Gerak dan langkah adalah aspek paling penting dalam eksistensi manusia. Sikap tidak bergerak adalah nama lain dari kehancuran dan kematian. Sementara hubungan antara gerak dan tanggung jawab adalah dimensi kemanusiaan pertama. Itulah sebabnya, sebuah gerak atau langkah tidak dapat disebut sempurna jika tidak didisiplinkan dengan tanggung jawab.
Kebanyakan orang mengejar tujuan yang berbeda-beda. Tapi adalah sia-sia jika mengharapkan hasil dari sebuah usaha mengejar tujuan yang tidak diperdalam dengan tanggung jawab. Padahal saat ini mata para oportunis nyalang karena rakus mencari-cari kesempatan, politisi riuh melontarkan janji manis beracun, media massa ramai menyiarkan jargon-jargon, beberapa elit mendadak berubah menjadi malaikat yang rajin membantu masyarakat di tempat bencana, beberapa orang sibuk menjual khutbah demi mengejar uang, pasar saham jatuh bangun dalam bayang-bayang spekulasi setiap siang dan malam, segelintir orang mencurahkan perhatian mereka hanya untuk membela ideologi tertentu, dan kaum bijak bestari hanya menonton berbagai kejadian ini dengan acuh tak acuh.
Inilah saatnya seseorang tampil dan berteriak kepada para ‘jagoan’ yang membela segala kebusukan yang menyebar di seluruh dunia dan kepada mereka yang terlantar: “Hendak kemanakah kalian?!”
Mehmed Akif Ersoy bersyair:
Adalah keliru jika mereka bilang sebuah masyarakat dapat hidup dalam acuh tak acuh
Tunjukkan padaku satu bangsa, siapa dari mereka yang selamat tanpa kesalehan?!
Setelah mendengar puisi itu, banyak yang mengejek penyairnya dengan kata-kata kasar atau bahkan memaki penyair besar itu. Lalu mereka berkata: “Setiap domba digantung dengan diikat kakinya!” dan melontarkan sindiran: “Hanya si penyelamat kapallah yang pantas menjadi nahkoda!” Selain mengejek rasa tanggung jawab yang dinyatakan dalam syair di atas, bisa jadi ada orang-orang yang sama sekali tidak peduli pada segala hal selain dirinya sendiri. Sebuah pepatah berbunyi: “Sama sekali tidaklah penting bagiku seekor ular yang hidup seribu tahun tapi tidak pernah menggigitku.”
Sayangnya, kita akan sering menemukan tanggapan seperti ini ketika kita peduli pada orang lain. Dan lagi, siapakah kiranya orang yang tahu bahwa ketulusan hatinya harus berbalas dengan kata-kata busuk seperti itu!
Tapi tentu saja sikap buruk seperti itu tidak pernah terlintas dalam benak seorang mukmin sejati. Sikap tak acuh seperti itu tentu sama sekali tidak sesuai dengan rasa tanggung jawab yang kita miliki. Karena sebagai bangsa, saat ini kita tengah dikepung oleh sikap tak acuh dan tidak bertanggung jawab. Selama kita masih berada di bawah kepungan sikap dan perasaan ini, maka kita tidak dapat mewujudkan jati diri kita secara utuh baik dari segi perasaan, pemikiran, keimanan, seni, dan kebebasan dalam bertindak.
Saat ini seringkali kita tidak dapat menjaga kehormatan dan kesucian ajaran agama, tidak dapat menyelamatkan bahtera yang kita naiki untuk mencapai tujuan dengan aman sentosa, tidak dapat membangun dunia kita sendiri atau pun hidup berdasarkan kehendak kita agar dapat menjadi pewaris bumi yang siap kembali kepada Allah.
Inilah saatnya bagi kita untuk membuka mata, bertindak berdasarkan pandangan kita sendiri untuk melindungi semua warisan yang hari ini telah kita terima dari khazanah masa lalu. Bersegera memberdayakan segala potensi yang ada dalam diri untuk memperkokoh eksistensi kita. Jika tidak sekarang, maka kita akan segera menyaksikan satu masa ketika kita tidak akan mampu lagi menjaga diri sendiri, termasuk menjaga kondisi kita saat ini.
Di masa lalu, musuh kita adalah kebodohan, kemiskinan, perpecahan, kekolotan, dan sebagainya. Saat ini, musuh kita bertambah dengan munculnya kecurangan, penistaan, dekadensi moral, ketidakpedulian, dan hilangnya gairah untuk maju. Sungguh kami ingin meminta maaf kepada orang-orang yang masih memiliki kejernihan dalam beragama, kemurnian pikiran, dan tekad yang kuat, karena harus mengatakan bahwa generasi muda dan sebagian dari generasi tua banyak di antara mereka yang selama bertahun-tahun terpedaya sehingga salah dalam memilih jalan yang tepat. Mereka pun akhirnya hidup di bawah bayang-bayang kebohongan. Mereka telah tertipu oleh ideologi busuk yang hanya berisi omong kosong.
Meskipun fenomena seperti ini hanya terjadi pada elemen tertentu dari bangsa, tapi bentuk penyimpangan pemikiran dan pergeseran kepribadian ini sudah dapat disebut sebagai bentuk penjajahan atas negeri kita. Penjajahan berupa kebusukan zaman, kelalaian kaum intelektual dan ketidakpedulian masyarakat inilah yang menjadi pembunuh semangat kebangsaan yang telah berhasil memenangi Perang Kemerdekaan.
Saat ini kita memikul tanggung jawab untuk menyuntikkan semangat baru ke dalam tubuh dunia kita. Semangat baru yang berisi keimanan, cinta antara sesama manusia, dan cinta pada kemerdekaan. Persiapkan pula kondisi yang kondusif untuk menanamkan akar moralitas dari sebatang pohon cinta yang akan tumbuh besar dengan ketiga macam pupuk ini. Dengan akar yang kuat, kelak pohon ini akan menumbuhkan tunas baru di taman kehidupan yang luas.
Tentu saja, semua itu bergantung sepenuhnya pada keberadaan para pahlawan yang siap melindungi negeri serta menjaga perjalanan sejarah berikut segala ajaran agama, adat-istiadat, tradisi, dan semua kearifan lokal yang dimiliki masyarakat. Semua itu bergantung sepenuhnya pada para pahlawan yang jiwanya dipenuhi dengan kecintaan pada ilmu, semangat dalam membangun, ikhlas beragama, mencintai bangsa dan negara, dan selalu siap melaksanakan semua kewajiban mereka dengan penuh rasa tanggung jawab. Dengan peran dan kerja keras merekalah pemikiran kita akan terbentuk dan segenap pemahaman kita akan memberi manfaat bagi kehidupan bangsa. Setiap orang akan memiliki semangat pengorbanan yang tinggi demi kemajuan masyarakat. Kesadaran atas pembagian tugas masing-masing pihak dan sikap gotong-royong juga akan tumbuh kembali. Berbagai bentuk hubungan akan membaik: antara majikan dengan pekerja, antara pegawai dengan pemerintah, antara seniman dengan penikmat seni, antara anggota dewan perwakilan rakyat dengan rakyat yang diwakili, antara guru dengan murid, dan seterusnya. Semua akan terwujud satu demi satu.
Sejak bertahun-tahun lalu, inilah landasan dari semua cita-cita dan visi kita. Hal pertama yang menjadi jalan utama menuju realisasi cita-cita kita adalah kesadaran dan etika dalam memikul tanggung jawab. Ketika kita ketahui bahwa kondisi diam dan statis adalah sama saja dengan kematian dan kebinasaan, sebagaimana sikap tidak mau bertanggung jawab dalam gerak adalah sama saja dengan kekacauan, maka tidak ada pilihan lagi selain membangun setiap tindakan kita dengan penuh rasa tanggung jawab. Bahkan seyogianya semua usaha yang kita lakukan harus dilakukan dengan tanggung jawab yang sempurna.
Jalan yang kita tempuh adalah jalan kebenaran. Tugas kita adalah memikul dan menegakkan kebenaran. Tujuan kita adalah meraih rida Allah di setiap kedipan mata kita. Sebenarnya, bersikap seperti ini adalah wujud asli dari kemanusiaan kita dan sekaligus merupakan hikmah dari semua kehendak kita. Kita menyadari bahwa diri ini harus mampu menemukan tujuan hidup, menumbuhkan cinta dalam jiwa, menyadari tanggung jawabnya dan membimbing siapapun yang sudah “bangun dari tidur” ke arah sumber sebuah sistem yang landasannya adalah iman, sumber kekuatannya adalah cinta, dan cahaya yang meneranginya adalah ilmu, seni, akhlak, dan hikmah…
Kita harus sadar bahwa kita adalah budak dari tugas suci yang tidak mungkin kita tinggalkan ini. Inilah awal dari Renaisans global yang kedua. Inilah kerja besar yang kita harapkan dapat menyebar dan berkembang di jalan lurus dan spiritualitas yang dimiliki pada waliyullah, sufi, orang-orang bajik (abrâr), dan mereka yang dekat dengan Allah (muqarrabûn) sejak dulu sampai sekarang.
Setiap masa pasti memiliki keajaibannya masing-masing. Harkat kemanusiaan kembali lahir pada abad ke-enam dengan kemunculan Islam. Keajaiban abad ke-dua puluh satu akan muncul ketika bangsa kita dan semua bangsa yang memiliki hubungan dengan kita menempati kedudukan yang tepat di tengah keseimbangan dunia internasional. Pencapaian ini kelak akan mengubah arah sejarah dunia yang akan bergerak pada poros spiritulitas, akhlak, cinta, dan keluhuran.
Ya. Kita yakin bahwa dengan jihad spiritual yang pantas disebut sebagai “perjuangan ilmu, akhlak, kebenaran, dan keadilan”, kita pasti akan dapat menyatukan kepingan umat Islam yang selama ini terpecah belah di seluruh penjuru dunia, untuk kemudian membangun satu generasi baru yang selama ini hidup tanpa cita-cita mulia dan bagaikan ayam yang kehilangan induk. Ketika hal ini terjadi, itulah yang disebut sebagai “kebangkitan setelah kematian”.
Discussion about this post