Orang tua kita adalah dua orang yang paling memberikan kepedulian bagi kita di dunia ini. Sayangnya, sebagian besar dari kita seringkali gagal dalam menunjukkan kepada mereka bentuk penghormatan yang berhak mereka terima. Ada banyak hari dalam masyarakat kita yang ditujukan untuk menghormati dan menghargai orang tua; Hari Ayah dan Hari Ibu merupakan dua hari yang menjadi contohnya. Hari tersebut tampaknya lebih merupakan upaya untuk menebus pengabaian kewajiban kita pada hari-hari lainnya. Pada agama-agama samawi , -jika penganutnya benar-benar patuh mentaati- maka menghormati dan menghargai orang tua adalah bukan sesuatu yang harus hanya dilakukan selama satu hari saja dalam setahun, tetapi setiap hari. Dalam Islam, hak-hak orang tua adalah hak yang paling mulia setelah Allah. Ada banyak ayat dalam Al-Qur’an memerintahkan umat Islam untuk memperlakukan orang tua mereka dengan sepenuhnya hati, bersyukur atas perawatan yang telah mereka berikan, mematuhi mereka, dan merawat mereka ketika mereka tua.
Dan Kami perintahkan kepada manusia berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Masa mengandung sampai menyapihnya selama tiga puluh bulan, sehingga apabila dia (anak itu) telah dewasa dan umurnya telah mencapai empat puluh tahun, dia berdoa: “Ya Tuhanku! Berikanlah aku petunjuk agar aku dapat mensyukuri atas semua nikmat-Mu (kehidupan, kesehatan, rezeki, iman, ketundukkan…) yang telah Engkau limpahkan atasku dan atas orang tuaku, dan agar aku dapat berbuat kebaikan yang Engkau Ridhai. Berilah aku kebaikan yang akan mengalir sampai kepada anak cucuku. Sungguh, aku bertobat kepada-Mu, dan sungguh aku termasuk orang muslim.” Mereka itulah orang-orang yang Kami terima amal baiknya yang telah mereka kerjakan, dan (orang-orang) yang Kami maafkan kesalahan-kesalahannya, (mereka akan menjadi) penghuni-penghuni surga. Itu janji yang benar yang telah dijanjikan kepada mereka. (QS. Al-Ahqaf 46:15-16).
Satu hal yang harus ditekankan di sini adalah bahwa ketika kedudukan kedua orang tua diposisikan penting, maka ibu didudukkan pada posisi yang lebih tinggi daripada ayah di dalam Islam sepanjang anak-anak mereka merawatnya. Nabi Muhammad SAW bersabda: “Surga terletak di bawah telapak kaki ibu. Namun, ayah juga tidak pernah diabaikan: “Kebahagiaan ayah adalah pintu menuju surga.”
Ajaran nabi Isa pun tidak berbeda. Al Qur’an menjelaskan keajaiban bayi Nabi Isa a.s yang mampu berbicara untuk membuktikan kesucian ibunya yang diberkati. Ketika Isa menyebutkan berkat Tuhan atas dirinya, ia juga menekankan pentingnya berbuat baik kepada orang tua: … Dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka (QS. Maryam 19:32).
Kata “hormat” tidak hanya didefinisikan sebagai memberi makan orang tua, memberi mereka pakaian, atau membantu mereka mengambilkan sesuatu dari suatu tempat ke tempat lain. Oleh karena semua ini adalah tindakan amal yang biasanya diperuntukkan bagi para fakir miskin. “Hormat” berarti menjunjung tinggi, mendudukkan pada tempat terhormat atau memuliakan.
Dari saat pembuahan, hingga anak tumbuh dan berkembang adalah masa yang merupakan tugas dan tanggung jawab bagi orang tua. Dalam hal ini tidak mungkin memperkirakan kedalaman cinta atau kasih sayang yang orang tua rasakan terhadap anak-anak mereka apalagi untuk menghitung masalah atau kesulitan yang mereka jalani sebagai orang tua. Untuk alasan ini, menghormati orangtua tidak hanya merupakan utang budi manusia, tetapi juga merupakan kewajiban agama.
Mereka yang bisa menghargai orang tua mereka dengan cara yang benar dan siapa yang menganggap mereka sebagai sarana untuk memperoleh Rahmat Allah adalah yang paling sejahtera di kedua dunia. Sebaliknya, mereka yang menganggap keberadaan orang tua mereka sebagai beban atau yang menjadi letih atas mereka adalah orang-orang malang yang pasti akan menderita kesulitan terberat di dalam hidup.
Semakin hormat kita kepada orang tua, maka semakin besar rasa hormat dan kekaguman yang akan kita rasakan atas Sang Pencipta. Mereka yang tidak merasakan rasa hormat kepada orang tua berarti tidak segan, kagum, atau menghormati Allah SWT. Bagaimanapun juga, adalah hal yang aneh bahwa saat ini tidak hanya mereka yang tidak memiliki sikap hormat kepada Allah SWT, yang gagal untuk menunjukkan rasa hormat kepada orang tua mereka, akan tetapi hal ini juga seringkali berlaku pada mereka yang mengklaim bahwa mereka mencintai Allah.
Pentingnya menghormati orang tua bagaimanapun juga meluas melebihi kesejahteraan sosial hingga kesejahteraan yang paling tinggi dari masyarakat itu sendiri, karena bagaimanapun keluarga adalah unit dasar dari sebuah masyarakat. Sama seperti kesehatan tubuh yang tergantung pada kesehatan sel selnya, maka kekuatan suatu bangsa dan ketahanan politiknya secara langsung berhubungan dengan kesehatan keluarga-keluarga sebagai satuan yang membentuknya. Keluarga membentuk pondasi masyarakat. Jika ada rasa saling menghormati hak dan kewajiban di dalam keluarga, maka masyarakatnya akan sehat dan kuat. Adalah sia-sia untuk mencari belas kasih dan rasa hormat dalam masyarakat, jika ia telah hilang.
Fethullah Gulen mengacu pada nilai yang telah terabaikan ini pada kata-kata beliau: Bagaimana kita memperlakukan orang tua kita dapat dilihat sebagai indikasi tentang bagaimana anak-anak kita akan belajar untuk memperlakukan kita. Jelas, kita juga punya harapan akan menjadi tua. Jika kita tidak menghormati orang tua kita, maka sesuai dengan pepatah: “Biarkan hukuman sesuai dengan kejahatan,” anak-anak kita tidak akan patuh terhadap kita. Jika kita menghargai kehidupan di akhirat, ini adalah harta penting bagi kita: mari kita berbakti terhadap orang tua kita dan menyenangkan mereka. Namun, jika adalah dunia ini saja yang kita cintai, tetap marilah kita mencoba untuk menyenangkan mereka, sehingga melalui mereka hidup kita akan lebih mudah dan rezeki kita berlimpah. Jika kita menginginkan belas kasihan dari Yang Maha Penyayang, kita harus berbelas kasih terhadap orang-orang di rumah kita yang telah Dia dipercayakan kepada kita..
Ada berbagai tipe orang tua, tapi terlepas dari bagaimana mereka memperlakukan anak-anak mereka, mereka tetaplah orang tua. Orang tua melakukan kesalahan juga, tapi itu tidak mengurangi nilai mereka. Ketika kita masih berada di bawah bimbingan orang tua kita, maka kita harus mengikuti apa yang mereka inginkan, bahkan jika itu bertentangan dengan hati kita. Ketika kita berdiri diatas dua kaki kita sendiri, maka kita memiliki kebebasan, tapi tetap saja memiliki tanggung jawab untuk menghormati orang tua kita. Kita harus mempertimbangkan situasi, dan bukannya malah berkonsentrasi hanya pada kepuasan diri sendiri. Kita harus berbuat baik kepada orang tua kita, karena sebagian besar yang mereka lakukan adalah untuk kita. Saat ini sepertinya para orang tua lebih terabaikan daripada di masa-masa sebelumnya sepanjang sejarah, meskipun kehidupan modern telah memberikan kita kenyamanan yang justru lebih dan lebih lagi.
Pandangan Said Nursi yang menarik tentang permasalahan ini pada aspek lain di dalam pancaran sinar tafsir beliau: Ada banyak pengalaman yang telah memberi saya keyakinan pasti bahwa: Sebagaimana bayi-bayi yang karena ketidak berdayaan mereka, mendapatkan rezekinya dengan cara yang indah dari Rahmat Ilahi, mengalir deras dari mata air payudara ibu mereka, maka demikian juga saya percaya ada rezeki suci yang diperoleh dari keberadaan orang tua. Dikirim dalam bentuk kelimpahan yang ajaib. Bagian dari sebuah hadits yang mengatakan: ”Kalau bukan karena adanya orang tua yang telah membungkuk punggungnya maka bencana akan turun deras pada kalian laksana banjir,…”. Hal ini menjelaskan bahwa sumber kelimpahan yang ada pada sebuah keluarga adalah orang tua yang berada di tengah-tengah mereka. Orang tualah yang melindungi keluarga itu dari bencana yang melanda.
Jadi, selama kelemahan dan ketidakberdayaan yang terdapat pada kerentaan menjadi sebab bagi datangnya Rahmat Ilahi, yang luas. Bahkan dengan bijak Al-Qur’an ul-Karim menyerukan kepada para anak untuk menghormati dan mengasihi orang tua dalam lima hal dengan gaya bahasa yang sangat singkat, yaitu: ‘… Jika salah seorang di antara keduanya, atau kedua-duanya, sampai usia lanjut dalam pemeliharaanmu maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah: “Ya Tuhanku, sayangilah keduanya, sebagaimana mereka telah mendidikku di waktu aku kecil.’ (QS Al-Isra 17: 23-24).
Karena agama Islam telah memerintahkan untuk menaruh hormat dan kasih sayang terhadap para lansia, maka kita sebagai para lansia pun tidak boleh menukar kerentaan kita dengan seratus masa muda. Sebab, dengan kerentaan tersebut kita bisa merasakan berbagai kenikmatan jiwa yang layak sebagai ganti dari kenikmatan material yang bersumber dari gelora muda. Kita bisa mendapatkan kasih sayang yang bersumber dari karunia Ilahi serta penghormatan dan penghargaan yang bersumber dari fitrah manusia.
Iya, kujelaskan pada kalian bahwa seandainya aku diberi sepuluh tahun dari usia mudaku pada Said lama, aku takkan menukarnya dengan satu tahun usia tuaku pada masa Said baru. Aku rela menerima kerentaanku ini karenanya terimalah kerentaan kalian semua dengan penuh kerelaan. (Said Nursi, Kitab Tafsir Lamaat, Cahaya ke-26, harapan ke sembilan)
Orang beriman yang telah lanjut usia akan lebih sangat menyadari bahwa tempat tinggal yang sesungguhnya adalah yang abadi kelak, dan mereka akan kembali kepada Allah dengan pengabdian yang tulus. Sehingga keberadaan mereka seharusnya bisa menjadi contoh bagi generasi muda dengan kesalehan, kebijaksanaan, dan toleransinya. Singkatnya, meskipun kita menghormati orang tua kita demi perintah Tuhan, memperhatikan hak-hak dan merawat mereka, kesemuanya itu tidak hanya mengarah pada kebahagiaan abadi di akhirat, tetapi juga dapat menjadikan kita begitu damai dalam batin karena ini bukanlah sebuah pencarian duniawi semata. Untuk memasukkannya ke dalam terminologi agama, berarti patuh pada perintah Ilahi akan menghasilkan kebahagiaan dunia dan akhirat (saadat al-darain).
Penulis: Fatih Harpçi
Discussion about this post