa dalam situasi yang sama pun menunjukkan adanya neuron cermin di dalam otak.
Keberadaan neuron cermin telah membuka pintu untuk kelahiran penelitian-penelitian baru yang berbeda-beda seperti neuroethics, neuromarketing, dan neuropolitics; bahkan memungkinkan pula adanya studi dan investigasi dari hubungan keterkaitan antara ilmu-ilmu fisik dan sosial. Meniru gerakan mulut dari penutur asli (native speaker) adalah suatu keterampilan bagi pembelajar yang sedang mempelajari bahasa baru yang juga difasilitasi oleh neuron cermin.
Neuron Cermin dan Kekerasan
Sistem neuron cermin juga sangat efektif ketika mengajarkan kekerasan melalui kegiatan observasi dan menonton. Anak-anak dan remaja belajar kekerasan melalui neuron cermin. Neuron cermin memiliki peran lebih besar pada tingkat bawah sadar atau dalam kasus di mana hati nurani dan tekad tidak lagi efektif. Dalam kasus demikian, konsep berbasis penilaian atau penalaran tidak lagi diperlukan. Komputer dan permainan video adalah teknologi penting yang mengajarkan dengan perasaan sensorik namun tidak melalui konsep berbasis berpikir. Anak-anak dan remaja bersikeras bahwa mereka menyadari perbedaan antara permainan video dengan realitas. Namun tingkat pengenalan alam bawah sadar dan otak pada usia ini secara otomatis mencatat bahwa hal tersebut sebagai sebuah kenyataan (realitas). Pikiran mencerminkan input visual bukan perolehan pengetahuan. Gambar virtual dan realitas tidak membuat perbedaan apapun ke otak dalam hal realitas obyektif. Setiap tindakan dan gambar pada tingkat bawah sadar dikodekan secara otomatis dalam bentuk sensorik di dalam otak.
Kesimpulannya, keberadaan neuron cermin secara indah menjelaskan fakta bahwa mekanisme saraf berada di balik keberadaan manusia sebagai makhluk sosial; dan di saat yang sama, hal ini secara jelas menunjukkan mengapa lingkungan sosial diperlukan untuk pengembangan yang sehat bagi otak, terutama untuk mengatur contoh yang tepat bagi anak-anak muda dalam mengadopsi segala hal.
Discussion about this post