Kata “inbisath” berarti “perluasan” (tawassu’), “penyebaran” (intisyâr), “kedalaman internal”, dan keunggulan seseorang atas tabiatnya sendiri. Para sufi biasa mendefinisikan “inbisath” sebagai terbuka dan ridanya hati terhadap segala sesuatu, melalui ucapan yang baik dan wajah yang semringah, sesuai dengan batas-batas syariat. Dalam konteks hubungan dengan Allah subhânahu wa ta’âla, “inbisath” adalah gabungan kondisi khauf1 dan raja`2 pada diri manusia. Manusia diibaratkan selalu didominasi oleh keegoannya, maka kalbu-kalbu yang telah mampu mencapai tingkatan ini akan senantiasa menarik napas dengan wibawanya dalam ketenangan dan kedamaian, kemudian melepaskannya pun dalam puncak ketenangan dan kesenangan. Setiap kali menarik napas mereka akan merasa bergidik merinding, dan setiap kali mengembuskannya mereka akan merasa lapang atau lega.
Berdasarkan definisi di atas, kita dapat membagi inbisath menjadi dua bagian yaitu dari aspek hubungan kita dengan manusia dan dari aspek hubungan kita dengan Allah subhânahu wa ta’âla:
Inbisath dalam hubungan manusia dengan manusia diibaratkan dengan menjaga hubungan kita dengan Allah, dalam bentuk interaksi individu dengan orang lain sebagai manusia biasa seperti manusia lainnya, atau berdasarkan tingkat pemahaman dan pengetahuan mereka sendiri. Ketika berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam tidak pernah bersikap menyusahkan. Alih-alih, Beliau justru terkadang bergurau,….
Discussion about this post