Peran terpenting dari salah satu cabang ilmu sains untuk kehidupan adalah Matematika. Banyak siswa yang menganggap Matematika sebagai suatu momok. Mereka takut untuk menghadapinya bahkan beberapa dari mereka tidak menyukainya. Namun sesungguhnya Matematika memiliki peran yang luar biasa dalam kehidupan dan di saat kita sudah menyukainya kita akan semakin menikmati dalam menyelesaikan permasalahan yang ada padanya. Meskipun saat Matematika dipelajari, terutama oleh siswa-siswi SMP dan SMA, terlihat sepertinya tidak memiliki kaitannya langsung dengan kehidupan nyata, namun sebenarnya Matematika sangat berperan dalam begitu banyak hal. Mulai dari perhitungan uang untuk berbelanja sehari-hari hingga pada pengkodingan teleskop yang digunakan oleh para ahli astronomi.
Seperti yang kita ketahui Matematika identik dengan angka. Belajar Matematika adalah belajar angka dengan berbagai operasi hitungnya. Angka memiliki sejarahnya tersendiri. Dimulai dari peradaban Mesir, pada masa itu angka disimbolkan seperti garis, yaitu l=1, ll=2, lll=3, (||)¦(||)=4,(||)¦(|||)=5, (|||)¦(|||)=6 dan seterusnya. Kemudian pada masa Romawi dan Yunani, sebelum masehi, angka sampai ke Eropa, dengan simbol seperti yang kita kenal saat ini 1,2,3,…,9 dan 0. Saat ini Eropa mampu menguasai dunia dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mereka miliki. Namun sesungguhnya ada suatu peradaban yang menjembatani perkembangan dunia dari sebelum masehi sampai keberhasilan Eropa seperti yang kita lihat sekarang ini, yaitu peradaban Islam.
Seperti yang dikatakan oleh Will Durant, seorang ilmuwan Eropa, “Selama lima abad, dari 700 SM—1200 SM, dengan kekuatannya Islam memimpin dunia, memperluas wilayah kekuasaan dengan tata krama, ilmu pengetahuan dan filsafat.” Pada masa pemerintahan kerajaan Abbasiyah Islam berada pada puncak kejayaan perkembangan ilmu pengetahuan. Pada saat itu banyak terlahir ilmuwan-ilmuwan Islam yang tidak hanya menguasai satu bidang. Mereka menguasai ilmu sains dan ilmu agama sekaligus. Banyak buku-buku dari peradaban Romawi dan Yunani diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Banyak pula di antara mereka yang mampu menulis ratusan buku.
Salah satu ilmuan yang terkenal pada masa itu adalah seorang matematikawan bernama Al-Khawarizmi. Beliau menulis kurang lebih 256 buku. Salah satu bukunya berjudul Al-Khawarizmi on the Hindu Art of Reckoning yang berisi tentang sistem penempatan bilangan berbasis 1,2,3,4,5,6,7,8,9, dan 0. Beliau dijuluki sebagai Bapak Aljabar. Dalam dunia Matematika, Aljabar merupakan salah satu cabang yang sangat penting dari keempat cabang lainnya, yaitu Geometri, Teori bilangan, Kombinatorika dan Aljabar. Beliau jugalah penemu angka nol pada sistem bilangan. Suatu angka yang sangat penting yang paling terakhir ditemukan. Sebelum angka nol ditemukan, mereka sulit untuk membedakan seratus tujuh puluh lima (175) dengan seribu tujuh puluh lima (1075) ataupun seribu tujuh ratus lima (1705).
Pada masa peradaban Babilonia (peradaban pada lembah sungai Eufrat dan Tigris di timur tengah) dan Maya (di Amerika Tengah), nol hanyalah sebuah simbol yang tidak memiliki nilai. Kemudian berkembang ke India, nol memiliki arti sesuatu yang tidak ada. Dari India berkembang ke Cina dan kembali ke Timur Tengah. Sekitar tahun 773 M, Al-Khawarizmi memadukan fungsi nol dari peradaban India dan menunjukkan cara untuk menggunakan nol pada operasi hitung persamaan Aljabar. Pada abad ke-9 nol masuk ke dalam sistem bilangan Arab berbentuk oval menyerupai angka nol yang kita gunakan saat ini. Nol berkembang ke Eropa sekitar tahun 1100 M.
Angka nol dalam Matematika dan juga ilmu lainnya seperti pemrograman komputer memiliki peran yang sangat penting bagaikan fungsi garam dalam masakan. Angka nol memiliki banyak sekali keistimewaan. Yang pertama, nol merupakan suatu bilangan netral, pembeda antara bilangan positif dan negatif pada garis bilangan Matematika. Yang kedua, semua bilangan yang berpangkat nol bernilai satu. Yang ketiga pada sistem binari, yaitu angka 0 dan 1, yang ada pada pemrograman komputer dan pengkodingan. Dengan dua angka tersebut teknologi telah berkembang sedemikian rupa sehingga kita bisa menggunakan komputer, laptop, smartphone, teleskop dan lainnya.
Setelah ditemukannya angka nol, para ilmuwan mampu mengoperasikannya dengan bilangan lain seperti menambah, mengurangi, dan mengalikan. Namun, mereka belum tahu cara membagi dengan nol. Baru beberapa abad terakhir inilah para ahli matematika mampu merumuskan pembagian dengan angka nol.
Di sinilah letak keistimewaan lain dari angka nol. Nol dibagi dengan semua angka lain yang bukan nol hasilnya nol (0/a = 0) dan semua angka yang bukan nol dibagi dengan nol hasilnya tidak dapat didefinisikan (a/0 = tak terdefinisi). Hal ini mengingatkan pada salah satu hadis Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wa sallam: “tangan yang diatas lebih baik daripada tangan yang di bawah. Tangan di atas adalah tangan pemberi sedangkan tangan di bawah adalah tangan peminta-minta,“ (HR Muslim) dan juga pada firman Allah, “(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit…”( QS Ali Imran: 134) yang dengan itu Allah memberikan ampunan dan surga yang sangat luas.
Jika di dunia ini kita nol dalam memberikan sesuatu, yakni tidak memberikan apapun, namun mengharapkan sesuatu dari yang lain maka kita tidak akan mendapatkan apapun di akhirat (0/a = 0). Sebaliknya jika kita memberikan sesuatu dan kita tidak mengharapkan imbalan apapun (selain keridaan Allah) maka insyaallah kita akan mendapatkan hasil yang sangat banyak di akhirat kelak yang pahalanya tak terdefinisikan oleh akal manusia (a/0 = tak terdefinisi). Sebagaimana dalam salah satu ayat-Nya, Allah berfirman, “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (pahala) bagi siapa yang Dia Kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui,“ (QS Al-Baqarah: 261).
Salah satu trik dalam menyelesaikan soal cerita pada Matematika adalah dengan mengubah soal ke dalam model Matematika. Maka pembagian dengan angka nol di atas dapat dirumuskan menjadi memberi/menerima = pahala. Seperti firman Allah dalam ayat lainnya, “ ….dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka pahalanya untuk kamu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena keridhaan Allah…” ( QS Al-Baqarah : 272).
Ibadah lain yang mampu mendekatkan diri kita kepada Allah Subhânahu wa ta’âla, untuk menggapai pahala dari-Nya adalah sikap peng-nol-an diri di hadapan Allah atau apa yang kita sebut sebagai sikap tawaduk (rendah hati). Jika kita menengok diri kita lebih dalam, akan terlihat bahwa sesungguhnya manusia sangat lemah. Tidak ada sedikit pun yang patut untuk disombongkan dari diri kita. Jika oksigen yang kita hirup ini membutuhkan biaya, tak terbayang berapa biaya yang harus kita keluarkan untuknya. Jika sinar atau panas matahari itu berbiaya, maka ratusan juta perhari akan kita habiskan untuk itu. Jika kita bangga akan ilmu yang kita miliki, maka sesungguhnya masih banyak yang jauh lebih pandai di luar sana. Semakin dalam ilmu dipelajari maka akan terasa semakin kerdillah kita dengan pengetahuan yang telah kita ketahui. Semakin jauh menuntut ilmu maka keagungan-Nya akan semakin terlihat, kebenaran ayat “ … Adakah kamu melihat sesuatu yang tidak seimbang?” ( QS Al-Mulk : 3) semakin terbukti.
Iyadh bin Hammar r.a. berkata, bahwa Rasullullah Shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku agar kalian semua bersikap tawaduk, agar tak ada seorang pun yang merasa lebih mulia dari yang lain,” (H.R. Muslim). Maka, benarlah, apa yang dikatakan seorang ulama bahwa, “Sesungguhnya tawaduk yang benar adalah ketika seseorang mampu menentukan posisinya di hadapan keagungan Allah Subhânahu wa ta’âla, yaitu bahwa dirinya adalah nol dan tidak ada artinya di hadapan Dzat yang Maha Mutlak dan tak terbatas itu.”
Salah satu rumus (Gerak Vertikal Atas) dalam ilmu fisika adalah h = vot – 1/2 gt2, dengan h adalah ketinggian, vo adalah kecepatan awal, g adalah gaya gravitasi dan t adalah waktu. Maka, jarak (hubungan) terbaik dari seorang hamba kepada Rabb-nya adalah ketika h = 0 satuan unit, yaitu ketika ketinggian dari permukaan tanah sama dengan nol, ketika dahi menyentuh tanah, ketika kepala dan kaki tergeletak di atas tempat yang sama; ya… itulah posisi ketika kita bersujud, memohon, meminta, merintih kepada Allah Subhânahu wa ta’âla.
“Keadaan paling dekat seorang hamba dari Rabb-nya adalah ketika dia dalam keadaan sujud, maka perbanyak doa (di dalamnya).” (H.R Muslim)
Referensi:
Al Quran
Mistu, Musthafa Dieb Al-Bugha Muhyidin, “AL-WAFI Menyalami Makna 40 Hadist Rasulullah”, Al-I’tishom, Mei 2008, hlm. 372-376
Gulen, Muhammad Fethullah, “Tasawuf”, Republika, Februari 2014, hlm. 155
Adams, Robert A., “Calculus A Complete Course”, Pearson, April 2002, hlm. 8
JJ O’Connor and E.F Robertson, “A History of Zero”, November 2000
R C Gupta, Spread and triumph of Indian numerals, Indian J. Hist. Sci. 18 (1) (1983), 23-38
www.history.com/news/ask-hostory/who-invented-the-zero
www.faithforum.wordpress.com/islam-2/knowledge
Discussion about this post