Sebagai sebuah konsep yang ramai dibicarakan setelah masa reformasi, multikulturalisme ternyata masih belum dipahami banyak orang. Bahkan untuk beberapa saat lamanya, multikulturalisme adalah sebuah istilah yang samar, ambivalen (bertentangan) dan debatable (masih diperdebatkan). Padahal pemikiran yang menunjukan semangat yang sama dengan multikulturalisme sudah ditunjukkan bangsa ini pada saat Sumpah Pemuda 1928.
Mengutip pendapat Anshori dalam buku Transformasi Pendidikan Islam, bahwa multikulturalisme menuntut pada sebuah pengakuan (politcs of recognition) terhadap semua perbedaan sebagai entitas dalam masyarakat yang harus diterima, dihargai, dilindungi, serta dijamin eksitensinya.1 Berangkat dari konsep multikulturalisme inilah muncul gagasan normatif mengenai kerukunan, toleransi, saling menghargai perbedaan, dan hak-hak masing-masing kebudayaan penyusun suatu bangsa. Bahkan, kemunculan multikulturalisme disebut-sebut sebagai sebuah upaya untuk membangun kehidupan yang harmonis di tengah perbedaan dan keberagaman. Multikulturalisme telah dinilai mampu mengakomodasi kesetaraan dalam perbedaan serta mampu memberikan ruang yang luas bagi berbagai identitas kelompok untuk melaksanakan kehidupan secara otonom. Dengan demikian, akan tercipta suatu sistem budaya dan tatanan sosial yang mapan dalam kehidupan masyarakat yang akan menjadi pilar kedamaian sebuah bangsa.
Pesantren Merajut Mozaik Multikulturalisme
Pesantren, yang merupakan sebuah lembaga pendidikan keislaman tertua di Nusantara, ternyata memiliki keunikan-keunikan tersendiri yang patut diapresiasi. Salah satu dari keunikan-keunikan tersebut adalah adanya kesadaran multikultural di pesantren, bahkan jauh sebelum wacana multikulturalisme berkembang. Kiprah pesantren dalam nasionalisme dan kebangsaan merupakan bukti nyata dalam sejarah Indonesia. Keikutsertaan pesantren dalam mempertahankan Indonesia baik dulu, kini, hingga masa yang akan datang patut untuk kita ambil pelajarannya, bahkan pantas untuk dilestarikan………..
Discussion about this post