Sel-Sel dalam Hidung Sebagai Gerbang Utama Masuknya Virus Covid-19
Penyakit virus Corona 2019 (Covid-19) disebabkan oleh severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2). Keberadaan virus ini pertama kali ditemukan di kota Wuhan, Cina, dan telah menyebar ke seluruh penjuru dunia sebagai pandemi global. Virus Corona menyerang paru-paru dan sistem pernapasan. Pada umumnya, penderita virus ini memiliki beberapa gejala seperti demam, batuk, dan sakit tenggorokan. Salah satu hal yang paling mengejutkan dari virus ini ialah fakta bahwa beberapa penderita yang terinfeksi mungkin tidak menunjukkan gejala apapun, tapi masih bisa menyebarkannya pada orang lain. Hal itu pun menyebabkan penularan virus ini menjadi lebih masif. Dalam kasus yang lebih buruk, virus Corona menyebabkan penyakit pneumonia yang pada akhirnya berujung pada kematian.
Penelitian menunjukkan bahwa virus Corona menular melalui cairan (droplet) yang keluar dari organ pernapasan tatkala seseorang yang terinfeksi batuk atau bersin. Cairan ini sangat mudah menyebar pada daerah yang terinfeksi. Covid-19 telah menyebar ke lebih dari 184 negara dan telah menewaskan lebih dari 3,99 juta jiwa hingga awal Juni 2021. Para ahli senantiasa meneliti banyak hal terkait virus ini, di antaranya adalah tentang bagaimana virus ini menyebar, bagaimana cara mencegah penularannya, serta bagaimana kita dapat mengembangkan sebuah vaksin yang efektif.
Untuk mengetahui sel-sel target yang terlibat dalam penularan Covid-19, para ahli meneliti profil genetik ribuan sel yang terdapat dalam 20 organ manusia, termasuk di antaranya paru-paru, hidung, mata, usus, jantung, ginjal, dan hati. Secara khusus mereka berupaya mencari tipe sel yang mengandung dua protein yang menjadi kunci masuknya virus: protein reseptor ACE2 dan protease TMPRSS2. Analisis tersebut mengungkapkan bahwa sel-sel goblet yang menghasilkan lendir dan sel-sel bersilia di lapisan dalam hidung merupakan sel-sel dengan tingkat protein virus Covid-19 tertinggi.
Meski banyak faktor eksternal dan internal yang berkaitan dengan proses penularan virus, tetapi penemuan ini konsisten dengan tingkat penularan infeksi virus yang amat cepat. Lokasi dari sel-sel ini yang berada pada permukaan dari bagian dalam hidung membuatnya sangat mudah diakses oleh virus dan juga dapat membantu proses dengan penularan atau transmisi pada orang lain. Menarik bahwa protein ACE2 and TMPRSS2 juga ditemukan dalam sel kornea mata dan lapisan usus. Ini menunjukkan adanya kemungkinan dua rute penularan virus lainnya, yaitu melalui mata dan kelenjar air mata, serta potensial bagi sebuah transmisi fekal-oral (rute penularan patogen dari partikel tinja ke mulut orang lain). Penemuan-penemuan ini memiliki implikasi yang amat besar pada pemahaman tentang kemungkinan penularan dan dapat menimbulkan implikasi-implikasi translasional yang kritis. Misalnya, adanya fakta bahwa hidung merupakan kunci utama penularan. Obat dan vaksin yang disalurkan melalui hidung diharapkan dapat menekan laju penularan virus secara lebih efektif.
Sungnak dkk. Faktor masuk SARS-CoV-2 sangat diekspresikan dalam sel epitel hidung bersama dengan gen imun bawaan. Obat Alam, April 2020.
Keberadaan Neutrino Menjelaskan Mengapa Alam Semesta Mengandung Lebih Banyak Matter Dibandingkan Antimatter
Hukum fisika modern menyatakan bahwa setiap partikel matter telah terbentuk bersama dengan sebuah partikel lawan yang disebut sebagai antimatter saat terjadi dentuman besar (Big Bang) 13,8 miliar tahun yang lalu. Antimatter persis seperti matter, tetapi dengan sebuah kelengkapan ciri fisik sebaliknya, seperti misalnya pada kandungan muatan listriknya. Yang masih menjadi misteri besar bagi para ilmuwan adalah mengapa alam semesta mengandung lebih banyak matter dibandingkan antimatter. Jika pada awalnya dahulu keduanya berjumlah sama, maka setiap partikel seharusnya saling menghancurkan satu sama lain dalam kobaran energi, sehingga hanya menyisakan foton dan materi gelap saja.
Untuk memecahkan misteri ini, para ilmuwan melakukan eksperimen bernama “T2K”. T2K adalah eksperimen gabungan yang melibatkan 500 ilmuwan sains dari seluruh dunia. Mereka menggunakan sebuah akselerator proton di Jepang yang menghasilkan berkas partikel subatom bernama neutrino muon dan antineutrino. Berkas partikel ini mampu berpindah sejauh 295 km menuju detektor raksasa Super-Kamiokande yang ditempatkan di sebuah penampungan berisi 50.000 ton air di bawah gunung Kamioka, pantai barat Jepang. Dalam perjalanan menuju detektor, neutrino muon dan antineutrino berubah menjadi neutrino elektron dan antineutrino yang menandakan terjadinya fenomena osilasi neutrino.
Untuk pertama kalinya tim ilmuwan berhasil mengobservasi adanya perbedaan mencolok antara osilasi neutrino dan osilasi antineutrino. Tingkat perubahan neutrino menjadi elektron neutrino jauh lebih tinggi dibandingkan dengan antineutrino, sehingga menambah jumlah matter dalam tingkat yang lebih tinggi daripada antimatter. Sebagai simpulan, meskipun matter dan antimatter terlihat mirip, tetapi keduanya memiliki perilaku yang sangat berbeda.
Sebelumnya, para ilmuwan menemukan perbedaan perilaku antara matter dan antimatter menggunakan partikel subatom lain bernama kuark. Kendati demikian, perbedaan yang ditemukan tidak terlalu besar untuk dapat menjelaskan dominasi matter di alam semesta. Data baru ini mengindikasikan bahwa partikel sub-atom neutrino merupakan alasan paling ilmiah mengapa alam semesta didominasi oleh matter. Meski penemuan tersebut begitu menarik bagi komunitas ilmuwan, tetapi kebanyakan dari mereka justru menyarankan agar para peneliti mengumpulkan data yang lebih banyak terlebih dahulu dengan tujuan untuk meraih level kepastian yang lebih tinggi daripada yang ada saat ini, yakni melebihi 95%.
The T2K Collaboration. Constraint on the matter–antimatter symmetry-violating phase in neutrino oscillations. Nature, April 2020
Manusia Cenderung Mengutamakan Firasat Daripada Bukti Ilmiah dan Fakta Yang Ada
Penelitian menunjukkan bahwa ketika dihadapkan pada suatu pilihan, manusia cenderung menggunakan firasat atau kebiasaan-kebiasaanya alih-alih mempertimbangkan fakta yang ada. Dalam penelitian tersebut, peneliti meminta para peserta untuk memainkan sebuah permainan sederhana, mereka diharuskan mengidentifikasi pola yang bisa membuat mereka menghasilkan lebih banyak uang.
Sembari mengikuti pola-pola yang pada umumnya membawa pada kesuksesan, masih ada 10-40% kemungkinan bahwa hal itu tidak akan memberikan hasil yang terbaik. Para peneliti mengobservasi 56 dari 57 peserta yang berhasil mengidentifikasi pola dengan benar untuk kemudian memutuskan pilihan mana yang menghasilkan peluang terbaik. Namun, hanya sekitar 20% dari mereka yang secara konsisten memilih pilihan yang sama walaupun pilihan tersebut sebelumnya keliru. Sementara 80% pemain sisanya lebih cenderung membuat pilihan menggunakan firasat mereka. Peneliti berpendapat bahwa mereka yang menggunakan firasatnya dalam permainan tersebut berasumsi bahwa memilih pola terbaik hanya akan menyebabkan kemungkinan kecil untuk memenangkan permainan.
Penelitian ini memberikan pencerahan tentang bagaimana cara kita menentukan pilihan di dunia nyata. Semua orang dapat belajar apa saja pilihan-pilihan yang akan membawa pada hasil terbaik, tetapi penerapan pengetahuan tersebut tidaklah mudah seringkali sesulit menentukan pilihan berdasarkan pengetahuan dan kondisi sekitar yang membutuhkan banyak sekali energi, baik fisik maupun mental. Terlebih lagi, penghargaan dari penerapan strategi terbaik tidak selalu membuahkan hasil yang jelas dalam kehidupan nyata. Menerapkan sebuah strategi umum bisa jadi akan meningkatkan persentase keberhasilan, meskipun hanya kemungkinan kecil. Selalu ada dilema ketika kita menentukan sebuah pilihan, “apa yang harus kita lakukan dari sudut pandang statistik” atau “Strategi apa yang akan berhasil baik sebelumnya”, persis seperti dalam sebuah konteks anekdot saja.
Konovalov & Krajbich. Pelacakan mouse mengungkapkan pengetahuan struktur tanpa adanya pilihan berbasis model. Komunikasi Alam, April 2020.
Discussion about this post