Rasulullah shallalahu ‘alaihi wasallam bersabda bahwa musuh utama manusia bukanlah manusia lainnya, melainkan nafsunya sendiri, dan Beliau menasihati umatnya untuk senantiasa mewaspadai tipu daya dan perangkap yang dipasang nafsu bagi dirinya. Ketika Al Quran membahas tentang topik ini, ia menjelaskan bahwa nafsu selalu mengajak manusia kepada keburukan, sedangkan satu-satunya jalan untuk menyelamatkan diri dari tipu daya dan jebakannya adalah pada Rahmat dan kasih sayang Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Nafsu berada dalam posisi sebagai agen syaitan di dalam diri manusia, yang menjadi laboratorium tempat mencampur segala keburukan. Dalam keadaan seperti ini, apapun kebaikan yang akan dilakukan manusia, nafsu akan merasa terganggu dan tak akan pernah senang dengannya. Apapun hubungan baik yang coba dibangun manusia dengan Tuhannya untuk mempersiapkan kehidupan abadinya kelak, nafsu akan selalu memberikan reaksi yang berlawanan dengannya. Sebaliknya, nafsu akan bangkit seleranya jika ada sesuatu yang dapat menyebabkan sang manusia jatuh derajatnya, atau jika ada keburukan yang dapat menghancurkan kehidupan abadi sang manusia. Pada saat-saat seperti itu nafsu akan bangkit dan memunculkan rasa penasaran di dalam diri manusia. Mengenai hal tersebut, Rasulullah SAW dalam sabdanya memberi penjelasan: ”Neraka dikelilingi oleh hal-hal menarik yang disukai nafsu, sedangkan surga dikelilingi oleh hal-hal yang dibenci nafsu.”
Sebagaimana syaitan, maka nafsu lewat waswas yang dihembuskannya kepada manusia akan sangat canggih memasang intrik dan perangkapnya, pada setiap jalan, dalam setiap tikungan, tanjakan, dan turunan, ia akan senantiasa siap dengan jebakan barunya. Misalnya, ketika manusia ingin berbuat suatu kebaikan, nafsu akan menghembuskan keengganan atau rasa malas di dalam diri manusia. Manusia itupun seketika akan merasakan hilangnya gairah untuk melakukan niatnya tadi. Bahkan keinginan untuk beranjak dari tempat duduknya pun takkan muncul dalam dirinya. Tiba-tiba semangat berbuat kebaikan jadi hilang. Demikianlah nafsu dengan bantuan syaitan, menampilkan taktik pertamanya. Tetapi, jika manusia berhasil meraih inayah Ilahi sehingga berhasil melewati halangan pertama tadi, serta pintu kebaikan mulai sedikit terkuak, maka kali ini nafsu akan mengubah strateginya dan kembali menyiapkan perangkap yang lebih canggih. Misalnya ia akan mengotori kebaikan yang dilakukan manusia dengan rasa pamrih, keinginan untuk dilihat atau pamer, serta kepentingan agar dipuji orang sekitarnya.
Contoh lainnya adalah ketika seseorang akan memulai shalatnya. Untuk menghadapkan dirinya kepada Allah, ia memulai perjuangan awalnya melawan nafsu. Nafsu ingin menghalangi manusia dari wudhu dan shalat dengan memompa perasaan bahwa pekerjaannya masih banyak dan harus dikerjakan tanpa jeda, atau lewat perasaan lelah dan malas. Seseorang jika berhasil menunaikan hak shalatnya lewat perjuangan pertamanya dengan bantuan temannya yang saleh, atau usahanya sendiri yang dibarengi inayah Rabb-nya, maka kali ini dalam shalatnya ia mulai membayangkan derajat apa yang telah dicapainya. Lingkungan sekitarnya akan memompa perasaan diperhatikan sebagai orang saleh, lalu perasaan betapa indahnya dikenal sebagai orang saleh pun bersemayam di dalam hatinya. Jika ini tidak berhasil, maka nafsu akan menyibukkannya dengan jalan lainnya ketika ia menunaikan shalatnya. Semuanya ini dapat terwujud berkat kerjasama antara nafsu dan syaitan.
Sama halnya dengan shalat, pengabdian kepada Al Quran dan agama, dakwah amar makruf nahi munkar, mengenalkan Allah SWT kepada kalbu masyarakat, dan pengorbanan yang diperlukan untuk mewujudkannya adalah hal-hal yang tidak disukai oleh nafsu. Di saat, sebagian besar orang-orang melakukan hal-hal yang mereka sukai, pada waktu yang sama sebagian orang pergi ke berbagai tempat, meningkatkan ufuk makrifatnya kepada Allah SWT, dan walaupun akan dihina dan direndahkan derajatnya, mereka tetap akan mengetuk pintu-pintu kalbu demi bisa memasukinya dan mengisinya dengan Allah, tentu saja aktivitas seperti ini adalah hal yang paling tidak disukai nafsu. Setelah tahapan ini mampu dilewati, maka kali ini nafsu akan membuat kita mulai menyombongkan diri, merasakan pada lingkungan sekitar bahwa ia lebih mulia karena merasa lebih banyak melakukan pengabdian kepada agama. Dan ketika terjadi demikian, maka akan terasa bahwa aktivitas dakwahnya seperti aktivitas rutin saja, kalbunya kemudian kehilangan ruh, dan merasakan bahwa melakukan sesuatu hanyalah keharusan semata. Setelah ia melewatinya, egoismenya kemudian akan diliputi oleh perasaan bahwa orang lain tidak memahami hal yang seharusnya, sebagaimana yang ia pahami, bahwa orang lain tidak memahami tingginya makna yang ada di dalamnya, bahwa orang lain telah tertutup matanya pada karyanya, bahwa orang tidak faham nilai dan pentingnya dirinya! Jika ini telah dilewati, yang datang kemudian adalah perasaan tidak puas, tidak merasakan kenikmatan dari apa yang dikerjakan, hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan target dan kapasitas yang dicanangkan. Mungkin perasaan-perasaan tadi tidak bisa diurutkan seperti itu, tetapi jika rintangan yang satu bisa dilewati, telah siap menunggu puluhan rintangan lainnya. Rahasia ujian di dunia ini menjadi syarat bagi eksistensi manusia.
Ada banyak sekali pekerjaan-pekerjaan mulia dan ibadah-ibadah yang mana sebelum ia dikerjakan, ketika dikerjakan, maupun setelah dikerjakan jatuh ke dalam perangkap yang digiring oleh perasaanperasaan tadi. Demikian mahirnya syaitan dan nafsu dalam melakukan pekerjaan ini sehingga amat sedikit orang yang berhasil meraih keikhlasan paripurna dan mencapai tujuannya sebelum terjerembab dalam jebakan dan intrik tadi. Demikianlah sosok-sosok yang telah mencapai keikhlasan paripurna akan senantiasa berjuang dalam setiap fase kebaikan, dan tidak pernah memedulikan sedikitpun bisikan syaitan dan nafsunya. Yakni, bisa jadi mereka adalah sosok yang; demi dakwah yang ia junjung tinggi; teguh pada pendirian dan bulat tekadnya dalam melewati segala rintangan. Ketika berupaya mencapai tujuannya, mereka berjiwa matang dalam menyerahkan segala sesuatu yang menjadi hak pada pemiliknya serta memiliki tatakrama terbaik di hadapan Sang Maha Penciptanya”.
Hampir tidak ada hamba Allah yang luput dari ujian ini. Tidak seharusnya ada orang yang melihat dirinya tidak akan tertimpa ujian ini. Terkecuali para nabi, hampir semua orang sedikit banyak pernah, sesuai tingkatnya masing-masing, jatuh pada jebakan dan akhirnya berhasil terlepas darinya. Tetapi, lewat penjelasan dari ayat Al Quran, hamba-hamba yang senantiasa berlindung kepada Allah, mereka yang senantiasa merintih kalbunya memohon bantuan kepada Tuhannya, mereka yang menyerahkan dirinya pada ikhlaslah yang bisa terjaga dari jebakan syaitan dan nafsu.
Insan yang beriman tidak boleh seditikpun mempercayai nafsunya. Harus selalu siaga setiap waktu dan jangan biarkan kelalaian menyergap. Hal ini mirip sekali seperti ketika kita menyetir mobil. Sesaat saja kita kehilangan konsentrasi, saat itu juga kita dapat lepas kendali atas setir tersebut dan akan terguling karena menabrak trotoar. Tarbiyah nafsu bagaikan lari maraton sepanjang umur. Jika manusia berhasil melewati ujian awal ini, jika manusia bisa mengalahkan nafsunya, ini artinya ia telah berhasil menggenggam kemenangan melawan musuh terbesarnya.
Menurut riwayat Jarir, Abu Laits as-Samarqandi berkata:
“Seseorang ingin menjadi teman Nabi Isa as, ia bertanya pada Nabi Isa as : ”Bisakah aku menjadi teman seperjalanan Anda?”. Setelah tawaran ini diterima, mereka akhirnya berjalan bersama. Sesampainya di tepi sungai, mereka beristirahat untuk makan. Di sampingnya ada 3 buah roti. Mereka makan dua buah rotinya, masih tersisa satu lagi. Nabi Isa kemudian berdiri menuju sungai untuk minum, kemudian ketika kembali ke tempat duduknya beliau tidak menemukan roti yang tersisa satu lagi tadi. Nabi Isa bertanya kepada teman seperjalanannya: ”Siapa yang mengambil rotinya?” Lelaki itu menjawab: ”Saya tidak tahu.”
Setelah istirahat makan, mereka kembali melanjutkan perjalanan. Di perjalanan, mereka melihat ada dua anak kijang. Nabi Isa as memanggil salah satu anak kijang tersebut, kemudian menyembelihnya. Setelah membakar bagian leher dari anak kijang itu, mereka memakannya.
Setelah makan, Nabi Isa mendekati sisa tulang dari anak kijang tadi, dan berdoa:”Dengan izin Allah, hidup dan bangkitlah lagi!” si anak kijang ini tiba-tiba hidup, bangkit, dan menjauhi mereka.
Setelah peristiwa tersebut, Nabi Isa bertanya kepada teman seperjalanannya: “Aku bertanya atas nama Allah yang telah menunjukkan mukjizat tadi, siapakah yang mengambil rotinya?” Lelaki itu kembali menjawab: ” Saya tidak tahu.”
Setelah menempuh perjalanan kembali, beberapa lama kemudian mereka terhalang oleh sebuah sungai. Kemudian Nabi Isa a.s. berjalan di atas air, sambil memegangi tangan lelaki itu, hingga sampailah mereka di sisi lain sungai tersebut. Setelah melangkahi sungai, Nabi Isa a.s. bertanya:”Demi hak Allah SWT yang telah menunjukkan mukjizat tadi, siapa yang mengambil roti ketiga tadi?” Sang lelaki kembali menjawab: “Saya tidak tahu”.
Sesaat kemudian, mereka tiba di gurun. Mereka duduk beristirahat di sana. Nabi Isa a.s. kemudian mengumpulkan pasir menjadi sebuah gundukan. Beliau berdoa: “Dengan izin Allah, jadilah emas!” gundukan tadi pun berubah menjadi emas. Nabi Isa membaginya menjadi tiga, dan berkata kepada lelaki teman seperjalanannya tadi: “Sepertiganya untuk saya, sepertiganya untuk kamu, dan sepertiganya lagi untuk yang mengambil roti ketiga tadi”. Mendengar hal itu, si lelaki itu berkata: “yang mengambil roti ketiga tadi adalah saya”, ujarnya mengakui kenyataan yang sebenarnya. Nabi Isa as kemudian berkata: “kalau demikian semua emasnya untukmu saja”, dan akhirnya beliau memisahkan diri darinya.
Ketika si lelaki ini duduk di tengah padang pasir, tiba-tiba terlihat dua orang pengelana. Pengelana ini datang dan ingin membunuhnya. Si lelaki menawarkan kepada para pengelana tersebut: ”Emas ini kita bagi tiga. Tapi sebelumnya tolong salah satu dari kalian pergi ke kota untuk membeli makanan”. Mereka menerima tawaran ini dan mengirim salah seorang di antara mereka untuk pergi ke kota. Orang yang pergi ke kota ini dalam perjalanannnya berpikir: “Mengapa harus aku bagi emasnya kepada mereka? Jika aku memberi racun pada makanannya, aku bisa membunuh mereka. Dengan demikian semua emas akan jadi milikku”. Ia pun pergi membeli makanan. Setelah meracuni makanannya, ia kembali kepada mereka. Mereka yang duduk menunggupun ternyata berdiskusi juga, “mengapa kita harus memberikan sepertiga emasnya untuk dia, kita bunuh saja dia, jadi emasnya kita bagi berdua saja.” Sekembalinya orang ketiga dari kota, mereka membunuhnya. Namun setelahnya mereka tetap memakan makanan yang dibawanya, mereka pun turut meninggal dunia. Dengan demikian emas itu kinipun tak ada pemiliknya. Nabi Isa a.s. sekali lagi melewati gurun pasir tadi dan melihat apa yang terjadi di sana. Beliau berkata: “Inilah hakikat dunia. Maka jauhilah ia.”
Nafsu diciptakan dengan karakteristik tidak akan kenyang dengan semua kenikmatan yang ada di dunia. Apa yang diinginkan Tuhan dari manusia pun adalah hal-hal yang tidak disukai oleh nafsu. Oleh karena itu, manusia senantiasa berada dalam kondisi perjuangan menghadapi pemberontakan dan halangan-halangan untuk menaati perintah Allah SWT. Dalam kondisi demikian bukan berarti manusia tidak memiliki penolong dan jalan keluar. Oleh karena sebenarnya telah diberikan bentuk-bentuk pertolongan jika manusia mampu memenuhi hak iradahnya di jalan ini. Dimulai dari Allah SWT sebagai Tuhan semesta alam, para nabi, kitabullah, para awliya (waliyullah) dan hati nurani kita akan selalu menjadi penolong bagi kita.
Penulis: Dr. Ali Ünsal
Discussion about this post