• Privacy & Policy
  • Kontak
  • Tentang Kami
    • Profil
    • Redaksi dan Manajemen
    • Dewan Penasihat
  • Mata Air di Dunia
    • Arabic
    • Deutsch
    • English
    • Spanish
    • Turkish
  • FAQ
  • Kirim Artikel
  • Karir
Friday, September 22, 2023
  • Login
Majalah Mata Air
Advertisement
  • Home
  • Rubrik
    • Sains
    • Budaya
    • Spiritualitas
  • Penulis
    • M. Fethullah Gülen
    • Dr. Ali Unsal
    • Astri Katrini Alafta S.S. M.Ed.
    • Abdullah Farid
  • Event
  • Tetes Mata Air
  • Arsip
  • Berlangganan
  • Produk Kami
    • Buku Digital
    • Majalah Digital
    • Mata Air dalam Genggaman
  • Semua Membacanya 2023
No Result
View All Result
  • Home
  • Rubrik
    • Sains
    • Budaya
    • Spiritualitas
  • Penulis
    • M. Fethullah Gülen
    • Dr. Ali Unsal
    • Astri Katrini Alafta S.S. M.Ed.
    • Abdullah Farid
  • Event
  • Tetes Mata Air
  • Arsip
  • Berlangganan
  • Produk Kami
    • Buku Digital
    • Majalah Digital
    • Mata Air dalam Genggaman
  • Semua Membacanya 2023
No Result
View All Result
Majalah Mata Air
No Result
View All Result
Home Budaya Sejarah

Kecintaan Para Sultan Utsmaniyah Kepada Rasulullah SAW

Ziya Demirel

by admin
8 years ago
in Sejarah
Reading Time: 6 mins read
Share on WhatsappShare on FacebookScan and read on your phone

Di panggung sejarah Kesultanan Utsmaniyah adalah salah satu pembawa panji-panji Islam yang telah berjuang tanpa pamrih untuk mengibarkan kejayaan Islam ke seluruh penjuru dunia. Di setiap kesempatan para Sultannya baik secara langsung maupun tidak, akan terlibat di garis paling depan perjuangan ini. Manusia-manusia yang diberkahi tersebut menyadari bahwa tugas untuk menghadapi serangan terhadap Islam adalah sebuah kewajiban, dan mereka menjalankannya dengan kesadaran dan kehati-hatian sebagai seorang hamba dan umat. Sultan-sultan Utsmaniyah tumbuh dewasa dan dibesarkan dengan cinta kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Kebanyakan dari mereka memiliki cinta yang begitu dalamnya hingga terpatri kuat di dalam kalbunya, bahkan bisa dikatakan mereka telah menghabiskan hidupnya di atas punggung kuda demi menyebarkan nama harum Rasulullah. Kecintaan yang telah tertanam hingga ke relung-relung kedalaman jiwa mereka ini akan membuat mereka memperhatikannya secara khusus segala sesuatu yang berkaitan dengan Beliau (Shallallahu Alaihi Wasallam). Pada diri mereka cinta kepada Sang Nabi ini seakan telah menjadi jihad spiritual. Sebelum persiapan penaklukan kota-kota tersebut mereka telah menguatkan terlebih dahulu nilai-nilai kecintaan pada hati mereka, yakni mereka telah berhasil membuka pintu-pintu hati melalui jihad ruhani dan membuka pintu-pintu benteng dengan jihad jasmaninya.

Manusia-manusia mulia ini, telah menempatkan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam di tempat yang begitu istimewa di hati mereka, pada kehidupan sehari­-harinya hingga pada puisi-puisi pujian yang mereka tulis, di segala bidang mereka akan selalu menyebut nama Beliau dan membandingkan segala sesuatunya dengan Beliau, jika tidak maka itu tidaklah dapat disebut sebagai kehidupan bagi mereka. Puisi­-puisi yang pada masa yang lampau telah ditulis dengan air mata ini, telah menjadi penerjemah bagi kecintaan pada Rasulullah sampai hari ini. Keindahan semisal tinta dari lautan ini telah menjadi memori yang manis di sepanjang sejarah.

Suatu ketika Sultan Murad II berbaring tanpa daya. Mata terpaku pada sebuah isyarat tangannya, sementara telinga terkunci pada sebuah kata yang akan keluar dari lidahnya. Beliau sedikit bergeser dari peraduannya dan berkata kepada perdana menterinya:

– Baca Ishak, bacakanlah wasiat kita!

RelatedArticles

Sejarah Perpustakaan Dunia

Shuffah, Pusat Bagi Para Jenius

Ishak Pasha, sang menteri mulai membaca wasiat terse­but dengan suara keras dan berwibawa:

“Bismillahirrahmanirrahim, puji syukur kepada Allah Jalla Jalaluhu, segala puji bagi-Nya, shalawat salam kepada Nabi kita Muhammad al-Mustafa, Shal­lallahu Alaihi Wasallam. Tawakalku adalah iman ke­pada Sang Khalik. Setiap jiwa akan merasakan mati. Janganlah kalian terperosok pada pesona dunia, dan janganlah hidup dengan keangkuhan. Bagikanlah sepertiga hartaku di Propinsi Saruhan, berikan 3.500 keping emas bagi fakir miskin di Mekkah, 3.500 emas bagi fakir miskin di Madinah. Berikan 500 kepingnya bagi penduduk Mekkah yang berada di sekitar Ka’bah dan melakukan khatam Al-Qur’an lalu mintalah mereka membaca 70.000 kali kalimat Tauhid “Laa ilaha illallah” di teruskan dengan membaca Al-Qur’an beru­langkali semoga pahala kebaikannya diberikan kepada pemilik wasiat ini. Berikan pula 2.500 kepingnya bagi penduduk Masjidil Aqsa di kubbah Sadra yang mem­baca 70.000 kali kalimat Tauhid “Laa ilaha ill allah” dan diteruskan dengan membaca AlQur’an berulang kali.” Jika diperhatikan dengan saksama dari wasiatnya, dapat terbaca jelas besarnya kecintaan Sultan Murad Han kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Karena, saat itu baik Hijaz (Mekkah dan Madinah), maupun juga Kuds (Al­Aqsa) bukan merupakan wilayah Kesultanan Utsmani­yah. Kecintaan di dalam jiwanya begitu besar, sehingga atas kehormatannya yang tinggi kepada penduduk dua daerah tersebut, beliau tidak ingin penduduk di kota-­kota tersebut hidup dalam kekurangan.

Dan pada tahun 1453 … Tersebutlah seorang koman­dan muda yang memimpin di depan pasukan kesul­tanan Utsmaniyah. Beliau mendirikan tenda markas besar pasukannya di depan benteng Istanbul agar dapat mencapai kabar gembira yang diberikan Rasulullah SAW Allah yang Maha Kuasa menganugerahi kepada beliau penaklukkan atas Konstantinopel pada sebuah pagi di hari Jumat. Sang komandan yang diberkahi ini keluar pada suatu tengah malam untuk pergi mengunjungi gurunya Ulama besar Aksemseddin. Muncul keinginan beliau untuk menemukan kubur Ayyub al-Ansori ra, seorang sahabat anshor yang rumahnya ditempati Rasulullah SAW setelah hijrahnya Nabi ke kota Madinah hingga Masjid Nabawi selesai dibangun dan kemudian pada masa awal penaklukan Konstantinopel (sebelum menjadi Istanbul) sahabat ini telah syahid di sana. Sang Sultan meminta bantuan gurunya tersebut untuk memecahkan permasalahan ini. Aksemseddin meng­gamit lengan Sultan dan menuntunnya ke pinggiran teluk Hali.;, lalu mengisyaratkan dengan telunjuknya ke sebuah tempat sembari mengatakan: “Nah, di sini­lah tempat yang kau cari itu.” Fatih Sultan Mehmed segera memerintahkan untuk membangun masjid dan pemakaman di tempat tersebut. Tempat itulah yang hingga hari ini masih bisa kita kunjungi sebagai kompleks Masjid dan pemakaman Sahabat Ayyub al-Anshori di Istanbul. Terlihat jelas bahwa ternyata kecintaan yang besar tersebut tidak hanya pada Rasulullah SAW namun juga kepada Para Sahabat mulia yang menerus­kan ajaran Beliau.

Kecintaan ini juga menurun dari Sultan Fatih kepada putranya Sultan Bayezid. Suatu hari, sultan Bayezid II pergi menemui sahabatnya Yusuf, seseorang yang amat mencintai Allah, sebelum sahabatnya itu pergi haji. Sul­tan menyampaikan padanya sejumlah emas, dan mengatakan: “Ini adalah hasil jerih payahku sendiri yang kudapatkan secara halal. Kusisihkan emas ini untuk lampu-lampu di Raudhah yang suci. Beliau berpesan agar segera ketika sahabatnya itu tiba ke makam Ra­sulullah, menyampaikan pada Beliau: “Ya Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam, Sultan Bayezid II yang penuh dosa telah menitipkan emas ini untuk membeli minyak bagi lampu-lampu di makammu. Kumohon un­tuk dapat diterima ..”

Pada masa Yavuz Sultan Selim kecintaan yang suci ini seperti warisan yang turun temurun mencapai dimensi yang baru. Setelah Sultan Yavuz Selim berhasil menak­lukkan Makkah, pada khutbah yang dilakukan di masjid-masjid di sana sering diperdengarkan sebutan Hakimu’l–Haramayn (Penguasa Mekkah dan Madinah) bagi beliau. Namun sesungguhnya sebutan ini amat menyakiti hati sang sultan. Suatu hari saat Khatib dan Imam sholat Jum’at kembali menyebut sultan sebagai Hakimu’l–Haramayn maka sang Sultan segera berdiri dan mengkoreksi: “Bukan Hakimu’l–Haramayn namun yang benar adalah Hadimu’l–Haramayn (Pelayan­nya Mekkah dan Madinah), lalu sejak itu Khatib Sholat menyebut beliau dengan panggilan itu. Setelah selesai sholat tersebut Sang Sultan menghadiahkan Kaftan(Jas Kerajaan)-nya kepada Khatib Sholat tersebut. Peristiwa ini menunjukkan besamya rasa kecintaan beliau yang amat mendalam kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.

Sultan-sultan Utsmaniyah melakukan penaklukan pada beberapa wilayah berdasarkan perintah dan isyarat Rasulullah SAW dalam mimpi-mimpi mereka. Se­perti diceritakan pada mimpi Kanuni Sultan Suleyman. Dalam mimpinya Nabi SAW memerintahkan: “Taklukkanlah Belgrade, Rhodes, dan benteng-benteng Bagh­dad barulah kemudian bangunlah kotaku” kata Nabi. Berdasarkan perintah inilah Kanuni Sultan Suleyman segera memulai pembangunan Haramain (Mekkah dan Madinah) dan proyek pemakmuran di sana. Bahkan dengan harta pribadinya sultan ingin mendirikan yayasan yang khusus untuk melayani air minum bagi para ja­maah haji. Putrinya Mikrimah memenuhi keinginan ayahnya tersebut dan membuat saluran agar sumber mata air Zubaidah yang ada di Arafah bisa mencapai ke Mekkah.

Sultan Abdulaziz juga adalah salah satu sultan yang amat mencintai Nabi SAW. Suatu hari tepat ketika beliau terbaring sakit sebuah surat permohonan datang dari kota Madinah. Meskipun sebelumnya pejabat negara ragu untuk menyampaikan surat itu karena kondisi sakitnya beliau namun mereka tetap mengantarkan surat tersebut kepada kepada sultan karena mereka tahu betapa pekanya sultan terhadap kota Madinah. Biasanya ajudan akan langsung membacakan surat lalu menunggu tanggapan dari sultan namun, ketika tahu bahwa surat tersebut datang dari Madinah beliau minta untuk dibantu duduk terlebih dahulu. “Bantulah aku untuk duduk, aku tidak mungkin mendengarkan surat yang datang dari kota suci dalam keadaan berbaring” ujar beliau. Walaupun kakinya bergetar karena sakit dan tangannya harus susah payah berpegangan pada lengan sofa beliau mendengarkan pembacaan surat itu dengan saksama dan segera memerintahkan apa yang perlu dilakukan untuk menanggapinya. Sudah menjadi kebiasaan bahwa para sultan tidak pemah memegang surat yang datang dari kota Madinah tanpa memperba­harui wudhunya terlebih dahulu. Karena semua yang datang dari kota suci itu membawa aroma dan debu dari tempat asal Rasulullah SAW. Beliau akan menge­cup, menyentuhkan ke dahinya, mencoba membaui aromanya barulah kemudian membuka surat tersebut. Salah satu periode yang paling bergejolak dari Kesul­tanan Utsmani adalah pada periode Sultan Abdulha­mid II. Namun sesungguhnya pada periode ini Sultan Abdulhamid II mencetak beberapa prestasi penting dengan melengkapi seluruh negeri dengan kereta api. Jalur yang paling penting adalah Jalur Hijaz (Jalur menuju Mekkah-Madinah). Beliau memfasilitasi jalur kereta api dari Istanbul sampai ke Madinah untuk ke­amanan para Jamaah yang akan melakukan perjala­nan haji dan untuk menjaga kedua kota suci itu. Ketika pembangunan rel-rel kereta api telah mendekati perba­tasan kota Haram beliau hanya membolehkan pekerja muslim yang melakukannya. Pada tanggal 31 Agustus 1908 ketika jalur kereta tersebut telah mencapai 30 km terakhirnya menuju Madinah atas perintah pribadi sul­tan, dipasanglah karpet dari wool di atas rel kereta jalur tersebut dan agar saat lokomotif mendekati kota kecepatannya akan berkurang secara bertahap dan tidak bising. Para penumpang turun dari kereta dengan adab dan penuh hormat. Pada hari-hari tertentu untuk menghormati kedua kota yang diberkahi itu karpet yang terdapat pada jalur kereta tersebut dibersihkan dengan air mawar.

Sekelumit dari apa yang diceritakan di sini berusaha menggambarkan betapa besarnya rasa cinta kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam yang dibawa sultan-sultan Utsmaniyah dari generasi awal hingga generasi terakhirnya. Mungkin pula inilah warisan paling penting bagi kita untuk dapat diteruskan, yaitu memendam rasa cinta yang besar pada kalbu kepada Rasul Mulia Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam. Ya Allah berikanlah kepada kami rasa sayang kepada Rasulullah seperti yang telah Engkau berikan kepada mereka dan semoga kami termasuk yang mendapatkan syafaat dari Beliau Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam.

Tags: IstanbulJalur Makkah Madinahpemimpinsahabatsultanwasiat
Previous Post

Potret Manusia Berkalbu

Next Post

Membaca Buku dan Mengarang, Kakak-Adik Kandung Tak Terpisahkan

admin

admin

Related Posts

Sejarah Perpustakaan Dunia
Sejarah

Sejarah Perpustakaan Dunia

8 months ago
Shuffah, Pusat Bagi Para Jenius
Sejarah

Shuffah, Pusat Bagi Para Jenius

1 year ago
Load More

Discussion about this post

POPULAR POST

  • Taubah, Inabah, dan Aubah

    Taubah, Inabah, dan Aubah

    883 shares
    Share 353 Tweet 221
  • Hewan-hewan yang Menantang Suhu Dingin

    776 shares
    Share 311 Tweet 194
  • Shuffah, Pusat Bagi Para Jenius

    738 shares
    Share 295 Tweet 185
  • Syair Rindu Sang Musafir

    693 shares
    Share 278 Tweet 173
  • Buku atau Gadget

    640 shares
    Share 257 Tweet 160

Majalah Mata Air menyuguhkan bahan bacaan untuk mengembangkan cakrawala pemikiran.

Ikuti Kami

Categories

Bulan Terbit

Kebakaran Hutan

Kesehatan – Ilmu Pengetahuan – Teknologi (Edisi 39)

September 18, 2023
Siang dan Malam dalam Al-Qur’an

Siang dan Malam dalam Al-Qur’an

September 18, 2023
Ketenagan Jiwa

Sakinah dan Thuma’ninah atau Ithmi’nan

September 12, 2023
  • Tentang
  • Ketentuan
  • Kirim Tulisan

© 2021 Majalah Mata Air - Membaca Kehidupan.

No Result
View All Result
  • Arsip
  • Berlangganan
  • Berlangganan Majalah
  • Blog
  • Buku Digital
  • Cart
  • Checkout
  • Checkout
    • Purchase Confirmation
    • Purchase History
    • Transaction Failed
  • Dashboard
  • Dewan Penasihat
  • Event
  • FAQ
  • FAQ Tetas Mata Air
  • Form Berlangganan
  • Form Kirim Artikel Semua Membacanya 2022
  • Gallery
  • Hubungi Mata Air
  • Instructor Registration
  • Jenis Pendaftaran
  • Karir
  • Kirim Artikel
  • Kirim Artikel Semua Membacanya 2022
  • Kirim Tulisan
  • Kuis Majalah Mata Air
  • langganan
  • Langganan Individu
  • Langganan Kelompok
  • LCCL Mata Air 2023
  • Liputan
  • Lomba Menulis Artikel
  • Majalah Digital
  • Majalah Mata Air Edisi 1
  • Majalah Mata Air Edisi 2
  • Majalah Tergantung
  • Mata Air dalam Genggaman
  • Mata Air On Air
  • My account
  • Paket Majalah
  • Pembahasan Try Out Cahaya Abadi
  • Pembahasan Try Out Sirah Nabawiyah
  • Pembahasan Ujian Cahaya Abadi
  • Pemenang SM21
  • Penulis
  • Penulis
  • Polling Cover Buku “Hening Sejenak”
  • Privacy Policy
  • Produk Kami
  • Produk Mata Air di Playbook
  • Profil
  • Proposal Landing Page
  • Quotes
  • Redaksi dan Manajemen
  • Relawan
  • Rubrik
  • Rubrik
  • Seminar 1
  • Seminar 2
  • Seminar 3
  • Semua Membaca Kehidupan Rasulullah
    • Kuis 1 Lomba Semua Membaca Kehidupan Rasulullah
    • Kuis 2 Lomba Semua Membaca Kehidupan Rasulullah
    • Kuis 3 Lomba Semua Membaca Kehidupan Rasulullah
  • Semua Membacanya
  • Semua Membacanya 2022
  • Semua Membacanya 2023
  • Semua Membacanya 2023
  • Shop
  • Soal dan Kunci Jawaban Fikih Sirah
  • Soal dan Kunci Jawaban Cahaya Abadi 2
  • Soal dan Kunci Jawaban Khulasoh Nurul Yaqin
  • Soal dan Kunci Jawaban Mentari Kasih Sayang
  • Soal dan Kunci Jawaban Sirah Nabawi
  • Student Registration
  • Tentang
  • Terima Kasih
  • Try Out
  • Ujian Final
  • Workshop

© 2021 Majalah Mata Air - Membaca Kehidupan.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist