Gadis itu menatap kosong, seolah di hadapannya ada ruang besar tak berbatas. Matanya menerobos apa dan siapa saja yang ada di hadapannya. Ia diam, tetapi siapa pun yang melihatnya akan paham betapa besar derita yang mendera batinnya. Telah seminggu ia tak bicara, tak mau keluar kamar, dan makan seadanya, sementara kusut masai rambutnya seakan menjelaskan betapa gejolak hatinya sudah berada pada batas ambang tak tertahankan. Baru sembilan belas usianya, sementara indeks prestasi yang tertulis di atas kertas nilai menggambarkan pandai otaknya, tetapi dua bibir yang mengatup keras itu seakan ingin menjeritkan kepedihan hatinya dalam diam. Setelah beberapa sesi konsultasi, untuk pertama kalinya dua bibirnya bergerak seakan menyuarakan sesuatu tetapi tersekat di kerongkongan. “Apa yang Kaurasakan anak manis?” Pertanyaan sederhana yang ditujukan padanya itu seolah berubah menjadi hitungan kalkulus teramat rumit untuk dijawab. Pertama kalinya ada seseorang yang menanyakan pertanyaan itu dan benar-benar dipikirkannya secara mendalam. Ya, apa yang dirasakannya sebenarnya? Mengapa ia merasa ada sesuatu yang menghimpit kepalanya tetapi tak tahu apa yang dirasakannya? Mengapa ia merasa teramat sesak seperti kehabisan oksigen pada rongga hidungnya tetapi tak jua bisa mendefinisikan apa sebenarnya perasaannya? Lalu gadis itu pun menjawab dengan setengah berteriak: “Aku tak tahu apa yang kurasakan!” Matanya nanar dan bulir-bulir hangat air matanya menderas di wajah. Meski tak menjawab apa yang ditanyakan, tetapi setidaknya akhirnya ia bersuara, dan sesungguhnya telah menjelaskan akar permasalahannya.
Kemampuan Mengenali Perasaan
Ya, permasalahan serupa ini sebenarnya dihadapi oleh banyak remaja dengan tingkat dan kadar berbeda. Tak mampu menyadari apa yang dirasakan adalah akar dari banyak permasalahan. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa depresi pada remaja merupakan masalah serius yang memengaruhi 10.7% dari seluruh remaja dan 29.9% dari total siswa SMA, bahkan 17% siswa SMA berpikir untuk melakukan bunuh diri. Sayangnya, depresi pada remaja sering kali tidak dikenali.1
Pepatah kuno mengatakan: You may find the worst enemy or best friend in yourself. Maka, kemampuan menyadari perasaan, sejatinya adalah keterampilan mendasar agar seseorang bisa menemukan teman terbaik dalam dirinya. Sayangnya, banyak manusia tanpa sadar menjalani hidup tanpa kemampuan ini, sehingga ketika terbentur masalah, kehampaan yang selama ini telah ada justru akan membumbung dan memenuhi semua rongga jiwa yang pada akhirnya kesedihan berkepanjangan, stress, dan depresi menghiasi harinya. Milton Erickson melihat bahwa masalah kaum muda dilihat dari kerangka pengetahuan yang dimilikinya adalah tentang kepekaan mereka.2 Banyak remaja tumbuh tidak peka, bukan hanya pada sekitarnya, bahkan pada dirinya sendiri.
Sebagian besar psikiatri menganggap depresi sebagai gangguan emosional, sehingga secara khusus, terapis berfokus pada penanganan emosi pasien. Namun ternyata didapatkan sebuah hasil tak terduga dari penelitian para psikiatri yang meyakini pentingnya terapi kognitif atau terapi dengan mengubah pola pikir seperti yang dilakukan oleh Dr. Berk, seorang ahli psikiatri dari Stanford University. Menurut beliau, depresi sama sekali bukanlah gangguan emosional! Setiap perasaan buruk yang kita miliki adalah bagian dari pikiran negatif yang terdistorsi. Jadi, depresi hanyalah hasil dari pikiran negatif kita sendiri, sama seperti ketika ada cairan lendir yang mengalir dari hidung saat kita sakit flu saja. Dalam kemunculan dan perkembangan gejala depresi yang dialami seseorang, pikiran pesimistis irasional yang berkutat di alam pikirannya memainkan peran utama. Pikiran negatif intens hampir selalu disertai dengan suasana hati yang tertekan atau perasaan menyakitkan. Pikiran pesimistis yang keluar dari kepala kita akan benar-benar berbeda dari pikiran ketika kita merasa lebih baik.
Pikiran atau kognisi negatiflah penyebab sebenarnya dari perasaan menyakitkan yang kita rasakan, tetapi sering diabaikan sebagai penyebab depresi. Padahal menurut Dr. Berg, kognisi atau kesadaran pada pemikiran ini adalah kunci untuk pemulihan bagi penderita depresi dan langkah agar ia merasa lebih baik. Itulah kenapa pada saat seorang ahli ingin mengetahui apakah seseorang mengalami depresi atau tidak, ia akan mengukur dengan beberapa pertanyaan yang mengacu pada kondisi perasaan dan apakah kita bisa merasakan perasaan itu, karena semua pemikiran yang berkecamuk di kepala kita adalah gejala paling penting dari depresi yang dirasakan. Penting untuk tahu pada level berapa kita berada, apakah kita bisa ‘merasakan’ sensasi rasa sedih atau bahagia, memiliki harapan atau putus asa, ingin menangis tanpa henti, adakah perasaan tercekik seperti tidak memiliki jalan keluar, adakah perasaan malu berlebihan karena aib, bagaimana kemampuan kita membuat keputusan, apakah kita sering menyalahkan diri sendiri. Selain itu, ketika berkaitan dengan aktivitas hidup dan hubungan sosial, kita juga harus sering memperhatikan apakah kita masih punya perhatian pada kondisi pertemanan, keluarga dan masyarakat sekitar; apakah kita selalu merasa sendirian atau sering menghindari pertemuan sosial dan aktivitas yang akan membuat kita memiliki interaksi dengan orang lain; yang terpenting, apakah kita masih menikmati hidup dan kehidupan; dan apakah kita masih bisa mensyukuri hal-hal sederhana di sekitar kita.
Dari aspek fisik, coba perhatikan apakah kita gampang merasa lelah tanpa sebab, lebih sering berlama-lama tidur, susah bangun atau tak bisa tidur sama sekali, tak ada nafsu makan atau sebaliknya berlebihan selalu ingin makan tanpa bisa mengontrolnya, dan apakah kita selalu merasa khawatir dengan kondisi kesehatan serta sangat rapuh ketika terserang penyakit. Pada tahapan selanjutnya, periksa dengan cermat apakah pernah tebersit perasaan ingin bunuh diri atau rencana untuk menyakiti diri, serta apakah kita pernah merasa puas ketika telah berhasil menyakiti diri.3 Semua pertanyaan ini penting untuk sering kita evaluasi secara rutin, sebagaimana seseorang yang tengah menjalankan program diet dan rutin mengukur tubuhnya. Saat kita terbiasa mengevaluasi pikiran dan perasaan diri, mencoba untuk memiliki konsep baru dengan berpikir positif, maka kita akan melihat bahwa pertanyaan-pertanyaan di atas akan semakin mudah untuk kita kenali, ada atau tidak pada diri kita dan bersama dengan itu, ternyata kita telah berhasil secara perlahan menelusuri diri dan alam pikiran kita sendiri.
Ketika ada perasaan tertekan, cobalah untuk mengidentifikasi pikiran negatif yang baru saja keluar dari pikiran kita tepat pada saat itu juga karena inilah sebenarnya penyebab suasana hati buruk. Setelah itu, cobalah meredakan emosi dengan mengubah pikiran tadi, telusuri apa sebenarnya yang pernah kita alami di masa lalu, dan hadapi dengan berani. Hal ini akan lebih membantu ketimbang selalu menghindar mengingat hal tersebut. Bicarakan peristiwa sulit itu pada orang yang bisa dipercaya, dan rasakan bahwa beban itu bisa berkurang sangat banyak saat kita berani menghadapinya. Mungkin kita akan berpikir skeptis dan menganggap hal itu sebagai bagian dari hidup sehingga tanpa sadar sering kali pikiran negatif melompat keluar, ‘klik’ begitu saja secara otomatis, sepanjang waktu. Sekiranya telah terbiasa, kemampuan mengubah pikiran buruk menjadi hal baik akan sangat mudah dilakukan karena ini adalah fungsi mental otak, sebuah aktivitas biasa persis seperti saat kita memegang sendok sewaktu makan. Kita akan mendapati bahwa sesungguhnya keluar dari kondisi depresif adalah sebuah pergulatan diri semata sebagaimana disampaikan oleh Rasulullah: Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Allah ta’ala berfirman: Aku sesuai persangkaan hamba-Ku. Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku saat sendirian, Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku di suatu kumpulan, Aku akan mengingatnya di kumpulan yang lebih baik daripada itu (kumpulan malaikat).” (Muttafaq ‘alaih).4 Coba bayangkan, hadis ini menekankan adanya kebersamaan Allah bersama dengan pikiran hamba-Nya, yakni dalam bentuk sifat ma’iyah (kebersamaan) yang khusus dari-Nya berupa penjagaan, pertolongan, kemudahan, dan rida-Nya; syaratnya adalah kita menjaga persangkaan (pikiran) dan selalu mengingat-Nya.
Lebih lanjut, Dr. Burn yang telah menangani ratusan pasien depresi di kliniknya mengatakan bahwa depresi bisa tampak lebih buruk daripada kanker karena setidaknya pasien kanker merasakan keadaan dicintai dan memiliki harapan serta kepercayaan diri. Banyak pasien depresinya mengatakan bahwa mereka benar-benar iri pada kematian dan berdoa untuk mendapatkan kanker agar bisa mati secara bermartabat tanpa perlu bunuh diri. Meski begitu, tak peduli seberapa buruk perasaan depresi dan kecemasan yang dirasakan, ada banyak orang yang telah berhasil melaluinya. Kita mungkin merasa bahwa situasi diri telah sedemikian buruk, menyedihkan, putus asa, serta menjadi satu-satunya yang tidak akan dapat pulih. Namun, pada akhirnya awan menyebar, langit terbuka, dan matahari pun akan mulai bersinar kembali. Saat itulah kelegaan dan kebahagiaan yang dirasakan begitu luar biasa. Dan jika Anda saat ini berjuang dengan depresi dan harga diri yang rendah, tak peduli seberapa tidak aman dan rasa tertekan yang Anda rasakan, yakinlah bahwa perubahan baik akan terjadi.5
Menggambarkan Perasaan pada Anak, Awal Perjalanan Mengenali Diri
Perjalanan menuju ruang kalbu dimulai sejak kita berada dalam rahim seorang ibu. Banyak pasien yang menjalani terapi hipnotis dan regresi menunjukkan bahwa kondisi traumanya berawal dari pengalaman ketika di dalam kandungan, yang tentu saja sebenarnya berasal dari ketidaknyamanan, rasa takut, trauma atau pun pengalaman sang ibu. Penting bagi seorang ibu hamil untuk berada dalam kondisi tenang, berpikir positif, dan dijauhkan dari hal-hal atau pun memandang, melihat, dan mengalami hal buruk. Jika pun terpaksa melewati hal-hal tersebut, maka segerakan menyampaikan pada janin secara verbal maupun dalam pikiran bahwa ia bisa melewati hal itu, menyandarkan kekuatan pada Sang Maha Pencipta, dan meneruskan perasaan tenang pada janin dengan mengatur pikiran sepositif mungkin.
Pada masa kanak-kanak, ketika prefrontal cortex anak belum sempurna, ia membutuhkan rangsangan baik dari orangtua dan lingkungannya berupa perhatian, kasih sayang, rasa aman, dan permainan agar otak depannya tumbuh sempurna. Bagian ini memiliki peran penting dalam fungsi memori, gerakan yang disengaja, mengendalikan dorongan emosi, membuat keputusan, merencanakan masa depan, dan fungsi moral serta kognitif tingkat tinggi lainnya. Proses pembuatan keputusan adalah fungsi otak yang masih dan akan terus berkembang.6
Proses menggambarkan perasaan tepat untuk dilakukan pada usia balita, yakni ketika anak sering menunjukkan gejolak emosinya dan belum mampu menamai apa yang ia rasakan. Di masa inilah peran penting orangtua untuk menunjukkan secara verbal dan jelas, membantu anak ‘menamai perasaannya’. Semisal saat anak datang sambil menangis mengadukan bahwa ia terjatuh dan menabrak meja, sering kali orangtua justru pura-pura menyalahkan meja sebagai “meja yang nakal” karena sudah membuat si anak sakit. Alih-alih demikian, orangtua cukup menanggapi perasaan anak yang mungkin kaget, takut, dan kesakitan dengan mengucapkan langsung kepada anak: “Kamu tadi kaget saat jatuh dan takut, ya nak! Yuk ibu obati dan peluk biar rasa sakitnya berkurang!” Saat mengalami respons seperti ini, anak akan memiliki pengalaman berharga mengidentifikasi perasaannya, bahwa yang baru saja dialaminya adalah rasa kaget karena tidak menyadari ada meja, takut karena merasa sakit saat tidak ada ibu di sampingnya, dan rasa sakit yang menyebabkan ia ingin menangis dan berteriak.
Contoh lain adalah saat anak berebut mainan dengan temannya hingga berkelahi misalnya. Maka respons pertama yang sebaiknya dilakukan orangtua adalah menjelaskan padanya bahwa rasa tidak adil, rasa kepemilikan yang dipertahakannya adalah sesuatu yang wajar tetapi bisa disikapi dengan cara lain. Bahwasanya ada jalan keluar lain selain hanya merebut kembali barang miliknya yang direbut orang lain. Proses identifikasi ini akan terus berkembang sesuai usia perkembangan anak. Kesalahan terbesar yang sering dilakukan orang dewasa pada anak adalah melabeli tindakan mereka ketimbang menggambarkan apa yang mereka rasakan. Anak balita sesungguhnya belum paham konsep ‘bohong’, ‘nakal’, atau ‘jahat’, justru biasanya kitalah sebagai orang dewasa yang mengajarkan mereka dengan label yang kita tujukan pada jiwa-jiwa murni yang masih suci itu dengan perkataan: “Kamu bohong ya?” Jangan suka nakal ya!”atau tuduhan-tuduhan seperti “Kok, kamu jahat sama teman?” Anak yang tumbuh dengan cara ini kelak juga akan gampang menghujat, suka mencari kambing hitam, dan sulit untuk memahami perasaannya secara jernih.
Masa Remaja yang Bergejolak
Sangat penting bagi remaja untuk belajar mengenali dan mengatur impuls emosi mereka. Idealnya, pada akhir masa remaja, lobus frontal7 seharusnya sudah harus mampu memberikan keseimbangan antara lonjakan emosi dan menahannya (kontrol emosi). Maka setiap kegiatan yang membantu remaja belajar untuk bertanggung jawab, merasa bangga atas suatu capaian, semua aksi dan tindakan akan berguna dalam menjaga frontal pengembangan lobus pada jalur yang sehat. Demikian pula dengan kegiatan yang mengajarkan remaja untuk tidak langsung mendapatkan penghargaan (delay gratification) seperti menabung terlebih dahulu agar bisa membeli sesuatu yang diinginkan akan sangat bermanfaat untuk melatih lobus frontal dan berguna bagi kehidupan dewasanya kelak. Ingat bahwa orang dewasa menggunakan bagian amygdala dan frontal cortex bersama-sama untuk menghasilkan keputusan yang rasional. Sementara anak dan remaja hanya menggunakan bagian amygdala-nya saja sehingga hasilnya adalah keputusan yang ‘emosional’, bukan yang ‘rasional’.
Sebagaimana kita ketahui, amygdala merupakan tempat bagi otak menyimpan memori tentang segala sesuatu yang pernah terjadi. Amygdala cenderung lebih mengingat kenangan atau memori yang terkesan tidak bermakna, baik itu kenangan pahit maupun manis. Sangat tidak baik ketika amygdala menyimpan banyak memori buruk. Namun penelitian menunjukkan bahwa meskipun kenangan tidak bisa dihapus, kita bisa mengubah persepsi. Inilah yang tadi kita ungkapkan sebagai kemampuan untuk cepat berpikiran positif. Kondisi persepsi yang baik ini yang akan mengubah amygdala menjadi sumber energi positif dan melecut diri seseorang menjadi lebih baik. Maka tak heran ketika konsep berbaik sangka (husnuzan) adalah sesuatu yang terus-menerus ditekankan pada seorang mukmin untuk dilatih menjadi kebiasaan diri. Begitu pula anjuran Rasulullah untuk mengubah posisi dan mengambil wudu saat marah juga sebenarnya terkait dengan cara untuk mengambil alih kesadaran dari kendali amygdala. Hal lain yang bisa dilakukan adalah minum atau menarik napas panjang, lalu melepaskannya secara perlahan.
Obat pada Suluk Kalbu
Hati atau al-qalb menjadi pusat bagi segala perasaan, kesadaran, pemahaman, akal, daya kehendak, sebuah lathifah ruhaniah yang oleh para sufi disebut dengan istilah ‘Hakikat Kemanusiaan’ (al-Haqîqah al-Insâniyyah) dan oleh para filsuf disebut ‘Jiwa Nalar’ (an-Nafs an-Nâthiqah). Dengan hati, manusia dapat masuk ke dalam roh, tubuh, dan akalnya; ia laksana mata bagi ruh. Sementara al-bashîrah (mata batin), ia adalah penglihatannya terhadap dunianya; akal adalah nyawanya, dan kehendak adalah penggerak dinamis-internalnya.8 Kalbu bagi manusia sangat istimewa dan penting karena dengannyalah ia bisa berinteraksi dengan Sang Maha Kuasa.
Ilmu adalah mengetahui ilmu itu sendiri
Ilmu adalah mengenal dirimu sendiri
Jika dirimu saja tak Kaukenal
Lalu untuk apa Kau belajar
Apakah tujuan dari belajar
Adalah insan mengenal Sang Maha Besar
Maka andai pun Kau belajar
Takkan Kau pahami sekerat roti sekadar
Jangan katakan aku sudah tahu sudah paham
Jangan katakan sudah kutegakkan kulaksanakan
Karena jika tak Kaukenal Tuhan
Yang Kaudapati hanyalah kesia-siaan9
Bait-bait puisi Yunus Emre ini memberikan penekanan bahwa seseorang dapat mengenal dirinya dengan pengetahuan atas dirinya sendiri, terlebih lagi tidak ada ilmu yang lebih tinggi dari kemampuan kita mengenal diri karena mengenal diri akan membawa kita pada ilmu untuk mengenal Sang Pencipta. Manusia harus mengetahui secara mendalam makna apa yang dipelajarinya. Nyatanya, pekerjaan yang paling penting bagi manusia adalah masuk ke dalam kalbu, baik kalbunya sendiri untuk menemukan hakikat diri maupun kalbu orang lain untuk mengenalkan keindahan Rabbnya.
Perhatikan bagaimana Dzat Yang Maha Lembut itu mengajarkan kita melalui alam dengan cara yang sangat indah. Noda dari buah mulberry yang mengotori pakaian hanya dapat dihilangkan dengan bagian dari pohonnya sendiri. Sementara penawar sakit perut jika terlampau banyak makan buah salak pun ada pada selaput tipis yang menyelimuti buah salak itu sendiri. Dengannya, seolah-olah Sang Maha Pencipta ingin menyampaikan kepada kita bahwa semua derita yang kita alami, rasa sakit yang menyayat hati, pelipurnya ada dalam diri kita sendiri. Maka Niyazi Mısri pun berkata, “Kucari penawar bagi pedihku, ternyata kepedihan itulah sendiri penawarnya. Kucari bukti atas keberadaanku, ternyata dirikulah bukti paling nyata atas keberadaanku itu.”10 Obat terbaik atas masalah kita akan kita temukan di akhir perjalanan ke dalam ruang kalbu diri, bersama dengan penemuan atas hakikat diri kita sendiri.
Referensi:
- Maureen & Kayla Kroning. Teen Depression and Suicide: A Silent Crisis. Journal of Christian Nursing, Vol.33 no.2-2016.
- Jay Haley, Uncommon Therapy: The Psychiatric Techniques of Milton H. Erickson, M.D., W.W. Norton Company 1993.
- Berdasarkan List Pengukur Depresi Dr. Burn yang juga mirip dengan The Burns Depression Inventory.
- Bukhari, no. 6970; Muslim, no. 2675.
- David D. Burn, M.D., Feeling Good: The New Mood Therapy, Books Vooks, 2008.
- Aaron M. White, PhD., Understanding Adolescent Brain Development and Its Implications for the Clinician, Duke University, Durham, USA.
- Lobus frontal adalah bagian dari otak besar yang mengemban fungsi penting bagi manusia berkaitan dengan kemampuan bernalar, bergerak, berbicara, hingga berempati.
- Fethullah Gülen, Tasawuf untuk Kita Semua, Republika Penerbit, 2020.
- C.Çavuş, İLİM NEYİ BİLMEKTİR? “Yunus’u Niyâzî ile Anlamak”. www.academia.edu/9205650/İLİM_NEYİ_BİLMEKTİR_Yunusu_Niyâzî_ile_Anlamak_
- Mısri Niyazi Divanı Şerhi, Yazan: Seyyid Muhammed Nur, Haz.: M.S. Bilginer.
Discussion about this post