Hai Budi, perkenalkan aku buaya, salah satu hewan reptil terbesar di muka Bumi, yang memiliki rahang terkuat di antara semua hewan. Namun jangan takut, kali ini aku tidak datang untuk menyakitimu, tetapi untuk berbincang dengan ramah dan santun denganmu. Aku akan menceritakan tentang petualanganku di kehidupan ini, yang darinya akan kuungkap hakikat-hakikat tersembunyi dari tubuhku. Aku juga tidak sedang lapar saat ini, jadi kau bisa tenang dan fokus hanya pada apa yang akan kukatakan!
Kami buaya, terbagi menjadi 23 spesies, lalu terbagi lagi menjadi 3 famili besar (alligatoridae, crocodylidae, gavialidae). Masing-masing famili dibedakan dengan keluarga lainnya dari cara gigi geliginya bersentuhan ketika rahang atas dan bawah menutup. Budi, mungkin penampilan luarku membuatmu menyamakanku dengan kadal raksasa atau dinosaurus kecil. Oke, tak masalah, tapi cukup kauketahui bahwa struktur anatomi kami sangat berbeda. Benar bahwa Allah subhânahu wa ta’âla telah menganugerahi kami, para reptil, kulit kering kuat dan menutupinya dengan sisik yang diciptakan dari keratin. Akan tetapi, Dia juga memberikan pada masing-masing dari para buaya kekhususan yang membedakan satu spesies buaya dengan spesies lainnya.
Ya, kami buaya, merupakan salah satu hewan reptil terbesar yang hidup di permukaan Bumi. Jangan pernah tertipu dengan tubuhku yang besar ini, apalagi saat aku tengah beristirahat di tepi sungai! Gerakanku jauh lebih lentur dan luwes saat aku berada di dalam air. Di sana, kecepatanku bisa mencapai 2 km per jam, bahkan aku bisa menambah kecepatan ini ketika sedang berburu dalam jarak dekat. Dalam hal ini ekorku dengan otot-ototnya yang kuat sangat membantuku. Ia bekerja layaknya mesin penggerak atau kipas pendorong. Namun ketika aku keluar dari air, maka seketika aku kehilangan kelenturanku ini. Dan di saat itu, aku akan mengangkat tubuh dan ekorku dari tanah lalu mulai berjalan dengan kakiku secara perlahan ke tempat yang masih dekat dengan air. Aku lebih memilih rawa-rawa dan air berlumpur ketika ingin berpindah dari satu danau ke danau lainnya, karena tempat-tempat itu bisa membantuku menghemat energi dan mencegahnya terbuang percuma.
Aku tahu jika disebut kata buaya, maka hal pertama yang muncul di kepalamu adalah hewan berbentuk kerucut, bergigi besar, bermulut terbuka lebar, dan hanya diam seperti patung. Ini benar, karena ciri-ciri yang sama-sama kami miliki adalah tubuh yang panjang dengan empat kaki pendek, dan ekor kuat panjang. Kaki depanku memiliki lima jari, sedangkan kaki belakangku hanya memiliki empat jari dengan selaput yang amat kuat. Adapun kerangka tebal yang berada di bawah sisik, bertugas sebagai perisai yang menutupi tubuhku agar melindunginya dari panah dan tombak para pemburu.
Tidak diragukan lagi bahwa untuk dapat hidup di darat dan sesekali hidup di air, diperlukan pengalaman yang sangat luas dan dalam, begitu pula struktur anatomi yang kuat serta perilaku fisiologis yang akurat sehingga dapat hidup di dua alam ini. Agar kau bisa memahami kata-kataku ini Budi, maka akan kuceritakan padamu beberapa karakteristik yang membantuku bertahan hidup di dunia ini.
Kesensitifan bahkan pada Getaran Terkecil
Budi, aku adalah hewan yang tetap aktif di malam hari. Oleh karenanya, semua indraku diciptakan sangat sensitif, khususnya indra penglihatan. Beberapa sisik di tubuhku yang tampak mati sebenarnya dibekali dengan sensor teramat sensitif. Misalnya saja, aku memiliki sensor sentuh pada dua sisi kepala yang mampu menangkap getaran terkecil di dalam air, lalu mengirimkannya ke otak segera. Aku juga memiliki sebuah sensor di tepi mulutku yang bertugas menyampaikan informasi akurat berkaitan dengan semua pergerakan mangsa. Jika aku lapar, maka indraku akan bekerja lebih teliti daripada biasanya; aku mampu menentukan posisi burung kecil yang sedang berkeliaran di dalam air dengan sangat mudah meski dalam gelapnya malam. Jika kauperhatikan lebih jeli lagi pada pendeteksi tekanan yang tersebar pada wajahku yang jumlahnya ribuan ini, maka akan kaulihat bahwa masing-masing darinya ibarat pompa kecil seukuran ujung bolpoin. Melalui sensor-sensor ini, aku bisa dengan sangat mudah merasakan setiap gerakan yang terjadi di sekitar ketika aku berada dalam air.
Aku memiliki kemampuan untuk membedakan hewan yang terluka di antara banyaknya binatang yang ada, atau mengenali hewan yang berkeliaran di air yang keruh dan berlumpur dalam gelapnya malam. Aku juga dapat merasakan dari jauh hewan-hewan yang sedang mandi di pinggir rawa atau mereka yang sedang minum di sana. Aku akan menghampirinya seakan-akan aku adalah sebongkah kayu yang terbawa arus dengan ujung hidung dan mataku tetap berada di luar air agar mereka tidak melihatku. Ketika aku telah berada sangat dekat dengan zebra misalnya, maka dengan cepat akan kuterkam lehernya, meraih dan menariknya ke dalam air agar ia tenggelam.
Mataku Adalah Tanda Penciptaan Mengagumkan
Kedua mataku diletakkan di dalam dua lubang yang tahan pukulan, tepatnya di kedua sisi tengkorakku. Mataku tetap diam dan tak bergerak dalam dua lubang ini. Mungkin alasannya adalah untuk menjaganya -dan otakku juga- dari bahaya saat aku menggigit dengan keras dengan rahangku yang kuat. Aku sangat berterima kasih kepada Allah atas nikmat yang tak ternilai harganya ini.
Pupil mataku berbentuk vertikal ketika siang hari, seperti mata kucing. Sedangkan di malam hari, ia diubah menjadi bulat agar bisa menerima sinar lebih banyak. Di belakang retina mataku terdapat sebuah lapisan hitam mengkilat bernama “tapetum nigrum” yang diciptakan untuk memantulkan cahaya pada mataku dan meningkatkan kecerahannya sehingga dengannya aku dapat melihat di kegelapan malam dengan sangat gampang. Sang Pencipta Hakiki yang Maha Bijaksana menciptakan bagi sebagian besar hewan sebuah kelopak mata atas dan bawah guna melindungi mata mereka dari bahaya dan pengaruh luar. Namun ketika kelopak mata tertutup, maka laju cahaya menuju mata akan terputus sehingga penglihatan juga akan terhenti. Oleh karenanya, ketika kami menutup mata di bawah air, kami tidak akan bisa melihat mangsa kami. Dan ketika kami tetap membukanya, bisa saja dia tergores dan terluka saat kami bertarung dengan musuh. Sehingga untuk melindunginya, maka Tuhan Yang Maha Agung pun menciptakan bagi kami sebuah membran transparan ketiga yang menutup dari bagian depan ke belakang yang bertugas melindungi mata dan membantu kami melihat di bawah air.
“Air Mata Buaya”
Kalian, manusia, menggunakan istilah “air mata buaya” untuk menggambarkan sifat seseorang yang penipu dan berperilaku buruk lalu berpura-pura menangis dengan air mata palsu. Sebenarnya istilah ini tidaklah tepat, karena sebenarnya ketika aku bersiap-siap untuk menerkam mangsa, aku menghasilkan energi yang sangat luar biasa. Dan karena kulitku terdiri dari lapisan tebal bersisik keras, juga karena aku tidak memiliki kelenjar keringat pada kulitku, maka keringat yang kukeluarkan pun keluar dari satu area saja, yakni mata atau ketika aku membuka rahangku yang panjang, sendi-sendinya akan menekan kelenjar lakrimal (kelenjar air mata) dengan begitu kuat yang menyebabkan air berlinang dari mataku dengan begitu deras sehingga terlihat seakan-akan aku sedang menangis. Jadi yang sebenarnya terjadi adalah, aku hanya sedang meneteskan air dari mata, jadi bukan berarti aku sedang menangis, ‘kan?
Sistem Pernapasan dan Indraku yang Lainnya
Aku dianugerahi indra pendengaran yang sangat tajam. Saluran telinga luarku tersumbat dengan penutup kulit yang mencegah air masuk ke dalam telinga. Sedangkan lubang hidungku yang terletak di puncak atas rahangku berbentuk setengah lingkaran yang tertutup oleh sebuah katup. Ketika aku menyelam di bawah air, lubang ini akan tertutup rapat-rapat sehingga air tidak masuk ke dalam. Saluran keluar air tertutup oleh sebuah katup di mulut sehingga air tidak akan masuk ke paru-paru. Ketika tengah berada di dalam air, aku tidak dapat menutup mulutku dengan baik dikarenakan diriku yang tidak memiliki bibir. Meski begitu, mulutku memiliki semacam penyumbat yang mencegah air masuk ke dalam tenggorokanku. Inilah yang memungkinkan kami, para buaya, tetap bisa berada di dalam air selama 1 jam tanpa perlu bernapas dan sekitar 20 menit ketika sedang berada dalam pertarungan sengit melawan mangsa, dengan aku yang berusaha menenggelamkannya di bawah air tanpa diriku akan tenggelam dan mati di dalamnya.
Ya, caraku bernapas benar-benar sangat menakjubkan, bukan? Agar paru-paru dapat terisi oksigen dengan baik, maka otot-otot yang menghubungkan tulang rusukku juga harus terhubung dengan daerah perutku. Jadi, hatiku akan naik-turun seperti sebuah pendorong agar membantu paru-paru bernapas.
Perburuan dan Aktivitas Pencernaan
Aku akan bersembunyi dengan baik kala berburu, lalu secara tiba-tiba akan kuterkam si mangsa. Namun jika aku gagal di percobaan pertama, maka berarti mangsaku selamat dan terbebas dariku dikarenakan sistem metabolismeku yang diprogram tak akan mampu mengejar dalam waktu lama, juga dikarenakan adanya penumpukan asam laktat dalam jumlah besar di ototku. Hal ini pun memaksaku beristirahat untuk sementara waktu hingga asam laktat dan oksigen dibersihkan dari darah. Waktu istirahatku ini pada hakikatnya merupakan sebuah nikmat bagi semua makhluk. Karena jika saja aku tidak beristirahat, maka aku akan menjadi hewan paling ganas yang ada di muka Bumi, yang tidak akan membiarkan hewan lain, baik yang besar maupun yang kecil, terhindar dari kebuasanku. Tidak diragukan lagi bahwa hikmah lain dari hal ini adalah agar keseimbangan ekologi terjaga dan memberikan hak hidup bagi makhluk lainnya.
Terkadang aku mendekati tepi sungai atau rawa-rawa ketika melihat ada hewan berkeliaran di sana. Ketika mereka lengah, maka saat itulah kesempatanku menebaskan ekor yang kuat lalu memukulkannya dengan keras untuk menjatuhkannya ke air lalu menangkapnya. Aku mampu menelan mangsa yang kecil dalam satu lahapan saja. Sedangkan untuk mangsa yang besar, aku perlu memotong-motongnya terlebih dahulu menjadi beberapa bagian menggunakan rahangku yang kuat lalu melahapnya tanpa perlu mengunyahnya. Itu karena lambungku mengeluarkan asam kuat yang bahkan mampu mencerna batu, pecahan kaca, tulang, timah, dan segala sesuatu yang lainnya… persis seperti mesin penggiling yang melumatkan tepung menjadi lembut dengan sangat mudah. Oleh karena aku memakan mangsaku di dalam air, maka aku tidak membutuhkan kelenjar ludah. Selain itu aku juga berdarah dingin, sehingga proses metabolisme tubuhku pun bergantung pada suhu udara. Apabila suhu udara sedang turun di bawah 16 oC, maka proses metabolismeku akan melambat dan semua pekerjaan yang kulakukan akan terganggu, dikarenakan penurunan suhu udara dapat menonaktifkan enzim dan menjadikannya tidak mampu berkerja.
Meski begitu, sinar Matahari menyelamatkanku dari kondisi kritis ini; tubuhku akan menjadi panas dan tingkat metabolismeku akan segera meningkat lagi sehingga aku bisa kembali mendapatkan kekuatan yang sebelumnya kumiliki. Namun apabila perutku penuh dan suhu udara menurun secara tiba-tiba, maka hal ini akan menyebabkan metabolismeku menurun sehingga enzim pencernaanku akan terhenti dan menyebabkan makanan dalam lambungku tidak tercerna dan pada akhirnya membusuk, yang darinya akan dihasilkan racun mematikan yang dapat membunuhku. Oleh karenanya, aku pun terpaksa mengikuti kondisi cuaca yang ada. Jika aku merasa suhu udara akan mendingin, maka aku akan menahan diri untuk tidak makan. Selama tubuhku stabil berada di suhu 30 oC, maka itu berarti aku akan baik-baik saja.
Sebanyak 60% dari makanan yang kumakan berubah menjadi lemak yang kusimpan di seluruh bagian tubuhku, terutama di ekor dan dua kaki belakang. Inilah yang membuatku dapat bertahan dari rasa lapar dan tetap bisa hidup selama berbulan-bulan ketika suhu udara tengah menurun yang juga menyebabkan menurunnya proses metabolismeku. Terkadang aku juga bertahan tanpa makanan selama 2 tahun berturut-turut.
Keberlanjutan Keturunanku
Buaya jantan memiliki banyak pasangan. Kami mengenali satu sama lain berdasarkan aroma khusus yang kami keluarkan. Buaya betina bertelur 20-50 telur dalam satu kali. Pada beberapa spesies kami lainnya, jumlah ini bisa saja mencapai 100 telur. Induk buaya akan menggali lubang di tepi sungai dan bertelur di sana lalu menutupi telur dengan rerumputan liar atau lumpur. Yang mengejutkan adalah bahwa rumput-rumput ini berperan penting dalam menjaga telur kami: mereka mencegah telur dari pembusukan serta membantu perkembangan janin di dalam telur dengan panas yang datang dari sinar Matahari dan kehangatan yang dihasilkan dari fermentasi tanaman dan pembusukannya. Induk buaya akan tetap berada di dekat sarang hingga telur menetas. Ketika waktu penetasan telah tiba, janin buaya akan mengeluarkan suara dari dalam telur. Sang ibu yang mendengar suara itu akan segera membuka tumpukan rerumputan atau lumpur darinya. Anehnya, janin ini dikaruniai gigi di atas mulutnya yang mereka gunakan untuk memecahkan telur lalu keluar darinya. Setelah itu, induk buaya akan membawa anak-anaknya menuju air dengan memasukkannya ke dalam mulut. Induk buaya melakukan hal ini setiap tahunnya tanpa rasa jemu.
Kami buaya, memiliki keistimewaan lain yang sangat luar biasa, yakni jenis kelamin anak kami ditentukan oleh suhu telur saat mereka dalam proses pengeraman, baik jantan maupun betina. Apabila suhu telur lebih dari 34 oC, maka jenis kelamin janin itu adalah jantan. Namun apabila suhu telur itu 32 oC, maka jenis kelamin janin itu 50% jantan dan 50% betina. Dan apabila suhu telur berada di bawah 32 oC, maka itu berarti janinnya berjenis kelamin betina. Kulit anak-anak kami diciptakan berwarna kuning dan hitam. Hal itu membantu mereka berkamuflase agar dapat bertahan hidup di dunia luar. Selama 7-8 tahun, anak buaya tumbuh dan menjalani kehidupannya secara mandiri. Buaya memiliki rentang hidup antara 40 hingga 60 tahun lamanya. Kami hidup di daerah tropis. Buaya yang paling besar ukurannya adalah buaya sungai Nil yang hidup di berbagai bagian Afrika sub-Sahara yang memiliki panjang mencapai 6-7 meter, dengan berat mencapai 1000 kg, serta memiliki 64-68 gigi di rahangnya.
Sebenarnya aku menyesal mengatakan ini Budi, bahwa ternyata musuh terbesar kami adalah kalian, manusia. Sebagian dari kalian memburu kami untuk memakan daging kami, dan sebagian lainnya mengambil kulit kami untuk dijadikan tas, sepatu, dan aksesoris lainnya yang kalian jual dengan harga fantastis pada orang-orang kaya. Aku tidak akan pernah memaafkan apa yang telah orang-orang itu lakukan kepada kaumku. Namun karena ini bukan topik kita saat ini, maka kucukupkan saja ceritaku agar menyediakan kepada kalian ruang untuk menggambarkan tentang diriku dan saudara-saudara buayaku lainnya. Aku berharap bisa cukup membantumu dengan informasi-informasi ini, yang pasti akan membawa setiap orang yang berakal dan yang berpikir menuju dunia tafakur dan tadabur atas langit, Bumi, dan alam semesta yang terhampar luas ini.
Kucukupkan sekian ceritaku dan semoga kamu senantiasa berada dalam perlindungan Sang Maha Kuasa. Sampai berjumpa kembali di lain kesempatan, Budi.
Discussion about this post