Sel-Sel Beta Pankreas Hasil Sekresi Insulin yang Dihasilkan Sel-Sel Punca
Insulin merupakan hormon kunci yang diproduksi dalam sel-sel beta pankreas, dengan sebuah tugas untuk mengatur kadar gula (glukosa) dalam darah. Sebagai tanggapan pada gula, sel-sel beta diaktifkan untuk menyekresi insulin sebagai akibat turunnya kadar gula dalam darah. Ketika sel-sel beta berkurang atau menjadi tidak berfungsi, maka kadar gula darah akan naik melebihi batas normal sehingga menyebabkan diabetes. Pada pasien diabetes tipe 1, sel beta pankreas secara bertahap dihancurkan oleh sistem imun pasien itu sendiri. Pasien diabetes tipe 1 dapat menggunakan suntikan insulin harian. Namun dikarenakan adanya kesulitan untuk mengatur kadar gula secara tepat, maka episode berulang dari gula yang tidak teratur pun sering kali dapat menyebabkan kerusakan organ dan memperpendek harapan umur pasien. Insulin juga dapat dipulihkan dengan mentransplantasikan sel beta dari pankreas yang terisolasi dari donor organ. Meski begitu, pengobatan ini masih belum layak atau umum dilakukan. Ada berbagai upaya intensif untuk menghasilkan sel beta fungsional dari sel punca sebagai terapi sel umum yang luas, tetapi upaya ini biasanya berakhir dengan sel beta yang belum matang dengan kapasitas sekresi insulin terbatas. Baru-baru ini, sebuah studi untuk pertama kalinya menunjukkan bahwa sel-sel pankreas dengan struktur dan fungsi normal secara fisiologis dapat dihasilkan dari sel-sel punca. Para peneliti menguji sel beta turunan dari sel induk mereka dalam studi kultur sel dan tikus. Pada tikus, mereka menunjukkan bahwa sel beta yang diderivasi dari sel punca yang ditransplantasikan dapat bertugas mengatur metabolisme gula secara kuat dalam konteks organisme. Selain itu, sel-sel ini merespons perubahan kadar gula, bahkan lebih baik daripada pulau pankreas (pulau langerhans) yang diisolasi dari organ donor. Sejauh ini, investigasi fungsi sel beta dalam penelitian ini adalah yang paling komprehensif. Generasi sel beta matang yang berfungsi penuh pada tingkat yang dapat diukur mungkin akan dapat dilakukan dalam beberapa tahun ke depan dan membuat terapi sel diabetes lebih dapat dicapai.
Balboa et al. Functional, metabolic and transcriptional maturation of human pancreatic islets derived from stem cells. Nature Biotechnology, March 2022.
Pabrik Obat Mini yang Bisa Diimplan Memberikan Harapan pada Imunoterapi Kanker
Imunoterapi yang menggunakan sistem kekebalan tubuhnya sendiri untuk mencegah, mengendalikan, dan membasmi kanker, kini telah semakin banyak diadopsi dikarenakan ketepatannya. Sebuah studi baru menunjukkan bahwa “pabrik obat” mini yang dapat diimplan dan menghasilkan protein sistem imun dapat menawarkan sebuah cara baru untuk mengobati beberapa jenis kanker. Dalam terapi eksperimental baru ini, yang diujikan hanya pada tikus, manik-manik seukuran kepala jarum pentul dimasukkan ke daerah sekitar sel kanker yang sedang tumbuh, yang akan menyalurkan sebuah dosis interleukin-2 (IL-2) secara terus-menerus untuk menjaga sel darah putih tetap aktif demi mendeteksi dan melawan kanker. IL-2 adalah obat imunoterapi yang digunakan dalam pengobatan beberapa jenis kanker. Hanya saja, IL-2, terutama pada dosis tinggi sistemik, dapat menjadi sangat beracun dengan efek samping yang serius seperti menyebabkan tekanan darah rendah, detak jantung yang tidak normal, dan nyeri pada dada. Dengan pemikiran inilah, maka studi baru secara khusus membuat manik-manik IL-2 sangat kecil yang dirancang untuk menargetkan lingkungan tumor lokal berskala kecil tanpa memengaruhi bagian tubuh lainnya. Hasil awal yang dilakukan pada tikus yang menderita kanker ovarium stadium lanjut menunjukkan efektivitas 100%. Selain itu, tikus yang menderita kanker usus menunjukkan keberhasilan sebanyak 87% hanya dalam 6 hari saja. Teknologi ini memegang premis khusus bagi kanker yang terjadi di dalam rongga-rongga tertutup seperti kanker ovarium, pankreas, dan usus besar, serta tumor paru-paru tertentu. Selain itu, pabrik obat mini ini dapat diisi dengan obat lain juga, tergantung pada jenis tumor dan jaringannya. Secara umum, hasil ini memberikan alasan yang kuat untuk merancang uji coba pada manusia, yang diperkirakan akan dimulai di tahun depan.
Nash et al. Clinically translatable cytokine delivery platform for eradication of intraperitoneal tumors. Science Advances, March 2022.
Perubahan Iklim Akibat Ulah Manusia Bisa Mengakibatkan Gletser Tertinggi Gunung Everest Hilang di Pertengahan Abad
Gletser-gletser gunung kini mencair dengan kecepatan yang meningkat drastis selama beberapa dekade terakhir, dan hilangnya kapasitas air yang diakibatkan olehnya telah berdampak besar pada ekosistem lokal dan global. Sebuah studi terbaru berfokus pada gunung tertinggi yang ada di permukaan Bumi, yakni gunung Everest (8.848,86 m). Studi ini didasarkan pada tinjauan naskah masa lalu, data dan pemodelan yang diperoleh baru-baru ini, perubahan suhu, curah hujan, gletser dan danau glasial (badan air yang berasal dari aktivitas gletser yang terbentuk ketika gletser mengikis tanah lalu meleleh dan mengisi depresi yang diciptakan olehnya), kualitas air sungai dan danau, lingkungan atmosfer, dan fenologi vegetasi (deskripsi peristiwa siklus hidup tumbuhan secara periodik sepanjang musim tanam). Analisis-analisis atas hal-hal tersebut mengungkap adanya pemanasan substansial di wilayah gunung Everest selama abad ke-20, yang menyebabkan pelelehan dan sublimasi. Hal ini pun menyebabkan rangkaian peristiwa yang ketika semakin banyak lapisan salju mencair, maka semakin banyak pula es yang terpapar sehingga menyerap lebih banyak sinar Matahari, dan pada gilirannya mempercepat laju pencairan gletser. Gletser South Col, yang terletak di dekat puncak gunung Everest, telah kehilangan sekitar 55 meter ketebalannya dalam kurun waktu 25 tahun terakhir. Yang lebih mengkhawatirkan lagi adalah bahwa es tersebut kini menipis 80 kali lebih cepat daripada 2.000 tahun yang dibutuhkan untuk membentuk lapisan es-nya. Di saat perubahan angin dan kelembaban mungkin hanya sedikit berkontribusi pada hilangnya es, perubahan iklim yang disebabkan oleh ulah manusia justru adalah penyebab terbesarnya. Gunung Everest menunjukkan respons hidrologinya terhadap pemanasan global. Jika tren pencairan yang sama terus-menerus berlanjut, maka air yang tersimpan di dalam gletser, yang menjadi sandaran bagi lebih dari 1 miliar manusia sebagai sumber air minum dan irigasi akan mulai terkuras secara signifikan. Dengan perkiraan tingkat penipisan sekitar 2 meter per tahun, maka gletser termasuk South Col dapat saja menghilang pada pertengahan abad ini.
Potocki et al. Mt. Everest’s highest glacier is a sentinel for accelerating ice loss. Nature Climate and Atmospheric Science. February 2022.
Discussion about this post