Kehidupan sejati adalah kehidupan pada tataran spiritual. Orang yang hatinya hidup, yang menaklukkan masa lalu dan masa depan, bisa melampaui batasan-batasan waktu. Orang-orang seperti ini tidak pernah terlalu tertekan oleh duka-cita masa lalu atau terlalu cemas akan masa depan. Orang yang tidak bisa mengalami kehidupan secara penuh dalam hati akan menjalani hidup secara dangkal, senantiasa dalam kesuraman dan cenderung putus asa. Mereka menganggap masa lalu sebagai kuburan mengerikan, dan melihat masa depan laksana lubang sumur yang tak memiliki dasar. Mereka hidup dalam penderitaan, serta selalu bertanya-tanya apakah mereka akan hidup atau segera mati.
Kita semua adalah pelancong yang sedang menempuh sebuah perjalanan sementara dunia adalah sebuah pameran dan kitab yang penuh dengan aneka warna. Manusia dikirim ke dunia untuk mempelajari kitab ini, untuk meningkatkan pengetahuan spiritualnya, dan untuk mengentaskan manusia lain yang ada di sekitarnya. Perjalanan penuh warna dan menyenangkan ini adalah peristiwa yang hanya terjadi satu kali. Bagi yang memiliki jiwa yang waspada dan hati yang terjaga, perjalanan ini lebih dari cukup untuk membangun sebuah taman seperti surga. Tapi sebaliknya, bagi manusia yang matanya tertutup, maka seolah-olah semua kehidupannya berjalan dalam sepenggal napas terengah.
Kerendahan hati dan kesederhanaan akan sangat dihargai baik oleh makhluk maupun oleh Sang Khaliq. Sementara yang angkuh dan sombong diri, yang meremehkan orang lain dan berlagak sombong, akan selalu tidak disukai oleh makhluk dan diazab oleh Sang Khaliq.
Kerendahan hati adalah tanda kebajikan dan kedewasaan, sedangkan kesombongan dan keangkuhan diri menunjukkan ketidak sempurnaan dan kekerdilan jiwa. Orang yang paling baik adalah yang nyaman dan akrab dalam menjalin persahabatan dengan orang lain. Sebaliknya, orang yang terlalu sombong untuk bergabung dan menjalin persahabatan dengan orang lain dianggap sekedar representasi dari ketidaksempurnaan. Kerendahan hati membuat seseorang menjadi manusia sejati. Salah satu tanda kerendahan hati adalah bahwa seseorang tidak berubah setelah mereka mendapatkan pangkat atau kekayaan, ilmu atau ketenaran, atau apapun yang dihormati publik. Jika salah satu keadaan ini menyebabkan orang mengubah gagasan, sikap, dan perilakunya, maka ia tidak dapat dianggap telah mencapai kemanusiaan atau kerendahan hati yang sejati.
Ketika berinteraksi dengan orang lain, senantiasa gunakan apa yang kita rasa sebagai sesuatu yang menyenangkan ataupun tidak menyenangkan bagi diri kita sendiri sebagai tolak ukurnya. Berharaplah untuk orang lain apa yang kita harapkan untuk diri sendiri. Jangan lupa bahwa apapun yang tidak menyenangkan bagi diri kita juga akan menjadi sesuatu yang mengecewakan bagi orang lain. Jika kita memiliki prinsip seperti ini, maka selain kita akan aman dari perilaku buruk, demikian pula kita tidak akan menyakiti orang lain.
Untuk meraih kematangan dan kesempurnaan jiwa, kita harus adil dalam memperlakukan orang lain, terutama pada mereka yang telah melakukan ketidakadilan terhadap diri kita. Balaslah keburukan mereka dengan kebaikan. Jangan berhenti berbuat baik bahkan kepada mereka yang telah menyakiti kita. Sebaliknya, perlakukan mereka dengan kebaikan, karena apapun alasannya menyakiti orang lain adalah sebuah kekejaman. Membayar kejahatan dengan kejahatan sesungguhnya menyiratkan pada rendahnya karakter yang dimiliki seseorang. Sebaliknya kemampuan untuk membalas kejahatan dengan kebaikan adalah ciri dari tingginya karakter seseorang, kebangsawanan hakiki yang ada pada dirinya.
Tidak ada batasan atas kebaikan yang bisa kita lakukan untuk orang lain. Mereka yang membaktikan diri untuk berbuat baik kepada umat manusia, akan sangat mementingkan orang lain hingga ia bahkan rela mengorbankan hidupnya demi orang lain. Namun, harus diingat bahwa sifat altruisme ini akan menjadi kebajikan yang utama hanya jika sifat ini muncul dari ketulusan dan kemurnian niat; ia haruslah jauh dari takhayul ras ataupun suku. Orang yang banyak menolong orang lain tapi menganggapnya belum berbuat sesuatu yang signifikan, namun sangat menghargai bahkan bantuan terkecil yang ia terima dari orang lain adalah orang yang sempurna yang telah memperoleh standar perilaku yang diinginkan penciptanya dan pastinya telah menemukan kedamaian dalam hati nuraninya. Orang-orang yang telah mencapai ketinggian jiwa seperti ini tidak pernah memberitahukan kepada orang lain tentang kebaikan yang mereka lakukan, bahkan tidak pernah pula mengeluh ketika orang lain tampak tak mengacuhkan mereka.
Discussion about this post