Jika ditanyakan apakah air adalah hal penting bagi kehidupan manusia, tentu saja jawabannya adalah iya! Setelah oksigen, air merupakan substansi terpenting kedua bagi kehidupan. Tubuh manusia masih dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu tanpa makanan. Namun tidak jika tanpa air, tubuh kita hanya dapat bertahan selama 2-4 hari saja tanpanya.
Air digunakan oleh seluruh sel dalam tubuh. Air melakukan perjalanan ke seluruh tubuh guna membagi nutrisi dan oksigen pada sel-sel yang membutuhkan, serta mengangkut sampah-sampah berbahaya dari tiap sel untuk kemudian dikeluarkan dari tubuh. Air berfungsi membantu menjaga suhu tubuh dan berat badan. Setiap hari, tubuh manusia kehilangan sekitar 8-12 gelas air melalui proses berkeringat, urinasi, dan evaporasi melalui kulit dan paru-paru. Oleh karenanya, sangat penting bagi kita untuk mengonsumsi air bersih sebanyak 8-10 gelas per hari agar tubuh tetap sehat dan terhindar dari dehidrasi.
Pertanyaannya adalah apakah semua air layak dan bisa kita minum? Agar air yang dikonsumsi tidak membahayakan tubuh, tentu saja air tersebut haruslah memenuhi standar tertentu seperti tidak boleh tercemari oleh bahan-bahan fisik, kimia, dan biologis. Sayangnya, aktivitas manusia dan proses alami di alam memengaruhi ketersediaan air bersih dan sehat yang dapat dikonsumsi. Apabila suplai air yang ada telah tercemar, maka harus dilakukan perlakuan khusus agar ia aman diminum dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Polutan Biologis, Si Kecil yang Mematikan
Salah satu faktor yang menjadi perhatian para ahli dewasa ini adalah cemaran biologis. Jumlah populasi manusia yang terus meningkat secara otomatis meningkatkan konsumsi air yang pada akhirnya menambah jumlah limbah buangan. Naiknya jumlah limbah industri dan mikroorganisme patogen pun meningkatkan kekhawatiran akan dampak buruk yang ditimbulkannya. Saat ini, terdapat sekitar satu miliar manusia mengonsumsi air tercemar yang berdampak pada kematian 2,2 juta jiwa setiap tahunnya.
Ada banyak bakteri dan virus yang dapat mengganggu kesehatan tubuh kita. Contohnya adalah mikroorganisme patogen pada manusia berupa mikroba atau mikroorganisme seperti virus, bakteri, prion1, dan fungi. Contoh patogen yang terdapat pada air minum di antaranya adalah Shigella sp, Salmonella sp, Escherichia coli2, Vibrio cholera, Cryptosporidium parvum, rotavirus, dan kista-kista dari Giardia. Selain itu, ada juga mikroba yang hidup bebas dan tidak secara langsung bergantung pada organisme lain untuk bisa menjaga kelangsungan hidupnya. Contoh dari mikroba jenis ini yang bisa mengancam kehidupan adalah Microcystis aeruginosa, Legionella pneumophila, dan Pseudomonas aeruginosa. Selain itu, ada juga bakteri yang disebut sebagai pengganggu karena tidak bersifat patogenik atau tidak menyebabkan penyakit. Meski begitu, mereka dapat menyebabkan permasalahan lain yang terkait dengan estetika air seperti perubahan warna, rasa, dan aroma, serta dapat menyebabkan korosi pada pipa, pompa, dan sistem distribusi air. Salah satu dari jenis bakteri ini adalah bakteri pengoksidasi besi dan sulfur, ada juga bakteri Saccamoeba, Vannell, dan Ripidomyxa yang secara spesifik menyebabkan gangguan aroma dan rasa.[1]
Adanya bakteri fekal dan koliform, yakni bakteri yang keluar dari tubuh manusia melalui feses3 dan berpotensi tertelan kembali oleh manusia melalui air minum seperti E. coli dan Enterecocci, menjadi indikator utama bahwa air tersebut telah terkontaminasi polutan biologis. Untuk mengantisipasi terjadinya hal ini, WHO menyarankan agar kadar bakteri fekal dan koliform harus bernilai nol dalam setiap 100 ml air yang diuji. Kehadiran bakteri E. coli merupakan indikator utama bagi ancaman penyakit diare. Masalah sanitasi dan suplai air bersih di negara-negara berkembang telah menyebabkan 800 juta kasus diare.
Mikroorganisme patogen yang menjadi penyebab utama bagi penyakit-penyakit yang ditularkan melalui air (water borne diseases) ini rentan masuk ke dalam siklus hidrologi dan memengaruhi kualitas air. Ancaman pajanan4 patogen, lalu ditambah dengan adanya tantangan lain seperti curah hujan yang tinggi serta banjir akibat perubahan iklim yang berisiko menghanyutkan materi feses dari jamban ke tempat-tempat penampungan air yang digunakan masyarakat.
Melihat begitu banyaknya bakteri merugikan yang berpotensi mencemari lingkungan, maka akan tidak praktis jika kita harus mengecek secara spesifik satu per satu apakah air yang kita minum telah tercemar oleh bakteri patogen dan virus atau tidak, dikarenakan pengerjaannya yang tentu membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Oleh karenanya, di sinilah kita dapat menggunakan bakteri indikator guna mendeteksi apakah air yang akan kita minum sudah bersih dari cemaran biologis atau belum.
Bakteri Indikator, Si Kecil yang Efisien
Sebagaimana dijelaskan di atas, dalam kondisi dana yang terbatas, bakteri indikator fekal (fecal indicator bacteria – FIB) digunakan sebagai proksi (perantara) guna mengetahui ada tidaknya kontaminasi patogen berbasis air. Istilah bakteri indikator fekal digunakan untuk mendeskripsikan bakteri-bakteri penghuni saluran pencernaan pada hewan berdarah panas, di antaranya Escherichia coli, fekal koliform, Enterococcus sp, serta semua bakteri yang diekskresikan secara permanen dari tubuh suatu organisme dalam bentuk materi feses.[2]
Bakteri indikator adalah jenis bakteri yang digunakan untuk mendeteksi dan memperkirakan kadar kontaminasi fekal pada badan air. Mereka tidaklah berbahaya bagi kesehatan manusia, tetapi keberadaannya dapat menjadi indikasi adanya risiko kesehatan pada tempat penampungan air yang menjadi sumber air bersih kita. Di antara faktor yang dipertimbangkan untuk mengklasifikasikan suatu organisme sebagai indikator adalah:
Mampu menjadi indikator bagi adanya kontaminasi feses manusia,
Memiliki habitat yang serupa dengan mikroorganisme patogen yang sedang menjadi perhatian karena risiko kesehatan yang ditimbulkannya,
Prosedur pengujiannya yang sederhana dan efisien.[3]
Meski begitu, beberapa riset terbaru menemukan fakta bahwa banyak anggota kelompok total koliform dan beberapa mikroorganisme yang disebut fekal koliform (misalnya spesies Klebsiella dan Enterobacter) tidak secara spesifik mengindikasikan cemaran feses. E. coli sendiri ditemukan tumbuh dan berkembang di beberapa lingkungan perairan secara alami. Oleh karenanya, bakteri indikator yang dianggap dapat menggambarkan kontaminasi feses di perairan beriklim sedang saat ini adalah E.coli dan enterokokus. Sedangkan bagi wilayah tempat E. coli dan enterococci mungkin tumbuh secara alami, maka kemungkinan besar indikator alternatif seperti Clostridium perfringens dapat memberikan hasil yang lebih mewakili terjadinya kontaminasi feses.[4]
Berita baiknya adalah organisme indikator baru untuk beberapa patogen terlihat menjanjikan setelah kinerjanya dievaluasi dengan pendekatan manajemen HACCP (Hazard analysis and critical control points)5. Contoh organisme indikator tersebut adalah C. perfringens dan fag/phages6 yang dapat digunakan sebagai indikator bagi keberadaan protozoa parasit, tetapi hanya jika berasal dari kontaminasi feses manusia. Resistensi mereka terhadap desinfektan juga dapat menjadi keuntungan untuk mengindikasikan keberadaan patogen yang resisten terhadap disinfektan. Uni Eropa sendiri merekomendasikan absennya C. perfringens dalam 100 ml air minum sebagai atribut penting untuk air minum. Selain itu, F-RNA dari coliphages atau Bacteroides fragilis bacteriophages cenderung digunakan untuk menguji keberadaan virus enterik7.[6] Namun, karena organisme indikator ini belum diuji secara global di seluruh dunia, maka uji coba yang ekstensif masih diperlukan sebelum memutuskan sebuah ketetapan umum yang menjadi standar global dalam pengujian kualitas air minum terhadap risiko paparan mikroba. Hal lain yang perlu dicatat di sini adalah bahwa organisme indikator yang berguna di satu ekosistem belum tentu dapat digunakan sebagai indikator di lingkungan lainnya.[4]
Uji Bakteri
Satu-satunya jalan andal yang paling dapat dipercaya untuk mengetahui apakah air minum kita sudah aman dari paparan polutan biologis atau belum adalah dengan uji bakteri. Kita tidak dapat mengetahui keberadaan organisme patogen dalam air hanya dari penampakan, rasa, ataupun aromanya saja. Beberapa negara menyarankan masyarakatnya untuk melakukan uji bakteri pada reservoir atau tempat penampungan air yang digunakan di dalam rumah setidaknya setahun satu kali. Apabila pada salah satu tes yang dilakukan terdapat kontaminasi bakteri, maka pengetesan yang lebih sering perlu dilakukan terhadap sumur tersebut.
Apabila ditemukan adanya bakteri koliform dalam tes tersebut, maka itu berarti anggota keluarga yang menggunakan sumber air berisiko tertular penyakit yang penularannya berbasis air (waterborne diseases). Meskipun total koliform bisa saja hadir dari sumber selain materi feses, keberadaan bakteri total koliform mengindikasikan bahwa sumur tersebut telah tercemari polutan biologis. Saat koliform terdeteksi, maka perlu dilakukan modifikasi pada sistem saluran air kita. Konstruksi sumur yang tidak sempurna atau letaknya yang berdekatan dengan jamban sering kali menjadi penyebab terjadinya kontaminasi koliform. Selain itu, kita harus merebus air dengan sempurna agar proses disinfeksi berjalan baik dan air dapat dikonsumsi kembali.
Opsi lain yang mungkin dapat dipertimbangkan adalah menggunakan sistem air minum yang dikelola oleh perusahaan daerah, tentu saja jika kondisinya memungkinkan. Apabila tidak, maka inspeksi sumur secara menyeluruh dan melakukan perbaikan padanya bisa jadi merupakan alternatif lain yang cukup solutif. Selain itu, alat desinfeksi yang bekerja secara berkelanjutan juga dapat dipertimbangkan untuk kita pasang. Yang terakhir, kita juga dapat mengonsumsi air minum dalam kemasan untuk kebutuhan minum dan menyiapkan sajian makanan di rumah.
Koliform sebagai fecal indicator bacteria dan Kemiripannya dengan Patogen Serupa
Polusi air yang disebabkan oleh kontaminasi feses adalah masalah yang amat serius karena berpotensi menjadi infeksi mikroorganisme patogen lainnya dengan karakteristik serupa. Sering kali konsentrasi patogen berasal dari kontaminasi feses kecil. Namun, pada reservoir yang sama, jumlah patogen lain ternyata besar konsentrasinya. Untuk itu, tidaklah praktis untuk mengetes semua jenis patogen di setiap air sampel yang diambil. Maka, daripada itu, kehadiran patogen pada reservoir air ditentukan dengan bukti tidak langsung dengan melakukan tes menggunakan bakteri indikator seperti koliform. Koliform bersumber dari asal yang sama dengan banyak organisme patogen lainnya. Koliform relatif mudah diidentifikasi, mudah ditemukan karena jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan patogen yang lebih berbahaya. Respons yang perlu diberikan kepadanya pun serupa dengan respons terhadap lingkungan, pengolahan limbah, dan pengelolaan air yang terkontaminasi beraneka ragam patogen. Kesimpulannya, uji bakteri koliform merupakan indikator paling bijaksana guna menemukan kehadiran banyak mikroorganisme patogenik lainnya di dalam air[5].
Berikut ini adalah tabel organisme indikator yang digunakan untuk menegakkan status kesehatan pada beraneka penggunaan air:[6]
Dari sini, kita dapat melihat betapa dalam keanekaragaman makhluk hidup masih terdapat banyak sekali kesamaan karakter yang dapat membantu kita meningkatkan kualitas dan produktivitas hidup. Kesamaan karakter yang dimiliki bakteri koliform dengan mikroorganisme patogenik lainnya membantu kita mengembangkan teknik manajemen polusi biologis pada reservoir dengan lebih bijaksana dan lebih hemat biaya. Temuan karakteristik yang mereka miliki membantu kita sekali lagi mempelajari tanda keagungan yang terdapat dalam ciptaan-Nya sebagaimana disampaikan oleh Ustaz Badiuzzaman Said Nursi berikut ini:
“Dilihat dari landasan, hasil, keselarasan, dan bagaimana ia memperlihatkan tanda yang sama, kemiripan organ fundamental yang terdapat pada entitas dan makhluk hidup menunjukkan secara pasti bahwa Pencipta semua hewan itu adalah satu. Demikian pula identifikasi yang beraneka ragam, pemberian ciri yang penuh hikmah, serta penentuan yang cermat pada tandanya, meski bermacam-macam dan berbeda-beda, itu semua menunjukkan secara jelas bahwa Penciptanya Yang Esa adalah Dzat yang bekerja, memilih, dan berkehendak. Dia melakukan apa yang Dia kehendaki, mengerjakan apa yang Dia kehendaki, serta tidak mengerjakan apa yang tidak Dia kehendaki. Dia berbuat dengan maksud dan kehendak tertentu.” (Surat Keduapuluh, Al-Maktubat).
Keterangan :
- Istilah yang ditemukan oleh Dr. Stanley Prusiner untuk menjelaskan protein pembawa penyakit menular berupa protein yang tidak dapat bereplikasi namun dapat mengubah protein inang menjadi protein versi prion.
- Escherichia coli bacteriophage MS2 adalah virus yang menyerang bakteri Escherichia coli strain C-3000 (ATCC 15597). Bacteriophage ini digunakan untuk menguji kehadiran kolifage dalam uji sampel air.
- Tinja
- Peristiwa yang menimbulkan resiko penularan
- Suatu bentuk piranti atau sistem jaminan mutu dengan prosedur kerja ilmiah, rasional, dan sistematis guna mengidentifikasi potensi bahaya sekaligus menetapkan prosedur pengendalian keamanan yang fokus pada aspek pencegahan. HACCP sebenarnya bisa digunakan di berbagai bidang industri, tetapi yang paling sering pada industri pangan atau makanan.
- Fag, phage atau Bacteriophage adalah sejumlah virus yang menginfeksi bakteri dan dapat mematikannya. Dia merupakan salah satu mikroorganisme yang banyak ditemukan hidup di permukaan bumi. Terdapat lebih dari 5.500 bacteriophage telah diketahui hingga kini dan diperkirakan terdapat sekitar 10 pangkat 30 bacteriophage yang diketahui hidup pada lapisan biosfer tempat para bakteri biasa hidup yakni di tanah, air, atau saluran pencernaan hewan.
- Virus yang hidup pada tubuh manusia yang ditularkan melalui rute fekal-oral, baik melalui kontak orang-ke-orang atau melalui konsumsi makanan atau air yang telah terkontaminasi. Selain itu, dia juga dapat ditularkan melalui muntahan.
Referensi :
[1] M. Bilal et al. “Biosynthesized silver supported catalysts for disinfection of Escherichia coli and organic pollutant from drinking water,” Journal of Molecular Liquids 281 (2019) 295–306
[2] Rochell-Newall dkk, “A short review of fecal indicator bacteria in tropical aquatic ecosystems: knowledge gaps and future directions” Front Microbiol. 2015; 6: 308., diakses di: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4400915/
[3] “Indicator Organisms”
[4] Lorna Fewtrell and Jamie Bartram, ed, 2001, Water quality : guidelines, standards and health : assessment of risk and risk management for water-related infectious diseases, WHO: Cornwall, UK, hlm. 305-306. Diakses di:
https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/42442/924154533X.pdf?sequence=1&isAllowed=y
[5] New York State Department of Health, ‘Coliform Bacteria in Drinking Water Supplies’, diakses di
https://www.health.ny.gov/environmental/water/drinking/coliform_bacteria.htm
[6] Saxena et al. ‘Microbial indicators, pathogens, and methods for their monitoring in water environment,’ Journal of Water and Health, 2015, 13.2, hlm. 324
Discussion about this post