Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar
La Ilaha Illallahu Allahu Akbar
Allahu Akbar wa lillahil hamd
Gema takbir bersahut-sahutan sejak petang kemarin. Umat Muslim pagi itu berbondong-bondong menuju masjid untuk melaksanakan salat Iduladha. Ya, perayaan tahunan umat Muslim seluruh dunia untuk memperingati pengorbanan Nabi Ibrahim ‘alaihi salam tersebut terasa gaungnya hingga ke pelosok negeri, di relung hati manusia-manusia beriman, terutama bagi Pak Andi.
Pagi itu, setelah bersama-sama melaksanakan salat Iduladha, Pak Andi bertolak menuju tempat pemotongan sapi di lapangan dekat masjid, bersama dengan rombongan jemaah lainnya. Hari itu adalah hari yang penuh kebahagiaan, terutama bagi orang-orang yang tak berpunya seperti beliau. Terbayang di pikirannya kebahagiaan sang istri dan dua anaknya jika nanti Pak Andi pulang membawa sekantong daging kurban.
Daging kurban pun dibawa pulang dan dimasak oleh istrinya. Namun, tergurat sedikit kekecewaan di benak laki-laki itu tatkala menikmati hidangan yang disuguhkan istrinya tersebut. Ia yang terhitung masih cukup muda saja, tidak sanggup mengunyah daging dalam masakan itu. Meski telah dimasak dalam waktu lama, daging yang didapat dari kurban itu nyatanya masih tetap alot, dan ternyata hal itu juga dirasakan oleh beberapa tetangganya yang juga menerima kurban. Pada akhirnya, orang-orang seperti mereka tidak dapat benar-benar merasakan nikmatnya makan daging, yang sebenarnya hanya didapatkan setahun sekali itu.
***
Tiap tahun umat Islam di seluruh dunia merayakan hari raya Iduladha atau ‘Id Qurban, yang di dalamnya orang-orang Muslim mengorbankan sebagian hartanya dalam bentuk hewan kurban mulai dari kambing, domba, sapi, kerbau, hingga unta. Ibadah yang berakar dari pengorbanan Nabi Ibrahim ‘alaihi salam dengan merelakan Nabi Ismail ‘alaihi salam disembelih, lalu Allah gantikan dengan domba, juga inspirasi yang menjadi pembeda antara Habil yang dengan sukacita mengorbankan hasil ternak terbaiknya daripada Qabil yang mengorbankan hasil panen yang paling buruk, sejatinya mengingatkan kita bahwa keterikatan dengan materi duniawi haruslah dijauhi.
Iduladha adalah perayaan tahunan umat Muslim yang diawali dengan menjalankan salat ‘Id lalu menyembelih kurban hewan ternak lalu membagikannya kepada para mustahik. Iduladha merupakan sebuah syiar yang letak syiarnya ada pada prosesi penyembelihannya. Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membahasakan kurban sebagai amal ibadah yang paling dicintai Allah subhânahu wa ta’âla dengan kalimat ihraq al-dam yang berarti mengucurkan atau mengalirkan darah.1 Kurban ini dilakukan atas dasar kesadaran spiritual mendalam bahwa darah dan daging kurban itu tidak akan sampai kepada Allah, melainkan penghambaan dan ketakwaan kita kepada-Nyalah yang akan sampai2, mencakup niat yang tulus, memilih hewan kurban terbaik dengan mengindahkan konsep kehalalan dan faktor higienis atau kebersihan saat dikonsumsi oleh penerimanya.
Hewan yang akan dikurbankan harus memenuhi syarat-syarat berikut ini:
Pertama, Hewan yang dikurbankan harus berupa hewan ternak, yaitu unta, sapi, kambing, atau domba.
Kedua, Usia minimal yang ditentukan oleh syariat untuk unta adalah 5 tahun masuk tahun ke-6, untuk sapi adalah 2 tahun masuk tahun ke-3, untuk domba adalah 1 tahun (atau minimal 6 bulan apabila sulit mendapatkan domba yang berusia 1 tahun), dan untuk kambing adalah minimal 1 tahun dan masuk tahun ke-2.
Ketiga, Hewan yang dijadikan kurban harus dalam keadaan sehat, tidak cacat, dan tidak berpenyakit. 3
Syarat-syarat di atas, terutama syarat ketiga, bertujuan untuk menjaga kualitas daging hewan kurban. Selain alasan syariat, memilih hewan ternak yang berkualitas untuk dikurbankan juga bertujuan untuk menjaga orang yang mengonsumsinya terhindar dari penyakit yang mungkin dibawa oleh hewan ternak. Namun, meski hewan ternak yang dikurbankan telah melewati seleksi 3 syarat di atas, nyatanya sering kali kualitas daging hewan kurban tidak sebagus daging yang ada di pasaran. Daging kurban terasa lebih alot atau keras sehingga lebih sulit untuk diolah menjadi makanan.
Kualitas Daging dan Faktor-Faktornya
Di Indonesia, daging sapi yang beredar di pasaran diproduksi dengan mutu yang dijaga di peternakan dengan menerapkan aturan yang tertuang dalam UU nomor 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan4. Dalam undang-undang tersebut, diatur tentang peternakan dan kesehatan hewan mencakup antara lain:
- pembenihan,
- kemitraan usaha peternakan,
- pengaturan ternak betina produktif, dan
- pencegahan penyakit hewan.
Selain itu, aturan mengenai kesehatan dan kehigienisan hewan, penanganan kesejahteraan hewan, dan pemotongan hewan diatur dalam UU nomor 95 tahun 2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan5.
Alotnya daging hasil kurban tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh jenis apa dan dari mana hewan kurban tersebut berasal, dengan asumsi bahwa hewan ternak yang untuk diperjualbelikan dan yang untuk dijadikan kurban diperlakukan sama dan setara di peternakan sesuai undang-undang yang berlaku. Apabila dilihat lebih teliti, ada perbedaan pada proses pemotongan hewan tersebut. Pemotongan untuk keperluan jual-beli diawasi secara ketat dan dilakukan di tempat-tempat yang telah tersertifikasi. Pada bagian kedelapan undang-undang nomor 95 tahun 2012 pasal 95 ayat 1 di atas dijelaskan bahwa pemotongan hewan harus mengikuti beberapa prinsip, antara lain:
- dilakukan dengan cara tidak menyakiti,
- tidak menyebabkan ketakutan dan stres saat penanganan sebelum hewan dipotong, dan
- dilakukan dengan cara yang dapat mengakhiri penderitaan hewan sesegera mungkin.
Stres pada hewan sebelum disembelih memiliki hubungan yang sangat erat dengan kualitas daging yang dihasilkan kemudian. Hal ini berhubungan dengan berubahnya kondisi kimiawi pada otot dan daging hewan tersebut. Kadar pH pada daging hewan yang stres pada saat disembelih akan menurun dan tingkat glikolisis yang berubah membuat daging berkualitas PSE (pale, soft, exudative)6, yang meskipun lunak pada saat mentah, tetapi akan bertekstur keras saat dimasak.7 Hal ini bersamaan dengan terbentuknya asam laktat dari penguraian glikogen melalui proses glikolisis, yang menghasilkan daging dengan pH rendah, kadar air sedikit, dan bertekstur keras.8
Stres pada hewan sebelum disembelih dapat diakibatkan oleh penanganan yang kurang tepat, seperti proses perebahan hewan sebelum disembelih yang dilakukan secara beramai-ramai, tidak adanya separasi atau pemisahan tempat pemotongan dengan pengumpulan hewan dalam antrean sehingga proses pemotongan terlihat oleh hewan lain yang menyebabkan tekanan psikologi (psychological stress) pada hewan tersebut.
Selain itu, kualitas daging setelah disembelih dipengaruhi oleh pelayuan daging tersebut. Pada saat hewan disembelih, terjadi proses eksanguisasi atau pengeluaran darah hewan dari tubuh, lalu sirkulasi darah berhenti sehingga suplai oksigen ke otot terputus. Ketiadaan oksigen di dalam otot memaksanya bermetabolisme secara anaerob9, yang berakibat pada berkurangnya akumulasi asam laktat, pH rendah, produksi adenosin trifosfat (ATP)10 sehingga kemampuan otot untuk berkontraksi dan berelaksasi hilang. Pada saat inilah proses rigor mortis atau kekakuan pada kematian (stiffness of death) terjadi. Otot akan berada pada fase mengeras atau kaku selama beberapa waktu. Lama proses rigor mortis pada hewan berbeda-beda. Pada kambing sendiri, durasi rigor mortis berlangsung selama 6-10 jam, sedangkan pada sapi berlangsung selama 6-12 jam.11 Setelah melalui periode tersebut, daging secara berangsur-angsur akan melunak.
Di Rumah Pemotongan Hewan (RPH), penanganan hewan dilakukan dengan bagus, baik sebelum penyembelihan maupun setelahnya. Tempat pemotongan yang baik adalah yang terpisah jauh dari tempat antrean hewan, memiliki alat khusus untuk membaringkan hewan dengan mudah, memiliki teknik pemotongan khusus dan personil yang tersertifikasi sehingga mempersingkat penderitaan hewan, serta memiliki tempat penyimpanan daging dengan cara digantung pada suhu 0-4 °C selama minimal 18 jam sebelum sampai ke tangan konsumen untuk diolah.12 Bila dibandingkan dengan proses pemotongan pada saat hari raya Iduladha ala kebanyakan orang Indonesia, maka dapat dengan mudah kita temukan penyebab-penyebab stres pada hewan yang memengaruhi kualitas daging kurban tersebut.
Sering kali kita melihat hewan yang diperlakukan dengan setengah “memaksa” pada saat penyembelihan hewan kurban, perebahan hewan dilakukan oleh beberapa orang hanya bermodalkan tali tambang, proses eksanguisasi dan rigor mortis yang tidak dilalui dengan baik karena daging kurban yang akan segera didistribusikan ke masyarakat, yang pada umumnya langsung dimasak. Inilah yang menyebabkan daging hasil kurban memiliki rasa dan tekstur yang berbeda dengan daging yang dipotong di RPH. Maka untuk mendapatkan daging yang tetap baik, para penerima daging kurban sebaiknya menyimpan dahulu daging tersebut sesuai arahan di atas sehingga proses rigor mortis terlalui.
Pembagian Daging Kurban
Pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, pembagian daging kurban tidak dilakukan dalam waktu yang singkat. Hal ini dapat kita lihat dalam sabda Beliau ini: “…dulu aku melarangmu makan daging kurban yang berumur lebih dari tiga hari, tetapi sekarang kamu bisa menyimpannya selama yang kamu inginkan…”.13 Dalam hadis lain, Beliau juga bersabda: “…makanlah, berikan pada yang membutuhkan, dan simpanlah di tahun itu untuk mereka yang mengalami kesulitan…”14
Hadis-hadis tersebut memberikan kita gambaran dan pedoman bahwa membagikan daging kurban tidak perlu terburu-buru, seperti yang sering terjadi di masyarakat kita dengan sistem kupon atau antrean yang berdesak-desakan. Dengan berpedoman pada cara Rasulullah mendistribusikan daging kurban, selain proses rigor mortis dapat terlalui dengan baik, juga kemaslahatan dan keselamatan umat tetap terjaga.
Bila diambil contoh sebagai perbandingan, di Arab Saudi misalnya, pemotongan hewan kurban sepenuhnya dipantau oleh pemerintah. Proses kurban dari awal hingga akhir dilakukan di tempat resmi yang telah ditunjuk pemerintah. Pemotongan di luar tempat yang resmi akan dikenakan denda.15 Hal ini tentu bertujuan agar proses kurban yang dijalani dapat sesuai dengan aturan, baik secara syariat Islam maupun standar pemotongan hewan yang berlaku. Dengan melibatkan aturan dan tenaga yang ahli, kualitas daging kurban akan terjaga.
Kurban Sebentuk Ibadah
Berkurban merupakan ibadah sunah muakadah bagi umat Muslim. Dengan esensi kurban yang merupakan sebentuk syukur atas segala nikmat yang Allah berikan, sepatutnya proses berkurban juga harus memperhatikan kesejahteraan hewan yang akan dikurbankan agar rasa syukur dan pengorbanan kita lebih paripurna. Bukan tidak mungkin bila kurban yang bertujuan amat mulia berkurang pahalanya karena kita memperlakukan hewan dengan tidak tepat sehingga menyebabkan stres pada hewan tersebut. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu mengajari kita untuk memberikan yang terbaik, menyedekahkan yang paling baik dari apa yang kita miliki. Tidakkah Beliau juga mengajarkan kepada kita untuk berlaku baik kepada hewan sembelihan pada saat kita akan menyembelihnya?16 Beliau bahkan meminta kita untuk tidak mengasah pisau di depan mata hewan sembelihan dan menegur seseorang yang mengasah pisaunya di depan sembelihan yang telah ditelentangkannya dengan berkata, “Apakah kamu ingin membunuhnya dua kali? Tidakkah kamu mengasah pisaumu sebelumnya, sebelum menelantangkannya?”17
Ketika kita memberi daging kurban dengan kualitas terbaik kepada masyarakat, nilai dari sedekah kita akan lebih tinggi, kualitas daging kurban yang kita keluarkan akan sebanding dengan diterimanya persembahan kurban tersebut oleh Allah subhânahu wa ta’âla. Kita bisa belajar dari kisah anak-anak Nabi Adam ‘alaihi salam: Qabil dan Habil. Pada saat mereka berkurban kepada Tuhannya, hanya kurban Habil yang diterima, karena dia mempersembahkan kurban terbaiknya dengan hati yang ikhlas, penuh penghambaan dan ketakwaan, serta kualitas kurban yang istimewa.18
Keterampilan dalam memproses hewan kurban menjadi daging yang istimewa bagi para mustahiknya menjadi hal yang patut diperhatikan. Perlu adanya pelatihan kepada panitia kurban mengenai hal-hal tersebut agar event tahunan Iduladha bukan hanya menjadi sebuah ritual, tetapi juga menjadi ajang berintrospeksi dan meningkatkan kemampuan serta memaksimalkan keistimewaan yang dialami oleh setiap yang merayakannya. Upaya meningkatkan keterampilan tersebut merupakan salah satu bentuk ibadah, sebagaimana upaya kita untuk meningkatkan kualitas salat dengan memperhatikan dan memperbaiki detail-detail syarat-syarat dan rukun-rukunnya. Penanganan kurban dengan ihsan juga telah diajarkan oleh Rasulullah, dengan tujuan meminimalisasi penderitaan yang akan diterima hewan kurban, dan menghadirkan niat untuk mendekatkan diri kepada Allah, serta mengakui bahwa hewan yang disembelih adalah pemberia dari-Nya.
Dari Iduladha ini, kita dapat menarik pelajaran bahwa seyogianya makhluk hidup yang ada di muka Bumi ini tak hanya manusia. Allah menciptakan tumbuhan dan hewan sebagai pemberi manfaat kepada manusia, salah satunya untuk kurban. Sebagai sesama makhluk Allah, kita harus menyadari bahwa hewan dan tumbuhan juga harus kita kasihi, penuhi haknya, dan perhatikan kesejahteraannya, karena bukan hal yang mustahil jika keridaan Allah justru terletak pada bagaimana cara kita memperlakukan makhluk ciptaan-Nya dengan penuh kasih dan sayang.
Referensi:
- Tirmidzi, no. 1493, Keutamaan Kurban.
- al-Hajj, 22/37.
- Tercantum dalam kitab Kifayatul Akhyar:
- Dokumen undang-undang no. 14 tahun 2014 mengenai perubahan atas undang-undang no. 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan dapat diakses di: https://www.dpr.go.id/jdih/index/id/1623#:~:text=%2D%20Dalam%20Undang%2DUndang%20ini%20diatur,hewan%3B%20dan%20penguatan%20otoritas%20veteriner.
- Dokumen undang-undang no. 95 tahun 2012 mengenai Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan dapat diakses di: https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/5310
- Pucat, lunak, eksudatif (terdapat rembesan cairan dari jaringan daging sebagai permulaan rangkaian proses pembusukan).
- Hambrecht, E., Eissen, J. J., Newman, D. J., Smits, C. H. M., Verstegen, M. W. A., & Den Hartog, L. A. (2005). Preslaughter handling effects on pork quality and glycolytic potential in two muscles differing in fiber type composition. Journal of Animal Science, 83(4), 900-907.
- Grandin, T. (1980). The effect of stress on livestock and meat quality prior to and during slaughter. International Journal for the Study of Animal Problems, 1(5), 313-337.
- Metabolisme dengan tidak melibatkan oksigen, lawan kata dari aerob.
- Adenosin trifosfat (ATP) yang umum dikenal dengan istilah energi.
- Dikutip dari https://thefooduntold.com/food-science/meat-science-what-is-rigor-mortis/
- Dikutip dari https://fapet.ipb.ac.id/direktori/39-news/1117-proses-pelayuan-untuk-tingkatkan-mutu-daging-sapi
- HR. Muslim No. 1977
- HR. Bukhari, no. 476.
- Dikutip dari https://kemenag.go.id/nasional/kesehatan-hewan-kurban-di-mekkah-dipantau-pemerintah-arab-saudi-6fddi0
- Muslim, no. 1955, perintah berbuat baik pada sembelihan.
- Hakim, no. 7563.
- al-Ma’idah, 5/27.
Discussion about this post