• Privacy & Policy
  • Kontak
  • Tentang Kami
    • Profil
    • Redaksi dan Manajemen
    • Dewan Penasihat
  • Mata Air di Dunia
    • Arabic
    • Deutsch
    • English
    • Spanish
    • Turkish
  • FAQ
  • Kirim Artikel
  • Karir
Friday, September 22, 2023
  • Login
Majalah Mata Air
Advertisement
  • Home
  • Rubrik
    • Sains
    • Budaya
    • Spiritualitas
  • Penulis
    • M. Fethullah Gülen
    • Dr. Ali Unsal
    • Astri Katrini Alafta S.S. M.Ed.
    • Abdullah Farid
  • Event
  • Tetes Mata Air
  • Arsip
  • Berlangganan
  • Produk Kami
    • Buku Digital
    • Majalah Digital
    • Mata Air dalam Genggaman
  • Semua Membacanya 2023
No Result
View All Result
  • Home
  • Rubrik
    • Sains
    • Budaya
    • Spiritualitas
  • Penulis
    • M. Fethullah Gülen
    • Dr. Ali Unsal
    • Astri Katrini Alafta S.S. M.Ed.
    • Abdullah Farid
  • Event
  • Tetes Mata Air
  • Arsip
  • Berlangganan
  • Produk Kami
    • Buku Digital
    • Majalah Digital
    • Mata Air dalam Genggaman
  • Semua Membacanya 2023
No Result
View All Result
Majalah Mata Air
No Result
View All Result
Home Budaya

Nasihat Terakhir

by Astri Katrini Alafta. S.S. M.Ed.
7 years ago
in Budaya
Reading Time: 3 mins read
Share on WhatsappShare on FacebookScan and read on your phone

Seorang laki-laki tua memiliki 12 putra. Bertahun-tahun ia bekerja keras bagi kehidupan mereka dan berjuang untuk mendidik agar semua putranya tersebut tumbuh menjadi laki-laki terbaik. Berpuluh tahun ia bergulat dalam peluh, mencoba menanamkan nilai-nilai kebaikan dan kebenaran agar putra-putranya tersebut menjadi insan yang berakhlak mulia. Namun sayang, anak-anaknya tersebut selalu berada dalam perselisihan, satu sama lain mereka saling bertikai. Padahal, tak ada hal yang amat serius untuk dipertentangkan. Hingga suatu hari sang ayah sakit keras. Semua putranya berkumpul di sekeliling laki-laki tua yang amat mereka cintai itu. Jika ada suatu keperluan atau keinginan beliau, semua putranya itu berlomba-lomba ingin memenuhinya. Akan tetapi sayangnya, tetap saja mereka masih selalu berselisih pendapat di hadapan orang tuanya itu.

Suatu ketika sang ayah meminta salah satu putranya untuk mengumpulkan semua saudara-saudaranya. Setelah semua anaknya berkumpul, laki-laki tua tersebut berkata: “masing-masing dari kalian, pergilah ke kebun dan bawakan aku sebuah kayu bakar yang tidak terlalu besar tidak pula terlalu kecil.” Kedua belas putranya itu pun segera bergegas mencari kayu bakar seperti yang dipinta oleh ayahnya itu, walaupun hati mereka bertanya-tanya apa gerangan yang akan dilakukan oleh ayah mereka dengan kayu tersebut. Semua anaknya dengan patuh membawa sebatang kayu yang ‘tidak terlalu besar tidak pula kecil’, persis seperti keinginan ayah mereka. Laki-laki tua itu meminta pula seutas tali yang cukup panjang, lalu ia mengikat keduabelas batang kayu tadi menjadi satu dengan erat.

“Sekarang katakan padaku, manakah di antara kalian yang mampu mematahkan semua kayu ini?” tanya sang ayah. Satu per satu anak-anaknya mencoba mematahkan kumpulan kayu tersebut namun tak ada satu pun yang berhasil melakukannya, bahkan anaknya yang paling kuat sekalipun tak mampu melakukannya. “Coba berikan kayu itu padaku!” kata sang ayah. “Masa begini saja kalian tidak bisa?” ucapnya. Laki-laki tua itu membuka ikatan tali pada kayu tersebut dan mematahkan kedua belas kayu tadi satu persatu dengan sisa tenaga yang dimilikinya. Walaupun ada salah satu anaknya yang terucap: “kalau dengan cara itu kami pun bisa Ayah”, celetuknya namun putranya yang lain tetap terdiam sambil memandang ayahnya dengan penuh hormat. Laki-laki tua itu pun memandangi putranya satu per satu dengan tatapan nanar, lalu berkata dengan suaranya yang berat: “Perhatikanlah anak-anakku! Selama ini aku telah mendidik dan membesarkan kalian dengan kesungguhan dan mengajarkan pada kalian sifat-sifat terbaik. Tapi perselisihan di antara kalian membuatku merasa sangat sedih. Kalau tadi terbersit dalam pikiran kalian bahwa begitu mudahnya jika hanya mematahkan kayu kayu itu satu per satu, maka memang itu lah yang ingin kusampaikan.” Laki-laki tua itu meneruskan perkataannya dengan penuh wibawa: “Hidup adalah ujian dan kayu-kayu ini adalah  ujian terakhir dari ayahmu yang renta ini untuk kalian. Seperti yang sudah kalian saksikan sendiri, 12 potong kayu yang terikat menjadi satu akan sangat sulit untuk dipatahkan, bahkan oleh orang yang terkuat sekalipun. Seandainya bisa, tetap saja ia harus mengerahkan tenaga ekstra untuk mencapai tujuannya itu. Namun setelah kayu-kayu tersebut dipisahkan dari ikatannya bahkan seorang renta seperti akupun bisa mematahkan semuanya. Begitupun kalian semua, 12 orang putra kebanggaanku. Jika kalian bersatu dan berpadu dalam suatu ikatan yang kuat, saling menggenggam satu sama lain dengan penyatuan terkuat dari rasa kasih dalam hati kalian, maka tak ada satupun orang yang mampu dengan mudah mengoyak ataupun menghancurkan kalian. Akan tetapi saat jabat tangan kalian mulai merenggang, satu sama lain tak peduli akan kepentingan perasaan saudaranya maka satu per satu kalian akan sangat mudah untuk dimusnahkan. Inilah pesan terakhir dari ayahmu ini”, ucap sang Ayah dengan tatapan redup dari wajah penuh kebijaksanaan itu.

Pesan terakhir sang ayah ini memberikan perenungan dalam bagi kita semua, betapa rasa marah, dendam, iri dan dengki terkadang membuat kita melupakan esensi terbesar dari sebuah ikatan mulia, bahkan semua sifat-sifat mulia yang ada dalam diri kita pun seperti dinafikan. Ikatan perkawinan, ikatan persaudaraan, ikatan kebangsaan dan yang tertinggi ikatan dalam iman yang sama menjadi seakan tak bernilai. Seharusnya bukan perbedaan dan persaingan yang membuat kita memacu adrenalin untuk saling menghujat namun justru keindahan persamaan yang harus terus diingat. Jikalau kita membenci seorang saudara seiman karena satu sifat buruknya atau karena perbedaan pola pikirnya namun saat kita melihat lebih dalam, pastinya tetaplah banyak persamaan antara kita dengan dirinya. Apalagi jika dilandasi ikatan yang kuat maka lenyaplah sudah rasa benci dan iri itu. Sebagaimana sepotong kayu bakar di atas, seratus lidi rapuh jika diikat bersama tidak hanya menjadi kuat, bahkan dapat mengerjakan fungsi besar menyapu sebuah halaman nan luas. Bukan hanya menjadi semakin kuat, kita bahkan bisa lebih berdaya guna.

RelatedArticles

Pengaruh Saadi Shirazi pada Ralph Waldo Emerson

Anugerah Tiada Terkira

Penulis : Astri Katrini Alafta

Tags: nasihatpetuahterakhir
Previous Post

Kesehatan – Ilmu Pengetahuan – Teknologi (Edisi 13)

Next Post

Cakrawala Iman

Astri Katrini Alafta. S.S. M.Ed.

Astri Katrini Alafta. S.S. M.Ed.

Related Posts

Pengaruh Saadi Shirazi pada Ralph Waldo Emerson
Sastra

Pengaruh Saadi Shirazi pada Ralph Waldo Emerson

1 week ago
Anugerah
Resonansi

Anugerah Tiada Terkira

3 weeks ago
Load More

Discussion about this post

POPULAR POST

  • Taubah, Inabah, dan Aubah

    Taubah, Inabah, dan Aubah

    883 shares
    Share 353 Tweet 221
  • Hewan-hewan yang Menantang Suhu Dingin

    776 shares
    Share 311 Tweet 194
  • Shuffah, Pusat Bagi Para Jenius

    738 shares
    Share 295 Tweet 185
  • Syair Rindu Sang Musafir

    693 shares
    Share 278 Tweet 173
  • Buku atau Gadget

    640 shares
    Share 257 Tweet 160

Majalah Mata Air menyuguhkan bahan bacaan untuk mengembangkan cakrawala pemikiran.

Ikuti Kami

Categories

Bulan Terbit

Kebakaran Hutan

Kesehatan – Ilmu Pengetahuan – Teknologi (Edisi 39)

September 18, 2023
Siang dan Malam dalam Al-Qur’an

Siang dan Malam dalam Al-Qur’an

September 18, 2023
Ketenagan Jiwa

Sakinah dan Thuma’ninah atau Ithmi’nan

September 12, 2023
  • Tentang
  • Ketentuan
  • Kirim Tulisan

© 2021 Majalah Mata Air - Membaca Kehidupan.

No Result
View All Result
  • Arsip
  • Berlangganan
  • Berlangganan Majalah
  • Blog
  • Buku Digital
  • Cart
  • Checkout
  • Checkout
    • Purchase Confirmation
    • Purchase History
    • Transaction Failed
  • Dashboard
  • Dewan Penasihat
  • Event
  • FAQ
  • FAQ Tetas Mata Air
  • Form Berlangganan
  • Form Kirim Artikel Semua Membacanya 2022
  • Gallery
  • Hubungi Mata Air
  • Instructor Registration
  • Jenis Pendaftaran
  • Karir
  • Kirim Artikel
  • Kirim Artikel Semua Membacanya 2022
  • Kirim Tulisan
  • Kuis Majalah Mata Air
  • langganan
  • Langganan Individu
  • Langganan Kelompok
  • LCCL Mata Air 2023
  • Liputan
  • Lomba Menulis Artikel
  • Majalah Digital
  • Majalah Mata Air Edisi 1
  • Majalah Mata Air Edisi 2
  • Majalah Tergantung
  • Mata Air dalam Genggaman
  • Mata Air On Air
  • My account
  • Paket Majalah
  • Pembahasan Try Out Cahaya Abadi
  • Pembahasan Try Out Sirah Nabawiyah
  • Pembahasan Ujian Cahaya Abadi
  • Pemenang SM21
  • Penulis
  • Penulis
  • Polling Cover Buku “Hening Sejenak”
  • Privacy Policy
  • Produk Kami
  • Produk Mata Air di Playbook
  • Profil
  • Proposal Landing Page
  • Quotes
  • Redaksi dan Manajemen
  • Relawan
  • Rubrik
  • Rubrik
  • Seminar 1
  • Seminar 2
  • Seminar 3
  • Semua Membaca Kehidupan Rasulullah
    • Kuis 1 Lomba Semua Membaca Kehidupan Rasulullah
    • Kuis 2 Lomba Semua Membaca Kehidupan Rasulullah
    • Kuis 3 Lomba Semua Membaca Kehidupan Rasulullah
  • Semua Membacanya
  • Semua Membacanya 2022
  • Semua Membacanya 2023
  • Semua Membacanya 2023
  • Shop
  • Soal dan Kunci Jawaban Fikih Sirah
  • Soal dan Kunci Jawaban Cahaya Abadi 2
  • Soal dan Kunci Jawaban Khulasoh Nurul Yaqin
  • Soal dan Kunci Jawaban Mentari Kasih Sayang
  • Soal dan Kunci Jawaban Sirah Nabawi
  • Student Registration
  • Tentang
  • Terima Kasih
  • Try Out
  • Ujian Final
  • Workshop

© 2021 Majalah Mata Air - Membaca Kehidupan.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist