Seandainya saja kita mampu memahami bahasa para satwa, maka beberapa fauna akan dapat menyampaikan kepada kita berbagai cerita indah serta berbagai kemampuan menakjubkan yang mereka miliki. Melalui penelitian selama bertahun-tahun, para ilmuwan banyak menemukan ciri istimewa yang dimiliki oleh berbagai jenis hewan, di mana temuan-temuan ini menjadi landasan dasar bagi berbagai macam inovasi. Burung Cerek Kernyut Pasifik atau yang di Hawai disebut Kolea (The Pacific Golden Plover) merupakan salah satu fauna yang diciptakan dengan kemampuan yang sangat hebat, seekor burung yang memiliki mekanisme penyimpanan energi dalam jumlah besar dengan teknik yang luar biasa.
Burung Cerek Kernyut Pasifik merupakan burung yang bermigrasi. Induk dan ayahnya meninggalkan sarang mereka di Alaska ketika anak-anak burung ini masih berusia beberapa bulan, untuk kembali pulang ke tempat asalnya di Hawai. Anak-anak burung ini tentu saja masih belum dapat terbang. Setelah menghabiskan masa musim panasnya di barat Laut Alaska, dan ketika musim dingin datang, anak-anak burung ini akan memulai perjalanan udaranya menuju Hawai, sebuah tempat yang belum pernah mereka datangi sebelumnya, tempat dimana orangtua mereka berada. Perjalanan ini nampaknya mustahil dilakukan, karena berbeda dengan beberapa burung lain yang dapat bermigrasi antar-samudera, jarak 4.500 kilometer (atau sekitar 2.800 mil) bukanlah jarak tempuh yang dekat bagi seekor anak burung yang belum mampu berenang, membumbung tinggi, ataupun meluncur, dengan berat tubuhnya yang hanya sekitar 130 gram (atau sekitar 4.6 ons) saja.
Mengepakkan sayapnya mengarungi Samudera Pasifik dari Alaska, titik terekstrim di Amerika Utara, menuju ke Hawai, Cerek Kernyut Pasifik tidak memiliki sedikit pun kesempatan untuk mendarat agar bisa mengumpulkan energi. Burung-burung kecil ini tidak boleh memiliki berat badan kurang dari 130 gram karena apabila itu terjadi, maka tidak akan ada cukup energi untuk menyelesaikan sisa jarak perjalanannya, yang juga berarti menjadi akhir dari kehidupannya.
Masalahnya tidak berhenti di situ saja, setiap jam burung Cerek Kernyut Pasifik ini akan kehilangan 0.6 persen masa berat tubuhnya saat ia terbang tanpa henti. Ada dua masalah pokok di masa perjalanan panjang ini; kenyataan bahwa burung ini tidak dapat memperoleh energi di saat ia terbang, dan juga masalah navigasi. Tanpa tahu ke mana arah yang harus ia tuju di atas samudera yang begitu luas, atau terbang menuju ke arah yang salah walaupun hanya dalam waktu sekejap saja, dan hal itu berarti musibah kematian yang tak dapat dihindari burung Cerek Kernyut Pasifik.
Informasi yang kami dapat mengenai kemampuan ajaib burung ini dalam menyimpan energi selama perjalanannya sangatlah menakjubkan. Durasi terbangnya adalah 88 jam, atau setara dengan masa tiga hari empat malam. Sebagai perbandingan, sebuah pesawat modern Airbus A380 atau pesawat Boeing 777-200LR hanya dapat mengudara tanpa mengisi bahan bakar selama 18 jam saja. Di sepanjang perjalanannya, burung cerek kernyut Pasifik mampu mengepakkan sayapnya 250.000 kali tanpa henti, yang merupakan pencapaian rekor baru. “Bayangkan”, ujar Dr. Oscar Wally Johnson dari Montana State University, “seperti kalian menempuh perjalanan dari Los Angeles ke Honolulu, hanya saja tanpa menggunakan pesawat terbang”.
Beberapa pengamatan yang dilakukan selama burung ini mengudara membantu kita memahami bagaimana burung ini mampu mengatasi beberapa tantangan yang menghadangnya. Burung Cerek Kernyut Pasifik mempersiapkan diri untuk perjalanan panjangnya dengan menyantap banyak makanan agar mampu menambah volume berat tubuhnya dalam waktu yang singkat. Rata-rata burung Cerek Kernyut Pasifik memiliki berat kurang lebih 130 gram dan ia mampu menambahkannya 70 gram lagi, yakni lebih dari setengah berat masa tubuhnya di masa ketika ia makan secara intens tersebut. Bayangkan apabila seseorang yang memiliki berat 80 kg, memperoleh tambahan 45 kg lagi, yang kemudian membuatnya menjadi berbobot 125 kg hanya dalam waktu 2 minggu.
Secara normal, setiap 1 jam burung akan kehilangan 0,6 persen masa berat tubuhnya apabila ia terbang tanpa henti, dan di akhir 88 jam waktu terbangnya, beratnya hanya akan tersisa 117,8 gram. Sebagaimana disebutkan pada pembahasan sebelumnya, seekor burung akan merasa sangat kelelahan sebelum ia sampai ke tempat tujuannya apabila berat normal tubuhnya yang 130 gram berkurang. Saat energi burung Cerek hampir habis, ternyata ia masih harus menyelesaikan 497 mil atau sekitar 800 kilometer lagi di sisa jarak tempuhnya. Lantas, bagaimana ia harus mengatasi hal ini?
Apabila kita berniat untuk menghemat biaya selama perjalanan jauh menggunakan alat transportasi mobil, maka kita harus mengatur laju kendaraan agar tetap konstan di kecepatan 110 km/jam. Ternyata, burung ini juga melakukan hal yang sama. Ia terbang mengudara dengan kecepatan tetap dan optimal pada 51 km/jam6. Apabila ia terbang lebih lambat dari itu, maka ia akan memerlukan lebih banyak lagi “bahan bakar”. Sebaliknya, apabila ia terbang lebih cepat, maka energi yang ia punya akan habis terbuang karena adanya hambatan udara. Burung-burung Cerek Kernyut Pasifik juga membentuk formasi “V” ketika mereka terbang, dimana burung-burung yang berada di formasi depan akan mengepakkan sayapnya agar menghasilkan aliran udara. Aliran udara ini membantu burung-burung yang ada di formasi belakang agar tidak perlu banyak menggunakan sayapnya demi penghematan energi.
Burung-burung yang ada di formasi depan dan mengalami keletihan selama penerbangan akan berganti posisi dengan mereka yang telah mendapat cukup “istirahat” di posisi belakang. Dengan bentuk terbang efisien seperti ini, mereka mampu menghemat hingga 23% energi yang dimilikinya agar dapat sampai ke Hawai, walaupun mengalami sedikit kelebihan berat. Adanya kelebihan berat badan ini bukanlah tanpa makna; karena sebenarnya burung ini telah memperhitungkan jika energi mereka mungkin akan banyak terpakai apabila terpaksa menghadapi kendala cuaca buruk. Di sepanjang waktu penerbangan tersebut, akan ada kemungkinan bahwa cuaca dapat saja berkabut, berawan, cerah, atau bahkan hujan dan berangin, dimana tidak sedikit energi mereka yang akan terkuras karena beberapa hal tersebut.
Bagaimana cara burung Cerek Kernyut Pasifik ini mendeteksi ke mana arah yang harus ia tuju? Coba bayangkan apabila burung ini harus terbang dalam kegelapan selama tiga malam tanpa kehilangan arah, walaupun dihadapkan pada kenyataan apabila ada sedikit saja arah yang menyimpang dari jalur yang seharusnya, maka hal ini akan mengakibatkan kesalahan yang cukup fatal di perjalanan kedepannya, dan jika itu terjadi mereka harus membayar mahal atas kemalangan ini.
Mereka harus tetap berada pada formasinya hingga sampai di tempat tujuan meskipun harus menghadapi beberapa tantangan, termasuk jika adanya hujan di malam hari. Dengan bantuan kemampuan “kompas” ajaib yang terletak di otak dan mata burung-burung mengagumkan ini8, mereka dapat mengikuti garis medan magnet bumi pada sudut tertentu, menyesuaikan posisi mereka, serta menyusuri rute tanpa harus menghadapi beberapa “kejutan” di depannya. Beberapa ilmuwan percaya bahwa peta garis medan magnetik bumi telah terekam dengan baik di mata burung-burung yang melakukan migrasi.
Burung-burung yang bermigrasi juga dapat memanfaatkan Matahari untuk mengoreksi jalur penerbangannya. Perjalanan sulit akan berhasil terselesaikan dengan baik melalui bantuan sistem imigrasi yang telah ditanamkan dalam kode genetik burung-burung hebat ini oleh Sang Maha Pencipta.
Melalui fitur-fitur hemat energi serta navigasi mereka yang luar biasa, burung Cerek Kernyut Pasifik merupakan spesies burung bermigrasi yang telah melakukan perjalanan panjang ini selama ribuan tahun, mengajarkan kepada kita sebuah pelajaran berharga, dan menuntun kita pada perenungan yang dalam.
“Tidakkah mereka memperhatikan burung-burung yang mengembangkan dan mengatupkan sayapnya di atas mereka? Tidak ada yang menahannya (di udara) selain Yang Maha Pengasih. Sungguh, Dia Maha Melihat segala sesuatu.” (Surah Al-Mulk 67:19)
Dr. Salih Ergun adalah ahli elektronika dan komunikasi di Istanbul Technical University. Beliau tergabung pada National Research Institute of Electronics & Cryptology, TUBITAK, dan menerima penghargaan Best Paper di European Conference on Circuit Theory and Design (ECCTD) 2005.
Discussion about this post