Bagaimana ‘Risalah Bagi Orang–Orang Sakit’ Memungkinkan adanya Sebuah Perubahan Hidup?
Hidup, penyakit, dan kematian adalah kondisi dasar manusia. Akan tetapi adalah keputusan tersendiri bagi masing–masing individu apakah ia akan memikirkan hal tersebut secara khusus atau tidak. Pengertian ini juga mempengaruhi pola perilaku hidup kita dan segala konsekuensinya. Penggalian pengertian ini seringkali dilihat dari segi agama, nasionalis, pluralis atau dari simbiosis beberapa cara berpikir tersebut tanpa adanya penghujatan dalam bentuk apapun.
Penulis menyadari bahwa penyakit memiliki citra yang sangat negatif: warna yang melambangkannya pun menunjukkan ketidaknyamanan fisik dan mental yaitu warna hitam pekat, sedangkan putih cemerlang adalah wama yang mewakili kesehatan. Akibatnya, terapi pengobatan modern yang telah dikembangkan tidak selalu mencoba untuk mendiagnosa penyebab penyakit, tetapi kebanyakan dari pengobatan tersebut adalah memerangi penyakit seperti musuh. Untuk tujuan tersebut, maka obat–obatan dosis tinggi, radiasi dan pengobatan lain dilakukan seolah–olah serangan menjadi pertahanan terbaik.
Para dokter melakukan segala upayanya untuk memenangkan pertempuran dengan penyakit, namun selalu ada resiko jatuhnya kondisi emosional pasien yang dapat membuat mereka terperosok dalam keputusasaan, karena diberikannya pemahaman bahwa kondisi fisik barunya yang sakit adalah sebuah ketidakwajaran atau sebuah kondisi yang tidak diinginkan. Dengan demikian, terbentuklah rasa melankolis, yang mengurangi kualitas hidup secara dramatis. Pasien lalu menganggap penyakit sebagai musuh dan sesuatu yang tak terkalahkan.
Berikut ini, adalah beberapa pandangan dari cendekiawan termashur Said Nursi (1960) yang telah menjelaskan hal yang berkaitan dengan masalah ini pada beberapa dasawarsa silam dan masih berpengaruh hingga saat ini. Menurut saya, pandangan ini adalah pelabuhan potensi untuk meningkatkan kualitas hidup tidak hanya bagi orang sakit, tetapi juga bagi mereka yang sehat.
Dalam risalahnya “Cahaya ke–25: Risalah Bagi Orang–Orang Sakit”‘, Said Nursi memberikan 25 pandangan beliau terhadap fenomena penyakit. Pandangan–pandangan ini mengubah gambaran negatif penyakit menjadi positif.
Apa yang membuat perubahan pandangan menjadi sangat penting?
Siapa pun yang telah mempersiapkan dirinya ketika dia sehat, akan mendapatkan banyak manfaat dari naskah ini –jika kelak ia terkena penyakit yang serius. Pemikiran Nursi tentang pengertian penyakit dan potensi obat dapat memainkan peran penting dalam kesiapan diri. Mereka yang mendalami pesan-pesan beliau tersebut akan dapat membantu mencegah jatuhnya rasa emosional ke dalam depresi dan sebaliknya dapat memiliki harapan untuk penyembuhan dirinya.
Pandangan pertama Said Nursi menyajikan kepada pembacanya dengan pemahaman bahwa penyakit tidak harus dilihat sebagai masalah yang membawa kepahitan dalam hidup, tetapi justru kita dapat juga menarik kekuatan darinya. Mungkin seperti telah dikatakan sebelumnya, menggali pengertian berbeda bagi kehidupan manusia, sehingga pada akhimya semua orang setuju bahwa hidup adalah sesuatu yang berharga dan menawarkan berbagai peluang. Arah hidup kita tergantung pada bagaimana kita menyikapi peluang tersebut.
Mereka yang menganggap penyakit sebagai sesuatu yang negatif akan merasakan setiap penyakit yang dideritanya sebagai kutukan. Biasanya sikap yang merupakan dampak negatif sebuah penyakit pada pasien dan lingkunganya menjadikan mereka menjadi sangat pesimis. Mereka menghukum diri sendiri, dan mengajukan pertanyaan–pertanyaan seperti: “Mengapa dari sekian banyak orang, saya yang justru menderita penyakit ini?” Pada kasus ekstrim, hal ini dapat menyebabkan pasien mengalami delusi dan menarik diri dari masyarakat. Sehingga adanya perubahan cara pandang, kiranya dapat memunculkan energi positif dan menjadikan kesedihan dan rasa sakit lambat laun menghilang.
Mereka yang mengenali peluang yang ditawarkan oleh kehidupan serta menghargai upaya dan kerja keras di dalam setiap hari di kehidupan ini sebagai sesuatu yang positif akan mengakui bahwa bahkan penyakit memiliki fungsi yang berarti – untuk diri mereka sendiri dan bagi kemanusiaan secara keseluruhan.
Nursi mengatakan bahwa orang sakit mempersepsikan waktu secara berbeda, yang memungkinkan mereka untuk mengamati lingkungan mereka dari perspektif yang lebih pasif. Kepasifan mereka yang sakit ini seharusnya merebut perhatian orang–orang urban modem dari keramaian dan hiruk pikuk kehidupan sehari–hari agar mereka berhenti sejenak .
Pandangan kedua Nursi adalah peran doa yang ia definisikan dalam dua bentuk: doa aktif dan pasif. Beliau memposisikan doa–doa dalam bentuk ibadah seperti puasa, sholat, dan bentuk–bentuk zikir sebagai doa “aktif”. Sementara doa “pasif” adalah usaha mencapai kesadaran dan pengetahuan tentang kerentanan dan kematian dirinya – yang lebih mungkin muncul di saat seseorang jatuh sakit daripada di waktu lain – sebagaimana pada akhimya seseorang akan kembali kepada Allah dengan memohonkan atas kekuasaan–Nya Yang Maha Tinggi dan tak terhingga Nursi menandai doa aktif dan pasif ini sebagai pengobatan kedua.
Pemahaman tentang kefanaan diri, merupakan obat ketiga yang memungkinkan orang yang sakit untuk mengingat kesalahan masa lalu yang mungkin telah banyak dilupakan dan memungkinkan mereka untuk berdamai dengan diri sendiri dan dengan sesama manusia. Menurut Nursi, hal ini memungkinkan seseorang untuk menyadari bahwa mereka tidak seempurna seperti apa yang mereka pikirkan. Dengan demikian penyakit membuat seseorang menjadi jujur, jujur dengan diri sendiri dan dengan orang lain. Pengakuan atas kesalahan diri sendiri adalah sama dengan pengakuan tulus atas kelemahan manusia dan kepastian akan adanya kematian.
Dilihat dari perspektif ini, muncul pertanyaan apakah penyakit itu sendiri adalah obat bagi manusia. Ini memberikan kita pandangan baru dan membawa kita untuk mempertimbangkan kembali pandangan kita sebelumnya. Orang yang sakit menjadi pengamat, dan akhimya ia memiliki waktu yang cukup untuk mulai berpikir. Seperti yang dikatakan oleh Nursi, beliau menyadari bahwa manusia merupakan puncak dari semua penciptaan. Akan tetapi kelemahan, penuaan, dan juga masalah kesehatan yang ada pada manusia akan membuatnya menyadari bahwa kehidupan di bumi memang tidaklah sempuma – sebuah kesadaran yang akan membuka mata manusia dan membawanya keluar dari kegelapan menuju cahaya. Menjadi sadar akan kematian membuat seseorang berusaha mengatasi setiap kesembronoannya. Hal ini menyebabkan seseorang untuk menyingkirkan kemalasan dan merefleksikan kewajiban–kewajibannya
Jika pasien berhasil mengelola kesadaran ini maka mereka akan merasa lebih bersyukur dan bersabar, dan bukannya hanya sibuk berurusan dengan keluhan fisiknya saja. Syukur dan sabar ini adalah apa yang Nursi sebut sebagai pengobatan keempat. Bagi Nursi, tubuh bukanlah milik manusia, melainkan sebuah pinjaman yang tidak mungkin bisa dipergunakan secara bebas. Dengan penderitaan yang dialami akan tetap bisa tertahankan selama seseorang tetap dapat melakukan hal–hal baik juga. Nursi menggambarkan ini justru sebagai semacam bonus, bahwa Allah pemilik total tubuh kita telah menganugerahkannya bagi ki ta, dan ki ta tidak bisa protes terhadap ketetapan–Nya.
Penyakit kronis atau cacat, yang seringkali terlihat negatif dalam masyarakat, namun sebenarnya hal tersebut dapat ditafsirkan kembali secara positif dengan cara ini. Seperti yang telah ditegaskan oleh Nursi bahwa hal tersebut justru membawa pada sebuah pemahaman dari ilmu pengetahuan yang mungkin tidak bisa kita dapatkan ketika sehat. Dengan penyakit, manusia memahami hal–hal baru yang mungkin tidak bisa dipahami oleh mereka yang sehat. Sebagaimana orang buta, tuli, atau cacat mental yang memahami lingkungan mereka secara berbeda, dan kadang kala lebih ta jam atau peka jika dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki keterbatasan fisik.
Setiap orang berusaha keras untuk mencapai kesejahteraan, rahmat, dan pengampunan, namun sesungguhnya pada setiap kesedihan dan kemalangan juga melabuhkan sinar rahmat di dalamnya. Dari balik tabir penyakit muncul banyak wawasan yang cukup menyenangkan. Muncul sebuah kesadaran baru, dan dengan demikian banyak orang mendapatkan keberanian untuk mengambil risiko dan mereposisi dirinya di dalam hidup.
Kematangan yang digambarkan Nursi merupakan obat kelima dan dapat diamati terutama pada anakanak muda yang sakit. Karena penyakitnya, anak anak muda tersebut biasanya berbeda dengan rekan–rekan sebayanya. Mereka harus mengatasi masalah–masalah yang tampaknya bertentangan dengan masa mudanya tersebut. Mereka justru tidak jatuh ke dalam keriuhan khas remaja dan terbebas dari ketidak bijaksanaan dan tekanan kehidupan sehari–hari.
Dari sudut pandang ini, bagi sebagian orang kesehatan bahkan bisa menjadi sebuah malapetaka yang bisa membuat kepala mereka terus berputar dan terbutakan, dan memungkinkan mereka melupakan fakta bahwa sesungguhnya hid up mereka tidaklah abadi.
Walaupun baru 5 saja dari 25 pandangan Said Nursi tentang masalah penyakit ini kita bahas temyata telah menunjukkan bahwa tidak semuanya yang ditafsirkan sebagai sesuatu yang negatif itu sebenarnya negatif. Sebuah perubahan cara pandang seringkali dapat menampakkan keajaiban.
Namun demikian, bisa jadi pada awalnya perubahan cara pandang seperti ini akan cukup membingungkan bagi masyarakat modem yang telah biasa menganggap kesehatan sebagai hadiah dan penyakit adalah bencana. Jika kita telah sejak lama memandang penyakit sebagai musuh, lalu mengapa kita tidak juga bisa menyambut penyakit? Gagasan bahwa penyakit juga dapat memperkaya wawasan pasien, temanteman dan keluarganya adalah sebuah pendekatan yang berguna. Pastinya adalah sesuatu yang sangat umum untuk diketahui bahwa berpikir positif dapat mempengaruhi (mengatasi) penyakit, dan bahkan memberikan kontribusi dalam proses penyembuhan. Bagaimanapun juga, sudut pergeseran yang dijelaskan oleh Said Nursi menjangkau lebih jauh dari apa yang bisa kita jelaskan. Bagi saya tidak ada keraguan bahwa ini mampu secara signifikan meningkatkan kualitas hidup pasien dan lingkungannya.
Penyakit memungkinkan orang yang mengalaminya untuk menarik diri, keluar dari kehidupan sehari–hari, setidaknya dalam beberapa waktu. Dengan penyakit itu seseorang mendapatkan wawasan baru sehingga membuatnya membuka pintu yang mungkin akan tetap tertutup jika mereka sehat. Penyakit memungkinkan kita untuk kembali fokus dari apa yang dapat memberikan manfaat bagi kita sebagai individu maupun komunitas.
Ditulis oleh : Erdogan Karakaya
Diterbitkan pada Majalah Mata Air Vol. 2 No. 7
Discussion about this post