Masa kanak-kanak merupakan periode yang amat berpengaruh bagi masa kehidupan selanjutnya. Walau terkadang tidak kita sadari, pemikiran, perasaan dan gerak-gerik kita akan mencerminkan masa tersebut. Masa lalu, baik secara sadar ataupun tidak, pada kadar tertentu akan mempengaruhi keadaan dan pola tingkah laku kita sekarang. Pengalaman di masa lalu akan berkontribusi pada bagaimana kelak kita menampilkankan rasa takut, antusiasme, kesedihan dan kegembiraan yang kita alami. Jika pengalaman masa lalu dari sisi jasmani maupun rohani bersifat positif maka pencerminannya di masa sekarang pun akan terlihat positif pula. Sebaliknya, jika di masa lalu kita mengalami kesulitan, stres dan hal-hal yang bersifat negatif, maka hal-hal tersebut akan membuka peluang terjadinya pengalaman-pengalaman negatif dalam kehidupan sehari-hari kita pula. Bagi masa depan yang lebih sehat maka kita harus amat berhati-hati saat memilihkan lingkungan bagi anak-anak pada masa tumbuh kembang mereka. Sangat penting untuk memperhatikan aspek spiritual dan hak-hak anak ketika kita mempersiapkan lingkungan baginya. Sayangnya pada masa sekarang banyak hak – hak anak yang telah dilanggar. Dan sebenarnya bayaran atas pelanggaran ini akan sangat memberatkan umat manusia secara keseluruhan di masa mendatang. Kelak akan sudah terlambat, saat kita menyadari bahwa kitalah sendiri yang telah memotong dahan yang kita jadikan tempat berpijak untuk naik ke atas sebuah pohon.
Mari kita sekilas melihat permasalahan anak di dunia; saat ini jumlah penduduk anak – anak di dunia adalah sekitar 2 milyar 850 juta anak. 600 juta anak hidup di bawah garis kemiskinan. Di beberapa negara berkembang, terdapat sekitar 252 juta anak-anak berusia antara 5 – 14 tahun yang terpaksa menjadi ‘pekerja anak’. Sebagian dari mereka bahkan dipekerjakan di sektor pekerjaan beresiko tinggi dengan bayaran murah. Diketahui ada ratusan ribu anak yang bekerja pada kondisi amat buruk. Jumlah anak-anak yang mengalami perlakuan buruk, pengabaian, kekerasan, pelecehan, penjajahan, serta menjadi korban dari narkoba dan obat-obatan terlarang terus menerus bertambah setiap tahun. Lebih kurang satu milyar 100 juta anak yang tumbuh bukan di lingkungan keluarga yang sehat. Ada lebih dari 90 juta anak yang hidup menggelandang di jalanan. Terdapat peningkatan jumlah anak yang mengalami dakwaan hukum selama beberapa tahun terakhir ini. Terdapat juga peningkatan jumlah anak yang harus mengalami tuntutan di kursi pesakitan dan masuk ke lembaga pemasyarakatan. Jutaan anak terampas hak hidupnya dikarenakan tindakan aborsi ilegal dan berbagai metode perencanaan keluarga. Banyak anak yang harus mengidap AIDS segera setelah mereka lahir.
Di beberapa negara maju terdapat undang-undang yang mengatur secara detail hak-hak anak yang dilindungi negara dan harus ditanda tangani oleh orang tua ataupun walinya. Sementara itu kita juga mengetahui bahwa Kitab Suci Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam juga menetapkan dan menerangkan tentang hak-hak dasar anak seperti perbandingan kebutuhan rohani dan jasmani anak, perlindungan anak dari eksploitasi, pemenuhan fasilitas kesehatan serta pengobatan bagi mereka, dan lain-lain. Namun walaupun perjanjian terhadap keselamatan anak-anak ini telah ditandatangani secara legal formal sekalipun seringkali kalbu kita masih terluka saat mendengar adanya kejadian-kejadian yang melanggar hak anak-anak.
Oleh karena tidak mungkin untuk menugaskan seorang polisi, seorang dokter, seorang guru, seorang pendidik dan seorang pengasuh bagi masing-masing dari setiap anak di dunia, maka lagi-lagi ini adalah masalah hati nurani. Kita membutuhkan orang-orang yang memiliki rasa takut pada Allah Subhanahu wa ta’ala sehingga merekalah yang mampu memperhatikan dan merawat anak-anaknya pada masa pertumbuhan, saat anak-anak tersebut belum mampu memelihara dirinya sendiri. Mereka akan melakukan usaha semaksimalnya agar jangan terjadi hal-hal yang akan membahayakan anak tersebut. Mereka akan memeluk anak-anaknya dengan kasih sayang, memenuhi pangan yang bergizi agar anak-anak tumbuh dewasa, serta mendidik mereka sepenuh hati. Semua syarat ini penting untuk dipenuhi baik oleh para ayah-ibu, seorang pengasuh, seorang guru, bahkan seorang insan manusia biasa, yaitu siapapun yang berhubungan dengan anak-anak dan dunianya.
Jika kita ingin mengetahui bagaimana agama kita yang suci memberi penghargaan kepada kemanusiaan, maka kita harus melihatnya dari bagaimana hak dan penghargaan tersebut diberikan pada anak-anak, sikap penghormatan tersebut akan bisa lebih jelas terlihat jika diberikan pada manusia di masa dimana dia amat membutuhkannya. Di dalam sejarah kekhalifahan Islam ditunjukkan dengan jelas betapa Islam begitu mementingkan hal ini, dengan adanya rumah-rumah yatim piatunya hingga adanya tempat-tempat jamuan makan cuma-cuma bagi anak yatim dan fakir miskin.
Banyak hadis dan ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang hak-hak seorang anak, untuk memberi hak hidup secara manusiawi bagi mereka, serta amat memperhatikan keadaan anak-anak terlantar dan yatim. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memanggul Hasan Ibn Ali di pundaknya dan berkata, “Ya Allah aku mencintai ia, maka cintailah ia juga” (HR. Bukhari, Al-Libas, 60). Selain itu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berkata tentang kedua cucu Beliau: “Hasan dan Husein adalah kedua wangi-wangianku di dunia” (HR. Bukhari , Fadailu’s-Sahabah, 22; Tirmidzi, Manakib, 30). Beliau (Shallallahu ‘alaihi wasallam) yang dengan perkataan dan sikapnya merupakan contoh bagi seluruh manusia, telah menunjukkan bagaimana cara bergaul dengan anak-anak.
Suatu hari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mencium cucunya, Hasan ra. Saat itu seorang laki-laki berkata: “Aku memiliki sepuluh anak dan hingga saat ini aku belum pernah mencium mereka satupun”. Mendengar perkataan orang tersebut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memandang orang tersebut dan berkata: “Yang tidak menyayangi, tidak akan disayang!”(HR. Bukhari, Adab 18; Muslim, Fadzail 65). Hadis ini menunjukkan bahwa anak-anak harus dibesarkan dalam perasaan penuh kasih sayang, cinta, toleransi dan perhatian. Sementara itu hadis tersebut juga menggambarkan bahwa adalah suatu kondisi yang mengerikan jika anak-anak harus dibesarkan oleh individu yang tidak mencintai mereka. Anak yang merasakan kasih sayang dan rasa belas kasih akan lebih mudah untuk mengekspresikan kedua rasa tersebut kepada orang lain. Sebaliknya jangan mengharapkan adanya rasa belas kasih dan toleransi pada anak yang dibesarkan tanpa perhatian, cinta dan yang hak-haknya selalu dirampas dari tangan mungilnya.
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa merawat tiga anak perempuan atau adik perempuan atau dua adik perempuan ataupun dua anak perempuan, membesarkan mereka dan mendidik mereka dengan akhlak mulia, lalu kemudian menikahkannya, maka baginya surga.” (HR. Abu Said ra., Tirmidzi). Di hadis yang lain Rasulullah merapatkan kedua jari tangan Beliau, lalu berkata: “Di surga aku dan siapapun yang merawat anak yatim akan bersebelah-sebelahan seperti dua jariku yang saling berdekatan ini” (HR. Sahl ra., Bukhari). Seorang laki-laki mengeluhkan tentang sifat keras hati yang dimilikinya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Ketika mendengar keluhan tersebut Rasulullah menjawabnya: “Usaplah kepala anak yatim, dan berilah makan fakir miskin!” (HR. Musnad, 2:263, 383). Rasulullah tercinta amat menganjurkan kita untuk memperhatikan hak-hak anak, membantu mereka yang memang masih lemah dan butuh perlindungan, serta memiliki rasa belas kasih ke pada mereka dan Beliau sendiri selalu memberikan contoh dari kehidupan sehari-harinya dengan cara yang teramat mulia.
Jika kita ingin menilik beberapa ayat yang berkaitan dengan dunia anak-anak maka pada Surat Al-Baqarah Allah berfirman: “Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya dua tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna. Adapun kewajiban ayah hendaknya menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari kesanggupannya …. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan” (Al-Baqarah: 233).
Jika kita perhatikan, ayat tersebut mencermati pentingnya 2 tahun pertama dari salah satu masa yang paling penting bagi seorang anak dan dalam hal ini ada perintah kewajiban yang harus dipenuhi oleh ayah dan ibunya. Di ayat yang lain dijelaskan: “Dan mereka meminta fatwa kepadamu tentang perempuan. Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang mereka, dan apa yang dibacakan kepadamu dalam Al-Qur’an tentang para perempuan yatim yang tidak kamu berikan sesuatu (mas kawin) yang ditetapkan untuk mereka, sedang kamu ingin menikahi mereka. Dan (tentang) anak-anak yang masih dipandang lemah. Dan (Allah menyuruh kamu) agar mengurus anak-anak yatim secara adil. Dan kebajikan apapun yang kamu kerjakan, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui” (QS. An-Nisa: 127). Ayat tersebut bahkan menekankan pentingnya memberikan keadilan bagi anak-anak yatim dan anak-anak yang dipandang lemah. Khusus mengenai hal ini ayat yang lain menegaskan: “Katakanlah (Muhammad), Marilah aku bacakan apa yang diharamkan Tuhan kepadamu. Jangan mempersekutukan-Nya dengan apapun. Berbuat baiklah kepada ibu-bapak, janganlah membunuh anak-anakmu karena takut akan kemiskinan. Kamilah yang memberi rizqi kepadamu dan kepada mereka; janganlah kamu mendekati perbuatan keji, baik yang terlihat maupun yang tersembunyi, janganlah kamu membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu mengerti” (QS. Al-An’am: 151).
Mencintai anak, menjaga, merawat dan menjalankan tanggung jawab ini dengan kesadaran di dalam hati nurani adalah sesuatu yang penting untuk dilakukan. Sebaliknya, terlampau memanjakan anak, tidak memberikan tarbiyah pada mereka, menjadikan anak seperti mesin konsumtif juga merupakan suatu cobaan yang juga sama berbahayanya dengan mengabaikan mereka. Pada masa sekarang ini banyak orang tua yang tidak berhasil menyeimbangkan hal ini sehingga hanya membentuk kehidupan mereka dengan berporos pada anak-anaknya saja. Para orang tua yang terlalu menggelembungkan rasa ego pada diri anaknya, suatu hari akan menghadapi permasalahan dan masing-masing dari anak tersebut akan menjadi cobaan bagi orang tuanya.
Anak-anak yang terlukai dengan perlakuan-perlakuan negatif yang mereka terima, akan kembali terlibat pada perputaran peristiwa negatif yang sama saat mereka dewasa kelak. Terkumpulnya memori negatif di alam bawah sadar seseorang, kelak akan keluar dalam bentuk kekerasan, kemarahan dan contoh-contoh buruk lainnya. Jika dilihat dari sisi psikiatri maka anak-anak yang pernah mengalami pelanggaran hak-haknya, di masa remajanya akan menunjukkan masalah-masalah individu, rusaknya akhlak, gangguan kecemasan, penyalahgunaan obat-obatan, gangguan adaptasi dan depresi.
Di kehidupan sehari-harinya anak-anak ini akan lebih cepat marah, tidak dapat menahan diri, selalu tampak tidak bahagia, dan cenderung melakukan kekerasan. Pada beberapa keadaan anak-anak ini juga seringkali terlihat tertutup, tidak memiliki rasa percaya diri, penuh kecemasan dan menunjukkan suasana jiwa yang penuh dengan rasa takut.
Sebenarnya mungkin tidak ada ayah dan ibu yang benar-benar sengaja ingin melanggar hak-hak anaknya. Biasanya kondisi ini terjadi karena ketidaktahuan atau karena tidak sadar dengan situasi yang terjadi. Merokok di sebelah anak, tidak peduli saat mereka menonton TV tanpa kontrol, bicara atau menggunakan media sosial di telepon genggam dalam waktu lama saat bersama mereka, menutup mata saat anak-anak makan camilan yang tidak bergizi, dan tidak memberikan Air Susu Ibu (ASI) yang cukup adalah tindakan-tindakan yang telah melanggar hak-hak anak untuk tumbuh dewasa secara sehat. Menghalangi pendidikan anak dengan cara tidak menjelaskan secara cermat atas permasalahan-permasalahannya, menggiring anak mengalami stres dengan mengharapkan hasil ujian di atas kemampuan mereka, membanding-bandingkan anak dengan temannya sembari selalu menggingatkan tentang ketidak berhasilan anak, hanya akan memberikan efek negatif bagi pendidikan dan pembelajaran anak.
Sebagai insan beragama adalah sebuah kewajiban bagi kita yang menjunjung tinggi perhatian pada hak-hak anak, membawa asas-asas agama ini bagi kemanusiaan dan menjadikan prinsip-prinsip ini sebagai pedoman dalam kehidupan kita. Saat ini seluruh dunia – terutama anak-anak – amat membutuhkan para orang tua dan pembimbing yang mampu menerapkan hakikat-hakikat ini ke dalam kehidupan nyata.
Penulis : Dr. Hasan Aydinli
Discussion about this post