Selama bertahun-tahun, tanaman telah digunakan sebagai unsur pengobatan. Pada awal abad ke-20, lebih dari 40% obat-obatan berasal dari tanaman. Namun pada tahun 70-an, jumlah ini menurun menjadi kurang dari 5% seiring dengan maraknya obat-obatan sintetik yang beredar di pasaran. Sejak tahun 90-an, penemuan lahan baru dalam pemanfaatan tanaman obat-obatan yang menyebabkan meningkatnya permintaan terhadap produk-produk obat tersebut dan disertai pula dengan peningkatan ketertarikan akan obat-obatan botani di negara-negara berkembang berhasil meningkatkan pula nilai guna tanaman-tanaman ini. Saat ini, nilai ekonomi dari tanaman sejenis ini mencapai kisaran 60 juta dolar. Harga jual jahe di pasaran dunia yang terus mengalami peningkatan sejak tahun 2000, meningkat hingga menembus angka 270 juta dolar pada tahun 2004 dan 560 juta dolar pada tahun 2008.
Jahe sejak dulu hingga sekarang
Jahe, yang di dalam Al-Qur’an disebut sebagai: “Di dalam surga itu mereka diberi minum segelas (minuman) yang campurannya adalah jahe”1, merupakan suatu tanaman yang berkhasiat dapat mencegah dan mengobati berbagai macam penyakit. Sejak zaman dahulu, jahe telah digunakan untuk membantu melancarkan pencernaan dan pernafasan, juga dimanfaatkan untuk mengatasi rasa mual, rematik, dan sakit gigi, serta pada pengobatan penyakit radang sendi atau encok. Dalam sejarah kedokteran di peradaban Romawi, Cina, India, Yunani, dan Utsmani, jahe juga disebut-sebut sebagai tanaman yang digunakan dalam pengobatan. Bahkan unsur jahe terdapat pada setidaknya dua per tiga dari formulasi obat-obatan pada dunia kedokteran Cina dan Jepang.
Dalam risalah obat-obatan kuno berjudul “Mücerrebnâme” (The Book of Experiences) hasil karya Şerafeddin bin Ali, seorang tabib yang mashur di zaman kekhalifahan Fatih Sultan Mehmed, dijelaskan bahwa pada banyak ramuan obat ditemukan adanya jahe. Jahe juga merupakan salah satu rempah-rempah yang digunakan pada ramuan Mesir (ramuan berbentuk pasta hasil campuran dari beraneka ragam rempah, red.) yang dibuat oleh Merkez Efendi sebagai obat untuk Hafsa Sultan, ibunda dari Kanunî, pada saat beliau menderita sakit. Setelah terbukti khasiatnya dalam mengobati penyakit Hafsa Sultan, Kanunî memerintahkan agar pasta Mesir dibagikan kepada rakyatnya dan sejak saat itu setiap tahunnya pada musim semi, di Masjid Sultan, kota Manisa, selalu dibagikan Ramuan Mesir ini bagi masyarakat umum.
Dalam buku berjudul “Gâyetü’l-Beyan Fi Tedbir-i Bedeni’lİnsan” yang ditulis oleh kepala tabib Salih bin Nasrullah (abad ke-17), terdapat formula obat-obatan yang mengandung unsur jahe3. Dalam sebuah karya bertajuk “Kamus-ı Tıbb” disebutkan bahwa jahe dapat digunakan dalam pengobatan berbagai penyakit4. Kini, tak hanya digunakan sebagai anti-emetik (penghilang rasa mual), pemberi aroma, serta penambah rasa, namun jahe juga telah umum dikonsumsi baik dalam kondisi segar maupun dikeringkan5.
Akan sangat bermanfaat bagi kita untuk mengenal dan mengetahui secara cermat tentang takaran dan bagaimana penggunaan tanaman ini sebagai pelengkap pada pengobatan medis. Seperti halnya kebanyakan obat lain, obat-obatan yang berasal dari tanaman pun memiliki efek samping yang patut untuk diwaspadai. Selain itu, perlu diingat bahwa konsumsi tanaman obat berdampingan dengan beberapa obat juga dapat memberikan efek negatif. Seperti juga tanaman obat lain yang diciptakan oleh Yang Maha Memberikan Kesembuhan Allah جل جلاله sebagai penawar dari berbagai penyakit di apotik alam semesta maka akan lebih baik jika berkonsultasi terlebih dahulu dengan pakar yang lebih mengetahui tentang penggunaan jahe dengan dosis dan cara pengolahan yang tepat untuk mendapatkan hasil maksimal.
Kandungan Jahe dan Khasiatnya
Bagian tanaman jahe yang berada di atas permukaan tanah berupa daun-daun yang berbentuk seperti sirip, serta bunganya yang berwarna merah merupakan tanaman semusim sedangkan rimpang di bawah tanah yang merupakan cadangan makanannya adalah jenis tanaman menahun. Tanaman ini memiliki aroma wangi serta rasa yang khas dan bagian yang dapat dimanfaatkan adalah bagian bonggolnya. Terdapat senyawa-senyawa aktif pada jahe seperti gingerol, shogaol, bisabolen, zingiberen, zingiberole, kurkumen, 6-paradol, geriniol, neral, oleoresin, minyak lemak (non-volatile oil), dan lilin.6 Di samping itu, jahe terkenal kaya akan kandungan vitamin-vitamin B dan C, kalsium, besi, magnesium, fosfor, potasium, mangan, serta kaya akan serat. Efek fisiologis senyawa-senyawa aktif yang terdapat dalam kandungan jahe serta khasiat-khasiatnya lama kelamaan semakin mencuri perhatian kita. Misalnya saja, gingerol berkhasiat sebagai peringan rasa sakit, penenang, penurun panas, dan pencegah berkembangnya bakteri7. Ramuan yang dibuat dari campuran madu, lemon, dan sedikit jahe bubuk merupakan ekspektoran yang mengeluarkan dahak, membuka jalan pernafasan, sehingga suara yang serak dapat kembali pulih. Jahe juga digunakan untuk pengobatan dan pencegahan penyakit pilek, faringitis, batuk, bronkitis, serta flu. Selain itu, jahe juga mampu membantu menyokong sistem pertahanan tubuh sehingga dapat memperkuat tubuh, meringankan rasa lelah, dan meningkatkan kualitas tidur8. Jahe yang dipercaya sebagai penghilang rasa mual, dapat dikonsumsi pada saat kehamilan, juga pada saat dalam perjalanan9. Menurut sebuah penelitian, jahe terbukti lebih berkhasiat dalam mengatasi mual dan muntah yang kerap terjadi saat pasien terbangun dari pengaruh anestesi dibandingkan dengan obat anti muntah lainnya. Jahe juga dapat dikonsumsi sebagai penghilang rasa mual pada pasien yang tengah menjalani kemoterapi dan yang berada di bawah pengaruh bius
Jahe yang bermanfaat bagi hati dan lambung, serta memperlancar pencernaan dengan meningkatkan sekresi empedu, dapat dimanfaatkan untuk mengobati penyakit-penyakit pencernaan, seperti maag. Komposisi gingerol pada jahe terbukti memiliki pengaruh pada Helicobacter pylori yang merupakan salah satu penyebab penyakit maag11. Penambahan jahe pada makanan hewan yang mengandung gula terbukti tidak berpengaruh pada peningkatan kadar gula darah. Begitu pun pemberian jahe pada tikus yang sebelumnya telah dikenai penyakit diabetes, ternyata justru menurunkan kadar gula dalam darahnya. Hal ini merupakan efek dari enzim yang ada pada jahe yang menekan perubahan karbohidrat lain menjadi glukosa (enzim alfa glukosidase), maka dapat disimpulkan bahwa hal ini tidak menyebabkan penurunan tiba-tiba pada kadar gula darah.
Berdasarkan uji klinisnya jahe juga digunakan pada penyakit-penyakit reumatik dan terbukti berpengaruh dalam menghilangkan nyeri pada persendian. Menurut hasil pengujian yang lain, ditemukan fakta bahwa jahe juga berpengaruh terhadap faktor-faktor penyebab infeksi (COX-2 dan PGE-2). Dalam hal ini, melalui perlambatan proses pengencangan serabut-serabut dinding-dinding pembuluh darah dalam reaksi-reaksi alergi, produksi leukotrin yang merupakan molekul penghambat transisi sel dari pembuluh darah ke jaringan ikat berkurang secara drastis. Pengurangan ini terbukti mampu menurunkan pula rasa nyeri yang diakibatkan oleh infeksi pada persendian.
Minyak volatil yang merupakan 2-3% dari hasil penyulingan rimpang jahe yang telah dikeringkan yang didistilasi dengan uap, dimanfaatkan bagi pengobatan reumatik, nyeri otot dan persendian, serta dapat pula untuk memijat bagian tubuh yang lemah aliran darahnya. Uap jahe juga dapat meringankan sakit seperti pilek, flu, dan juga rasa mual14. Minyak jahe juga dapat dimanfaatkan sebagai pengusir nyamuk15.
Pada penelitian lain disebutkan bahwa gigerol yang ada dalam kandungan jahe dapat mencegah koagulasi. Selain itu dapat pula meningkatkan aliran darah sehingga membuat jantung bekerja dengan lebih baik dan berdetak dengan teratur. Jahe dapat menyeimbangkan tensi, mempercepat sirkulasi darah dan melancarkan peredarannya sehingga darah dapat menjangkau hingga ke permukaan kulit dengan lancar. Dengan demikian, saat tubuh kedinginan, proses penghangatan kaki dan tangan menjadi lebih mudah. Jahe dapat membuat kadar kolesterol dalam darah berkurang dengan cara mengurangi produksi kolesterol dalam hati dan juga dapat mencegah koagulasi yang menjadi penyebab serangan jantung dengan cara meminimalisir efek dari faktor pengaktif trombosit (PAF)16.
Pada penelitian yang lain, jahe disebut juga sebagai antibakteri yang cukup ampuh17. Ekstrak jahe pun ternyata menurut banyak penelitian, berpengaruh terhadap antifungal, antiviral, antimikrobial, serta terhadap bakteri-bakteri gram (+) dan gram (-)18. Khususnya terhadap P. aeuruginosa, S. tyhimurium, E. coli, dan C. albicans, dimana aktivitas antimicrobial jahe ditemukan.
Ditemukan pula fakta bahwa jahe dapat meningkatkan kadar air susu ibu. Para ahli mengatakan bahwa jahe yang dikenal bermanfaat pada pengobatan penyakit-penyakit neurologis tanpa menyebabkan efek samping sehingga jahe dapat pula digunakan untuk mengobati penyakit-penyakit kepala seperti migrain20. Selain itu jahe juga dimanfaatkan pada pengobatan jerawat, eksema, bisul serta pada krim-krim pencegah penuaan dini pada kulit21.
Jahe merupakan antioksidan yang sangat baik. Menurut berbagai penelitian, jahe pada oksidasi produk-produk daging merupakan antioksidan yang memiliki efek cukup kuat. Oksidasi minyak pada daging menyebabkan munculnya senyawa-senyawa aldehid dan keton yang selain bisa mengakibatkan berkurangnya kepekaan indra perasa, penciuman, termasuk perasa kelezatan serta nutrisi, juga dapat berujung pada munculnya zat-zat penyebab kanker. Oleh karena itu, jahe yang tidak mengandung efek samping lebih dipilih untuk menjaga kesehatan manusia dibanding antioksidan buatan22.
Jahe yang diaplikasikan pada sel yang terkena kanker, ternyata mampu mencegah terjadinya perlawanan sel-sel terhadap kemoterapi dan bahkan bisa mematikan beberapa sel yang terkena kanker. Para ahli mengatakan bahwa jahe yang selain ampuh menghentikan pertumbuhan virus penyebab kanker, Epistein-Barr serta dengan kandungan persenyawaan 6-gingerol dan 6-paradol di dalamnya yang mampu menghentikan penyakit leukemia promyelocytic (dengan merusak sintesa DNA dari sel kanker), jahe juga akan dicobakan pada pengobatan kanker ovarium23.
Hingga saat ini, jahe yang selama konsumsi dengan dosis normal memang tidak menyebabkan efek samping. Akan tetapi, sangat tidak disarankan untuk mengkonsumsinya bersamaan dengan obat-obatan pengencer darah seperti heparin, warfarin, maupun aspirin.
Penggunaan jahe pada pasien penderita batu empedu dan yang memiliki resiko pendarahan sangat disarankan mengingat pada kasus-kasus tersebut sintesa trombokinase terhenti24. Konsumsi jahe tidak boleh melebihi 4 gram per harinya sebab jika dikonsumsi secara berlebihan bisa menyebabkan sedikit perasaan terbakar di bagian dada.
Pengobatan dengan memanfaatkan tanaman yang telah dimulai sejak bertahun-tahun yang lalu, kini memulai babak baru dalam kehidupan kita seiring dengan meningkatnya kesadaran kita akan esensi tanaman obat. Kita telah menyaksikan sendiri betapa banyaknya hikmah yang dapat kita rasakan dari jahe, tanaman sumber kesembuhan, seperti halnya tanaman-tanaman obat yang lain sebagai resep ilahi, penawar untuk berbagai penyakit jasmani maupun rohani yang termaktub dalam Al Quran. Sebagaimana yang menciptakan penyakit dan kausanya adalah Allah جل جلاله, kesembuhan dan yang menjadi wasilah bagi kesembuhan itu pun Allah جل جلاله-lah yang menciptakan. Sebagai umat manusia, sudah sepatutnya kita menyadari kelemahan kita dan mengakui kekuasaan Allah yang tiada akhir dengan mengucap “dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku25” sembari memunajatkan doa lisan juga doa aktual yaitu dengan terus mencari metode-metode pengobatan. Dalam hal ini, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, “Allah telah menurunkan penyakit dan juga obatnya. Allah menjadikan setiap penyakit ada obatnya. Maka berobatlah, namun jangan berobat dengan yang haram.” Tugas kita sebagai umat manusia adalah memahami hikmah di balik penciptaan seluruh makhluk serta mengetahui apa, dimana, dan bagaimana kita harus memanfaatkan rentang usia yang telah diberikan oleh Yang Maha Pemberi Kesembuhan sebagai amanah bagi kita.
Discussion about this post