Makhluk yang paling sempurna adalah manusia. Karenanya, sudah seharusnya manusia memahami dengan baik arti dari menjadi manusia. Manusia adalah makhluk yang tertinggi derajatnya dan selalu dikelilingi oleh berbagai macam nikmat. Lalu bagaimana bisa manusia ini tidak menyadari kedudukannya tersebut? Bahwa manusia mempunyai akal pikiran, punya mata yang dapat melihat, telinga yang mendengar, dan menyadari bahwa suatu saat nanti manusia akan mati. Dengan semua kenikmatan itu bagaimana mungkin manusia tidak mengenali Sang Pencipta alam semesta, manusia dan seluruh makhluk dari ketiadaan menjadi ada. Jika demikian manusia itu telah menjauh dari Allah dan hakikat kebenaran, sehingga ia tenggelam dalam dosa dan kezaliman.
Saat nyawa lepas dari badan atau saat datangnya kematian, kita tidak akan merasa heran jika orang yang telah mati itu tidak bangun, tidak melihat, tidak pula mendengar lagi. Maka sebagaimana Kita tidak merasakan keanehan pada diamnya manusia yang telah menjadi mayat; begitu pula dengan manusia yang secara jasmani masih hidup tetapi secara maknawi telah mati, maka manusia itu akan menjalani kehidupannya dengan hanya menuruti keinginan jasmaninya saja. Ia akan menggunakan akal, kehendak, perasaan, dan pikirannya hanya untuk hal-hal yang tidak penting, membuat semua itu terbuang sia-sia. Manusia seperti ini telah melupakan akhiratnya dan tenggelam dalam dunia.
Ketika manusia dihadapkan pada kenikmatan duniawi, jabatan, dan kedudukan maka ia akan menjauh dari Allah ﷻdan Rasulullah ﷺ, hanyut dalam kenyamanan dan kemalasan. Saat itulah manusia menjadi kebal akan nasehat, buta akan petunjuk. Manusia yang hubungannya dengan Al-Qur’an sebagai tali penghubung antara dia dengan Rabb-nya telah melemah maka kemungkinan besar bahkan sudah pasti akan menjadi budak dari nafsu dan keinginan jasmaniahnya saja. Ya, menjauhnya manusia dari Allah dan Rasul-Nya membuat manusia jatuh pada kesesatan, terjerat dalam kesengsaraan, kehinaan, dan diperbudak oleh nafsunya sendiri.
Sebuah fenomena yang cukup menarik bahwa saat ini, di seluruh penjuru dunia manusia mulai kembali pada agama. Selain mulai adanya pencarian akan hakikat kebenaran maknawiyah, orang-orang mulai mencari tahu akan kebenaran Islam. Namun di sisi lain, kebusukan dalam kebejatan yang menyeret kepada kekufuran, dan penyelewengan pun tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Gaya hidup penuh kema-lasan dan berlebih-lebihan telah menjadikan manusia dikuasai nafsu dan diperbudak oleh syaitan. Keadaan dunia hari ini telah menjadi ancaman besar bagi generasi-generasi yang akan datang. Harus ada yang benar-benar mampu menggenggam tangan generasi-generasi yang hampir terseret ke dalam musibah ini serta menjelaskan pada mereka hakikat Islami sebagai bentuk kemanusiaan yang paling utama. Pekerjaan pertama dan paling utama yang harus dilakukan adalah menjelaskan pada mereka tentang Allah Subhânahu wa ta’âla, mengenalkan dan menumbuhkan pera-saan cinta nan tulus kepada-Nya. Allah telah mengembankan kewajiban ini dan menugaskannya kepada semua nabi dan Rasul, para wali serta hamba-hamba-Nya yang soleh. Andaikan ada tugas yang lebih mulia dari pada ini, tidakkah Allah ﷻ akan mentitahkan tugas itu kepada Sang Rasul ﷺ?
Bukankah tidak mensyukuri kenikmatan abadi yang telah Allah berikan dan telah nyata diperlihatkan di depan mata kita adalah suatu bentuk pengkhianatan yang amat besar dan nyata? Begitu banyaknya manusia yang walaupun berhati lembut namun jauh dari hakikat keindahan iman. Sesungguhnya akan sangat menentramkan hati jika kita mampu menggenggam tangan manusia-manusia yang hatinya terbuka terhadap keindahan, yang fitrahnya belum terkotori, menjadikan mereka sebagai sahabat, menceritakan hakikat kebenaran, lalu menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana karena muamalah itu mata hati mereka terbuka pada hakikat kebenaran.
Kita memerlukan manusia-manusia yang menjadi contoh bagi Islam karena mampu meng-‘hidupkan’ keislamannya. Sudah sepatutnya kita menjadikan iklim terang yang tersirat dalam sumber energi bagi jasmani dan ruhani kita yang telah mengikat kita pada setiap baris dan halamannya, yaitu Al-Qur’an Al-Mu’jizul Bayan sebagai pedoman hidup kita. Ketika kita telah mampu menjadikan hakikat ini sebagai pedoman hidup lalu kita menjadi contoh dalam mengamalkannya, maka kemanusiaan akan melesat menuju sumber cahaya, dan ia pun akan mendapatkan kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat.
Hal yang paling utama dari hal-hal khusus dalam mencapai Ridha Allah adalah dengan menegakkan Kalimatullah. Untuk itu, kita harus mengumandangkan asma Allah ﷻ dan Rasul-Nya ﷺ ke seluruh penjuru bumi. Dengan iman dan penuh semangat inilah kita seharusnya menjalani kehidupan dengan akhlak Islam yang indah dan menjadi teladan bagi orang lain. Sudah selayaknya kita selalu bersyukur bahwa kita termasuk ke dalam bagian dari pemikiran besar dan mulia ini, menjaganya agar tidak diambil dari tangan kita dengan menempatkan hak iradah terbaik pada tempatnya dan tidak menjadikan alasan-alasan kecil sebagai penghalang dalam melanjutkan perjalanan ini. Kita harus menunaikan tugas yang diamanahkan kepada kita sesuai pada haknya dan tidak ikut campur pada apa yang menjadi urusan Allah ﷻ.
Kita seharusnya memandang rasa cinta pada syahwat, ketenaran, harta, dan kedudukan sebagai ujian terbesar bagi kita dan menjadi penghalang terbesar untuk menjadi insan kamil. Orang-orang yang tidak dapat menyikapi hal-hal tersebut dalam batasan yang kehalalan akan berakhir bagaikan orang yang tak bisa berenang dan tenggelam di samudera yang luas.
Bagi seorang manusia, setiap hari baru adalah dunia yang baru. Kita harus bermuhasabah, menanyakan kepada diri kita sendiri, apakah kita sudah cukup bersyukur akan kenikmatan sepenuh dunia yang Allah ﷻ karuniakan kepada kita pada setiap berlalunya hari yang baru.
Sebelum hari penghisaban yang sebenarnya nanti, mereka yang berbuat kebaikan disini, yang mampu memanfaatkan umurnya dengan baik di sini, yang membantu orang-orang yang jatuh untuk bangun, merekalah yang sudah barang tentu akan selamat di “hari besar” itu. Merekalah yang berhak untuk mendapatkan ketenangan dan ketentraman abadi kelak.
Dimuat di Sızıntı Agustus 2015
Penulis : M. Ali Sengul
Discussion about this post