Masyarakat ideal terdiri dari individu-individu ideal. Sedangkan kerumunan yang dibentuk oleh individu-individu yang tidak teratur dan banyak dosa (tidak taat) hanyalah gerombolan orang yang tidak bermoral atau madani orang-orang yang jauh dari keinginan berbuat baik. Di sisi lain, manusia yang ideal dan sempurna adalah yang memiliki kualitas sifat malaikat, dan merupakan monumen-monumen yang selalu menatap masa depan dan memahami persoalan kemanusiaan.
Mengenai kualitas ini Allah menjelaskan dalam ayat Al-Qur’an berikut dan juga di banyak ayat lainnya:
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya (Q.S. at-Tiin: 4).
Ayat ini menjelaskan bahwa manusia adalah makhluk yang berbentuk paling indah, baik secara material maupun spiritual. Mereka menikmati keadaan penciptaan yang sempurna ini dan sadar akan karunia tak terbatas yang mereka terima.
Mari kita coba untuk memahami ayat ini. Umat manusia telah mengambil tanggung jawab yang ditolak oleh bumi, langit, dan gunung-gunung karena mereka takut tidak akan mampu memikul tugas ini. Mereka menganggap bahwa manusia adalah calon tunggal untuk mencapai keabadian.
Manusia dapat dianggap sedang menempuh perjalanan untuk menjadi makhluk yang sempurna selama mereka terus mengembangkan karunia yang menghiasi mereka dan hidup sesuai dengan inspirasi Tuhan.
Teka-teki dan pertanyaan seperti apa itu hidup dan mati, alasan keberadaan kita, apakah tanggung jawab kita, akan selalu ada dalam ingatan orang-orang tersebut. Mereka memikirkan dosa dengan serius, berbuat baik, dan saleh. Mereka gelisah akan adanya bencana yang dapat membahayakan manusia. Cahaya kebijaksanaan Tuhan bersinar dalam hati mereka; sinar cahaya ini tercermin pada jiwa mereka.
Semua ini memungkinkan mereka untuk melihat apa yang tersembunyi di balik tirai. Ketakjuban dan kekaguman mereka berubah menjadi cinta dan kasih sayang, dan mereka berpaling pada Sang Khaliq dan merasakan kepuasan. Jiwa-jiwa pada tingkat ini tidak membiarkan kebaikan Tuhan membuat mereka menjadi sombong, tidak pula mereka terguncang oleh kerugian, karena mereka melihat kebaikan dan kerugian sebagai satu hal yang sama, dan memahami bahwa pahala dan hukuman juga sama. Sementara yang lain dimanjakan dengan berbagai kenikmatan dan berubah menjadi pesimis ketika baru pertama kali mendapatkan masalah, orang-orang ideal tetap menang bahkan ketika mereka sepertinya ditakdirkan untuk kalah. Mereka berhasil menumbuhkan mawar di padang gurun, dan menghasilkan gula dari tebu kering.
Orang-orang ideal tahu bahwa mereka sedang terus menerus diuji dan dibersihkan sehingga mereka dapat mencapai kebahagiaan. Meskipun mereka menghadapi bencana dahsyat dan jatuh ke dalam pusaran air yang paling mengerikan, bahkan di saat-saat paling tak berdaya dan menyedihkan, mereka mendengar bisikan yang tenteram dan menghibur dari alam baka; bisikan yang berasal dari jiwa terdalam mereka, dan mereka membungkuk dalam rasa syukur dan kekaguman.
Orang-orang semacam ini memiliki keyakinan mutlak kepada Tuhan, karena mereka yakin pada Dzat Yang Maha Kuasa, abadi dan berada di setiap tempat. Keyakinan murni yang ada di lubuk hati mereka, persepsi mereka yang memberikan perspektif luar biasa, dan pengetahuan dan pikiran yang mengangkat mereka sedemikian rupa sehingga mereka hampir bisa mendengar suara yang membisikkan: ”Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.” (Q.S. al-Fushshilat: 30) dan kemudian mereka menyaksikan kenikmatan yang paling indah dari semua yang pernah ada.
Manusia-manusia ideal mencoba agar selalu bersih dari dosa, karena mereka telah merancang kehidupan mereka sesuai dengan hukum Allah yang mereka percayai dengan tulus. Dan karena mereka selalu berjuang melawan ego mereka sendiri, mereka tidak punya waktu atau tenaga untuk membuang-buang waktu, berhura-hura atau bergaya hidup bohemian (bebas). Mereka selalu mencari kebaikan rekan-rekan mereka, pikiran mereka berada di akhirat, hati mereka adalah taman yang cerah dan berwarna-warni yang terbuka untuk dikunjungi oleh insan spiritual, dan mereka sendiri adalah pelancong dan penjelajah dari negeri dan suasana maknawiyah ini.
Orang-orang duniawi yang diperbudak oleh ego mereka hidup hanya untuk memenuhi keinginan lahiriahnya. Mereka tidak pernah merasa puas dan merasa tidak ada ketenangan. Tetapi manusia yang bercita-cita mulia selalu berdamai dengan diri mereka sendiri. Mereka puas dan, lebih jauh lagi, menggunakan pengetahuan dan pemahamannya untuk melayani umat manusia. Mereka berani mengabdikan diri untuk membersihkan dunia dari ketidakadilan dan kezaliman, senantiasa siap membela tanah air dan kehormatan. Dan pada saatnya, mereka dengan anggunnya mengembangkan sayap memaafkan terhadap saudara-saudaranya.
Mengetahui bahwa segala sesuatu selain Allah adalah fana dan akan berangsur sirna, orang-orang ideal tidak membungkuk di hadapan sesuatu atau seseorang pun selain Allah. Mereka menolak gemerlap dunia material yang menggoda, dan justru menilai dan menggunakan apa yang telah dianugerahkan atas mereka di jalan Allah, sama seperti makhluk surgawi. Mereka memeriksa semua yang terjadi seperti seorang ilmuwan di laboratorium. Mendedikasikan hidupnya untuk kemanusiaan dan mewariskan dunia yang lebih baik bagi generasi mendatang.
Manusia-manusia pada sebuah masyarakat ideal akan terus mengejar berkah-Nya dan berusaha untuk menjadi mencari Ridha Allah dan kebenaran. Pencapaian materi dan spiritual mereka tidak mengganggu ketulusannya. Mereka menganggap nilai tertinggi adalah menjadi hamba Allah dan mereka menghargai semua hamba Allah sebagai orang yang hebat, dan menghargai masing-masing sebagai rekan. Dalam hati, mereka mencairkan setiap kekerasan atau perasaan buruk yang berasal dari orang lain, sehingga menunjukkan bagaimana yang benar mengalahkan yang salah.
Mereka mengubah halilintar menjadi sebuah cahaya dan sinar bagi seluruh mata dan hati. Dalam suasana cerah, api Namrud menjadi padam dan berubah menjadi sebuah taman hijau yang menenangkan jiwanya yang kasar dan pemarah.
Sebagian besar dari kita masih belum mencapai derajat ini. Kita belum bisa membalas keburukan dengan kebaikan dan masih saja menghadapi kekerasan dengan kekerasan dan kebencian dengan kebencian.
Seandainya bukan karena daya tarik, keindahan, dan sinar yang memberikan kehidupan dari Islam dan Al-Qur’an, tidak mungkinlah dakwah dan amanah ini bisa sampai dan bertahan hingga hari ini walaupun penuh dengan kesalahpahaman yang kita buat dan contoh buruk yang telah kita berikan.
Discussion about this post