Tulang Cetakan 3D untuk Operasi Rekonstruksi Tulang
Operasi implan tulang merupakan suatu hal yang sangat menantang bagi para dokter, namun juga menjadi proses yang amat menyakitkan bagi pasien, terutama pasien anak-anak. Biasanya, implan tulang diambil dari pembiakan jaringan tulang pada bagian tubuh lain atau menggunakan implan dari bahan metal. Metode ini dapat berfungsi dengan baik bagi orang dewasa, akan tetapi belum menjadi solusi permanen jika diaplikasikan pada pasien anak-anak. Dalam penelitian terbaru, ditemukan sejenis tinta 3D yang dapat di cetak dan membentuk sebuah tulang implan sintetik yang dapat menginduksi regenerasi dan pertumbuhan tulang. Biomaterial ini terbuat dari 90% campuran hydroxyapatite, mineral kalsium pada tulang manusia dan 10% dari polimer yang dapat didaur ulang yang sering di gunakan pada dunia medis, seperti benang jahit yang dipakai pada dunia kedokteran. Kunci utama dari biomaterial hiper-elastik terbaru ini adalah kemampuannya untuk menghasilkan struktur berpori agar pembuluh darah dan sel lainnya dapat menginfiltrasi dan membentuk sebuah kerangka. Penelitian pada binatang menunjukan bahwa ketika sel induk (stem cells) ditempatkan dalam rangka, materi ini dapat berubah menjadi sel tulang dan memulai proses regenerasi. Selain itu yang menjadi faktor pendukung tambahan adalah bahwa materi ini dapat dengan mudah diintegrasikan ke dalam biomaterial, seperti anti-biotik untuk mencegah infeksi setelah operasi atau faktor pertumbuhan dalam proses perkembangan regenerasi. Keuntungan dari teknologi pencetak 3D adalah karena teknologi ini mempermudah dokter untuk membentuk struktur tulang sesuai dengan bentuk dan bagian yang diinginkan bagi setiap pasien yang berbeda. Dalam waktu dekat, rumah sakit yang memiliki fasilitas teknologi biomaterial dan pencetak 3D ini, akan dapat melakukan pengembangan pada bidang operasi kraniofasial dan ortopedi.
Jakus AE et al. Hyperelastic “bone”: A highly versatile, growth factor-free, osteoregenerative, scalable, and surgically friendly biomaterial. Science Translational Medicine. September 2016.
Gen di Balik “Indera Ke-enam” Telah Ditemukan
Cobalah tutup mata anda dan tempatkan jari-jari tangan pada hidung. Bukankah hal ini adalah sesuatu yang mudah bagi kita untuk dilakukan? Kesadaran tentang posisi tubuh seseorang pada ruang tertentu pada saat ia menutup matanya disebut propriosepsi, atau yang sering juga disebut sebagai ‘indra keenam’. Penelitian baru-baru ini menunjukan adanya 2 kasus pada pasien yang memiliki kekurangan dalam propriosepsi. Pasien-pasien ini tidak mampu berjalan, menjaga keseimbangan, atau bahkan menyentuh hidung mereka ketika matanya tertutup. Sebuah analisis genetik menunjukan bahwa kedua pasien ini mengalami mutasi pada gen yang disebut PIEZO2, sehingga menimbulkan ide bahwa gen inilah yang bertanggung jawab pada kemampuan rasa sentuh dan propriosepsi manusia. Dalam penelitian lebih lanjut pada gen PIEZO2 ini ditunjukan bahwa gen PIEZO2 mengontrol sensasi-mekanik (mechano sensation) dengan mengaktifkan sinyal saraf sebagai respon dari segala tekanan yang menyentuh kulit sehingga kita dapat merasakan sentuhan. Pasien yang sepertinya menderita kekurangan propriosepsi mengimbangi keadaannya tersebut dengan mengandalkan indera penglihatannya. Ketika pasien-pasien ini memiliki gen PIEZO2 yang tidak aktif, maka walaupun masih belum dipastikan, terdapat kemungkinan akan adanya variasi lain dari gen ini pada populasi manusia yang mungkin akan melahirkan sebuah spektrum gejala seperti penampilan atletik yang paling superior (unggul) atau justru hadirnya kondisi kikuk pada seseorang.
Chesler AT et al. The Role of PIEZO2 in Human Mechanosensation. The New England Journal of Medicine. September 2016
Discussion about this post