Makna Baru dari Idiom “Otak Burung”
Memanggil seseorang dengan sebutan “otak burung” kini tak lagi menjadi ejekan yang tepat untuk menunjukkan kecerdasan mereka. Meskipun burung pada umumnya memiliki otak yang kecil, penelitian baru-baru ini menunjukan bahwa beberapa jenis burung seperti beo, burung penyanyi, dan gagak ternyata secara mengejutkan memiliki jumlah neuron (sel-sel otak yang bertanggung jawab untuk memproses daya) yang sangat banyak pada otak mereka yang berukuran kecil tersebut. Para peneliti membedah 73 otak dari 28 spesies burung, dan melarutkannya dalam larutan deterjen. Setelah didapatkan larutan homogen dari sel otak, mereka memberi label dan menghitung dengan tepat jumlah neuron pada masing-masing bagian otak. Mereka memfokuskan pada otak bagian depan yang disebut pallium, sebuah struktur dari otak burung yang cara kerjanya sama dengan korteks serebral pada otak mamalia. Analisia yang mereka lakukan mengungkapkan bahwa ukuran neuronal pada otak burung jauh lebih kecil dari yang diperkirakan, tampak lebih pendek, namun memiliki koneksi antar neuron yang lebih padu dan pada beberapa burung terdapat jumlah neuron pada pallium-nya dua kali lebih banyak bandingkan dengan otak primata yang berukuran sama. Para peneliti selalu bingung dengan fakta bahwa burung sangatlah cerdas walaupun memiliki otak yang sangat kecil. Sebagai contoh, gagak sangatlah cerdas, mampu menggunakan alat-alat, melakukan perencanaan dan menyelesaikan masalah yang kompleks. Meskipun kaitan langsung antara jumlah neuron dan kemampuan kognitif belum ditemukan, akan tetapi penelitian ini memberikan penjelasan kemampuan kognitif yang sangat luar biasa pada beberapa burung.
Bakteri sebagai Pembuluh Vaksin
Ide tentang mengkonsumsi bakteri Escherichia Coli (E. Coli) mungkin tidak akan menambah nafsu makan kita, tapi bagaimana jika ternyata hal ini dapat menyembuhkan penyakit? E. Coli adalah bakteri berbentuk batang yang pada umumnya tinggal di dalam usus manusia dan hewan. Pada umumnya keberadaan E. Coli tidak berbahaya dan sebenarnya penting bagi kesehatan sistem usus manusia. Para peneliti mengembangkan kapsul pengangkut berbasis E. Coli untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi vaksin generasi terbaru. Kapsul ini di hasilkan dengan membungkus polimer sintetis beta amino ester bermuatan positif disekitar bakteri bermuatan negatif. Kemudian, peneliti memasukan vaksin berbasis protein yang telah diketahui untuk melawan penyakit pneumococcal ke dalam kapsul dan mengujinya pada tikus yang terinfeksi. Analisis dari tikus yang divaksinasi menunjukan bahwa kapsul tersebut dapat meningkatkan respon imun dengan mengaktifkan kedua target sel imun aktif dan pasif. Terlebih lagi, tikus-tikus yang telah diberikan kapsul tersebut menunjukan kuatnya kemampuan vaksin melawan penyakit pneumococcal. Kapsul berbasis E. Coli relatif murah dan fleksibel, serta dapat digunakan pula dalam berbagai jenis terapi di masa yang akan datang, termasuk terapi melawan kanker dan penyakit infeksi lainnya.
Bahan Bakar Mikroba Berbasis Kertas yang Menghasilkan Daya Tanpa Menggunakan Aliran Listrik
Para peneliti mendemonstrasikan sebuah sel bahan bakar mikroba berbasis kertas (MFC – Microbial Fuel Cell) tiga dimensi yang memanfaatkan aksi kapiler untuk menyalurkan cairan melalui sistem MFC tanpa menggunakan daya dari luar. Sistem tersebut dapat bekerja selama lima hari dan menghasilkan aliran listrik, seperti bentuk biofilm pada anoda. MFC mini yang ramah lingkungan ini menghasilkan daya sebesar 1.3 μW dan 52.25 μA dengan kekuatan kerapatan kurang lebih 25 W/m3. Hasil ini menunjukan bahwa sel-sel bahan bakar mikroba berbasis kertas dapat menjadi alternatif sumber daya baru, dengan mengubah energi kimia menjadi energi listrik tanpa bantuan kekuatan dari luar. Kunci utama dalam rancangan ini adalah ukuran dan ketebalan dari biofilm yang digunakan. Sel-sel bakteri memetabolisme zat-zat kaya akan elektron dalam sebuah proses rumit yang menyertakan reaksi berbagai enzim yang dikatalisis dan akhirnya menghasilkan elektron yang bebas bergerak. Kemudian, elektron-elektron ini dapat dengan mudah melintasi anoda melalui salah satu dari banyak mode transportasi elektron. Alat ini, untuk pertama kalinya menunjukkan bahwa sel bahan bakar mikroba dapat digunakan dalam durasi yang lebih panjang dan beroperasi secara individual. Tim peneliti saat ini sedang mengeksplorasi perkembangan baru dalam sistem agar dapat mengontrol voltase output dan menghasilkan aliran yang lebih konstan. Walaupun aliran listrik model MFC ini belum siap untuk penggunaan komersial, namun hal ini membuka jalan baru dalam aplikasi biosensor dan pembangkit listrik.
Discussion about this post