Dalam sebuah hadis Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda:
أخلِصوا أعمالَكم للهِ فإنَّ اللهَ تبارَك وتعالى لا يقبَلُ مِنَ الأعمالِ إلَّا ما خلَص له
“Perhatikanlah setiap waktu, rida Allah pada amal-amalmu. Oleh karena Allah hanya menerima amal yang dilakukan hanya untuk-Nya.”1
Bagaimana kita bisa mendapatkan kesadaran dan kepekaan untuk “memerhatikan agar amal-amal perbuatan kita ditujukan hanya bagi keridhaan Allah semata” sebagaimana yang ditunjukkan oleh Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam tersebut?
Seorang mukmin sejati yang telah menyerahkan segenap kalbunya pada Allah Subhânahu wa ta’âla akan pula menunjukan setiap sikap dan perbuatannya hanya bagi ridha Allah, bahkan tidak sedetik pun menghitung bagian atas diri sendiri, tak pula berkata bahwa “aku yang sudah memberikan ceramah, aku sudah melakukannya, aku sudah berbuat ini atau itu”, sebaliknya ia bahkan menghapus semua kebaikan yang sudah ia lakukan dari ingatannya sekali pun. Seorang mukmin, terutama ketika ia menyerukan hakikat dan kebenaran, takkan pernah melakukannya hanya dengan menyuarakan melalui ‘permainan tenggorokan’ semata. Jika ia berbicara tentang hakikat dan kebenaran, perkataannya tersebut haruslah merupakan suara hatinya. Ketika sampai pada pencapaian hasil, maka ia tidak akan menempatkan sesenti pun dari keberhasilan pekerjaannya tersebut atas dirinya sendiri.
Kata-Kata Tak Bernyawa yang Keluar Tanpa Izin Kalbu
Tentu saja mencapai kesadaran seperti ini bukan sesuatu yang bisa dicapai dalam sekejap. Dibandingkan terus menerus mengatakan “Apakah (nama) saya ada atau tidak?”, seseorang justru harus menafikan diri sendiri, agar kemudian dari waktu ke waktu ia akan mencapai kepuasan untuk tidak melihat hanya pada dirinya sendiri. Jika tidak, efek dari pekerjaan baik yang dilakukannya, hanya akan mencangkup….
Discussion about this post