Dunia yang setiap waktu berubah dan menghadirkan tantangan yang beragam menuntut siswa untuk membangun pengetahuannya secara mandiri dan mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi seperti berpikir kritis, memecahkan masalah, dan membuat keputusan. Proses pembelajaran yang lebih menekankan pada proses menghafal atau transfer pengetahuan satu arah ternyata tidak dapat membantu siswa mengembangkan kemampuan tersebut. Siswa perlu dikondisikan dalam kelas yang dinamis, dimana interaksi aktif terjadi antara guru dan siswa. Interaksi ini muncul dan berkembang ketika seorang guru mengajukan pertanyaan kepada siswa-siswanya.
Socrates (470–399 BC) adalah seorang filsuf dari Athena, Yunani yang terkenal dengan penggunaan dialog dalam proses pembelajaran untuk memvalidasi kebenaran, menganalisis dan menemukan gagasan baru. Penggunaan dialog ini diangkat menjadi sebuah metode pembelajaran (metode Socrates) di dunia pendidikan saat ini (Vale, 2013). Metode ini menitikberatkan pada percakapan atau perdebatan antara guru dan siswa dengan menggunakan sederet pertanyaan dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman dan penyelesaian masalah (Mitchell, 2006).
Ungkapan “Terkadang pertanyaan itu lebih penting daripada jawabannya” (Nancy Willard) mempunyai makna tersirat bahwa mengajukan pertanyaan bukan pekerjaan yang mudah. Kualitas pertanyaan bisa menggambarkan kualitas pengetahuan yang dimiliki seseorang. Untuk mempersiapkan siswa menghadapi kehidupan sehari-hari dan masa depannya, guru perlu membentuk lingkungan belajar yang memberikan tekanan pada kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Perubahan paradigma dari proses pengajaran (teacher-oriented) menjadi proses pembelajaran (student-oriented) telah mendorong guru untuk meningkatkan partisipasi siswa dalam aktivitas kelas dengan menciptakan suasana yang interaktif antara guru dan siswa atau antara siswa itu sendiri (Huang & Liu, 2014). Pertanyaan pada intinya ditujukan untuk menstimulasi siswa agar berpikir dan belajar (Aschner, 1961). Kita mengasumsikan bahwa guru yang terbaik adalah mereka yang mengajukan pertanyaan yang terbaik. Untuk mengajukan pertanyaan terbaik, maka seorang guru harus memperhatikan tujuan, jenis pertanyaan dan teknik bertanya yang baik. Ketiga hal ini merupakan alat bagi seorang guru untuk membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
Tujuan dan Jenis Pertanyaan
Berikut beberapa tujuan penting yang seharusnya dipertimbangkan dan diaplikasikan dalam percakapan atau diskusi di dalam kelas.
- Konstruksi Pengetahuan
Guru menggunakan pertanyaan untuk mengkonstruksi pengetahuan siswa. Pembelajaran konstruktif menjadikan pertanyaan sebagai alat untuk memperluas, memperdalam, atau mendapatkan pengetahuan baru. Untuk membantu siswa mengembangkan pengetahuannya secara aktif dan mandiri, ketika bertanya seorang guru perlu memperhatikan struktur konsep pengetahuan, pengetahuan awal siswa, dan tujuan pembelajaran. Pertanyaan yang diajukan berperan menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan konsep baru melalui proses asimilasi (penyerapan informasi baru ke dalam skema) dan akomodasi (mengubah skema yang ada atau membuat skema yang baru). Dalam proses pembelajaran, guru membimbing siswa dengan pertanyaan-pertanyaan sehingga siswa dapat merumuskan dan menguji konsep yang dimiliki, menarik kesimpulan, dan mengekspresikan pengetahuannya secara aktif (Khalid & Azeem, 2012).
- Peningkatan kemampuan kognitif dan metakognitif
Kemampuan tingkat tinggi seperti berpikir kritis, analisis, dan kreatif akan berkembang ketika siswa mengaktifkan, menghubungkan, dan memperluas semua pengetahuan yang dimiliki untuk menyelesaikan permasalahan pada situasi yang tidak biasa mereka hadapi. Dengan bantuan pertanyaan yang diajukan oleh guru, siswa dapat meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tingginya (Hugerat & Kortam, 2014). Berikut adalah contoh pertanyaannya: “Apakah ada bentuk kehidupan di alam semesta ini yang tidak memiliki unsur karbon?”, “Mengapa seseorang bisa menderita buta warna?”,”Mengapa magnet bisa memiliki daya tarik dan daya tolak?”, dan lain sebagainya. Selain itu, guru dapat mengajukan pertanyaan yang ditujukan untuk meningkatkan kemampuan regulasi siswa seperti perencanaan, monitoring, dan evaluasi. Pertanyaan metakognisi ini membantu siswa meregulasi proses berpikirnya sehingga mereka dapat lebih fokus dan memahami aktivitas yang mereka lakukan secara sadar (Mevarech & Kramarski, 1997). Contohnya, “Apa yang kamu rencanakan untuk menyelesaikan masalah ini?”, “Apakah strategi yang kamu gunakan bisa menyelesaikan masalah ini?”, “Apakah kamu yakin dengan hasil yang kamu dapatkan?”, dan lain sebagainya.
- Evaluasi kemampuan siswa
Dengan memperhatikan tujuan pembelajaran, guru menguji siswa dengan meminta mereka menjelaskan atau mengaplikasikan konsep yang dipelajari. Hal yang sering diabaikan oleh guru adalah bahwa pertanyaan bisa digunakan untuk mengetahui bagaimana cara siswa berpikir. Dengan pertanyaan, guru dapat mengetahui kelemahan, miskonsepsi, dan kesalahan siswa dalam memahami konsep (diagnostik). Dari respon siswa juga, guru mendapatkan umpan balik untuk memperbaiki proses pembelajaran.
- Partisipasi Siswa
Pertanyaan juga dapat diajukan untuk menarik perhatian siswa ketika memulai pembelajaran atau agar siswa tetap berkonsentrasi pada pelajaran. Pertanyaan-pertanyaan tersebut meliputi pertanyaan yang menantang, pertanyaan yang terbuka, dan konflik kognitif. Pertanyaan tersebut membuka jalan bagi siswa untuk berdiskusi, bertukar pikiran, berpikir dinamis dan luas. Contohnya, “Apakah fungsi dan persamaan merupakan dua hal yang berbeda?”, “Ketika kita berada di dalam kendaraan, kemudian kita lemparkan benda ke atas setinggi muka kita, apakah benda itu akan mengenai wajah kita ketika kendaraan tersebut mulai bergerak maju ?” dan lain sebagainya.
Teknik Bertanya
- Perencanaan
Sebelum memulai pelajaran, guru menyiapkan dan merumuskan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan selama pembelajaran dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Agar tidak menyimpang jauh, pertanyaan-pertanyaan tersebut disusun berdasarkan tujuan pembelajaran. Guru juga mempersiapkan kemungkinan-kemungkinan jawaban yang akan diberikan oleh siswa dan mempersiapkan respon lanjutan dari jawaban tersebut (Burden & Byrd, 2012). Perencanaan ini sangat penting dilakukan agar siswa dapat memahami konsep dengan terstruktur dan berpartisipasi penuh dalam pembelajaran. Selain itu, guru juga terhindar dari pertanyaan lanjutan siswa yang tidak bisa direspon.
- Penyusunan kalimat yang tepat dan spesifik
Guru mengajukan pertanyaan dengan menggunakan kalimat yang tepat dan spesifik sehingga siswa dapat memahami respon yang akan diberikan dengan merumuskan jawaban yang tepat dan tidak menyimpang. Guru seharusnya tidak mengajukan lebih dari satu pertanyaan dalam satu waktu. Selain itu, pertanyaan diajukan untuk semua siswa dalam kelas, sehingga setiap siswa berpikir dan siap untuk memberikan jawaban.
- Penyesuaian terhadap kemampuan siswa
Guru menyesuaikan jenis dan tingkat kesulitan pertanyaan dengan memperhatikan tingkat kemampuan siswa. Hal ini membantu siswa dalam meningkatkan pemahaman dan mengurangi kecemasan. Penggunaan kalimat atau terminologi yang siswa pahami dalam pertanyaan juga harus diperhatikan oleh guru ketika mengajukan pertanyaan (Burden & Byrd, 2012).
- Berurutan sesuai dengan struktur konsep
Untuk mengkonstruksi pengetahuan siswa, maka guru harus memperhatikan urutan konsep secara teratur dan menjauhi pertanyaan acak yang tidak fokus dan tidak jelas tujuannya. Sebelum pertanyaan diajukan, pengetahuan awal siswa terhadap suatu konsep dan tujuan pembelajaran perlu diperhatikan. Pertanyaan awal diberikan sebagai ulasan dari topik yang sebelumnya telah dibahas dan pertanyaan lanjutan diberikan untuk peningkatan pemahaman dan penerapan untuk menyelesaikan masalah (Wragg & Brown, 2001).
- Seimbang dan bervariasi
Jika guru hanya tertuju pada satu jenis pertanyaan (contohnya: pertanyaan evaluasi), maka ada kemungkinan siswa merasa jenuh dan tidak tertarik lagi dalam mengikuti pelajaran. Selain itu juga, berikan pertanyaan yang bervariasi dari tingkat kesulitan, mulai dari pertanyaan fakta sampai pertanyaan tingkat tinggi yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan dan meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif.
- Penyelidikan
Setelah siswa menjawab pertanyaan yang diajukan, maka guru seharusnya merespon jawaban siswa dengan meminta siswa melengkapi, mengklarifikasi, atau memperluas jawabannya. Guru dapat juga mendorong siswa untuk menghadirkan pendukung jawaban dari berbagai sudut pandang sehingga siswa dapat menghubungkan satu konsep dengan konsep yang lain dan mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi (Wragg & Brown, 2001). Contoh pertanyaannya, “Mengapa kamu sangat yakin dengan jawabanmu?”, “Bisakah kamu berikan contoh?”, dan lain sebagainya.
- Jeda waktu
Jeda waktu yang diberikan bervariasi bergantung pada jenis dan tingkat kesulitan pertanyaan serta kemampuan siswa. Jeda waktu ini mendorong peningkatan pemahaman dan sikap positif siswa dalam diskusi kelas. Selain itu, hal ini dapat meningkatkan partisipasi, respon siswa, kualitas jawaban, variasi jawaban, dan kepercayaan diri siswa, serta mengurangi tingkat kesalahan respon yang diberikan (Rowe, 1986). Banyak praktisi pendidikan menganjurkan bagi guru untuk memberikan jeda waktu minimal tiga detik bagi siswa untuk berpikir dalam usaha menjawab pertanyaan (Ingram & Elliott, 2015).
- Refleksi
Refleksi dapat dilakukan oleh guru ketika atau sesaat setelah mengajukan pertanyaan (reflection-in-action) dan setelah jam pelajaran berakhir (reflection-on-action) untuk menilai apakah pertanyaan yang diajukan telah sesuai dengan tujuan diajukannya pertanyaan dan tujuan pembelajaran (Schön, 1991). Reflection-in-action mendorong guru memperhatikan respon siswa ketika mendengar pertanyaan, jika siswa tidak memahami pertanyaan atau tidak berpartisipasi aktif dalam pembelajaran, maka seketika itu guru hendaknya memperbaiki pertanyaannya. Sedangkan, reflection-in-action memberikan kesempatan kepada guru untuk mengevaluasi efektifitas pertanyaan secara keseluruhan dalam sebuah pembelajaran. Dengan refleksi ini guru dapat memperbaiki kualitas dan efektifitas pertanyaan dan lebih fleksibel dalam mengajukan pertanyaan dengan menyesuaikan dengan kondisi siswa (LaBoskey, 1994).
Efektivitas pembelajaran tergantung pada kualitas pertanyaan yang guru ajukan. Kualitas pertanyaan juga berpengaruh terhadap proses berpikir siswa. Sudah saatnya guru menghindarkan pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya bersifat hafalan. Sebaliknya, pertanyaan yang menstimulasi siswa untuk berpikir dan belajar seharusnya menjadi bagian yang terintegrasi dalam proses pembelajaran. Manusia yang diberikan potensi akal akan berkembang jika diberikan stimulus berupa pertanyaan. Pertanyaan mengajak manusia untuk memahami fenomena-fenomena yang terjadi di alam semesta dan menyibak makna yang tersirat di balik keberadaan fenomena tersebut.
Penulis : Tian Abdul Aziz, M.Pd.
Discussion about this post