Tidak dapat dipungkiri bahwa manusia sangat aktif berkontribusi pada kondisi semakin meningkatnya pencemaran di bumi kita ini. Manusia, sebagai makhluk yang tak pernah puas, selalu mencoba berbagai cara untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, tanpa memedulikan efek samping yang ditimbulkan dari usahanya tersebut. Sebagai contoh, ketika hadir kebutuhan untuk dapat berpindah dari satu tempat ke tempat lain dalam waktu yang singkat, muncullah sebuah penemuan yang disebut kendaraan bermotor. Lalu saat manusia mulai memiliki kebutuhan akan sandang, peralatan elektronik, dan bahan bangunan, maka didirikanlah beraneka pabrik dan industri. Tanpa disadari, ketika kebutuhan manusia semakin tercukupi, maka kerusakan alam pun semakin menjadi-jadi.
Dari kendaraan bermotor, dihasilkan emisi gas buang mengandung timbal (Pb) yang merupakan salah satu limbah jenis ‘Bahan Beracun dan Berbahaya’ (B3). Begitu pula dalam berbagai industri, timbal digunakan sebagai zat aditif bahan bakar yang dimaksudkan sebagai antiknocking (antiletup), pencegah korosi, anti oksidan, diflaktor logam, anti pengembunan dan zat pewarna. Namun, tanpa disadari timbal tersebut ikut terbuang bersama limbah pabrik yang pada akhirnya bermuara di tanah, air, dan udara. Sebagai konsekuensinya, manusia pun terpapar timbal dan mengalami berbagai gangguan kesehatan seperti gangguan sintesa darah merah, anemia, gangguan sistem saraf, dan gangguan tumbuh kembang pada anak.1 UNICEF dan Pure Earth sendiri telah melaporkan bahwa ditemukan adanya sekitar 1 dari 3 anak (atau mencapai 800 juta anak di dunia) yang memiliki kadar timbal dalam darah mereka, yakni sebesar atau lebih dari 5 mikrogram per desiliter sehingga mereka butuh perawatan khusus.2
Bila kita menilik kembali penyebab utama dari berbagai dampak tersebut, maka sebenarnya sumbernya adalah manusia itu sendiri. Mari kita coba telaah kembali tujuan diutusnya manusia sebagai khalifah di muka bumi yang bukan semata-mata tanpa alasan atau sekadar berlalu-lalang, melainkan untuk dapat menjaga bumi dengan baik. Tuhan Yang Maha Kuasa menganugerahkan nikmat berupa kecerdasan kepada manusia agar digunakan untuk berpikir mengenai apa yang harus dilakukannya untuk dapat mengatasi kerusakan dan pencemaran yang sudah telanjur terjadi. Meski demikian, tentunya kita wajib meyakini bahwa Tuhan tidak akan pernah menghadirkan suatu musibah atau ujian tanpa ada solusi dan penawarnya. Dan dalam hal ini, salah satu solusi alternatif untuk mengurangi kadar timbal adalah dengan menggunakan karbon aktif.
Karbon Aktif
Karbon merupakan sebuah elemen yang sangat istimewa. Karbon termasuk dalam Golongan IVA dalam sistem periodik unsur sehingga memiliki empat elektron tak berpasangan yang dapat membentuk empat ikatan kovalen. Kemampuan ini menyebabkan karbon dapat membentuk berbagai macam senyawa, baik senyawa sederhana maupun rantai yang panjang dan komplek seperti DNA. Di samping itu, karbon juga memiliki banyak manfaat dalam hidup manusia, seperti dalam industri obat-obatan, sebagai zat pewarna, polimer3, pengawet makanan, pestisida, dan lain sebagainya.
Karbon aktif merupakan arang yang telah mengalami perubahan fisika dan kimia karena proses aktivasi oleh bahan kimia maupun pemanasan pada suhu tinggi. Karbon aktif kemudian akan membentuk amorf4 yang mengandung atom karbon bebas dengan permukaan dalam yang berongga, berwarna hitam, dan memiliki kemampuan adsorpsi5 yang lebih besar daripada karbon yang belum diaktivasi. Karbon aktif biasa digunakan sebagai adsorben6 untuk mengatasi limbah berwarna dan logam berat dalam proses penjernihan air dan udara.
Ada satu sifat khas karbon aktif yang perlu dimilikinya agar dapat digunakan sebagai adsorben, yakni adanya struktur pori-pori pada permukaannya. Aktivasi pada arang atau karbon bertujuan untuk memperbesar pori-pori tersebut dengan cara memecahkan ikatan hidrokarbon7 atau mengoksidasi molekul-molekul permukaan sehingga daya adsorpsi karbon menjadi lebih besar seiring bertambahnya luas permukaan.
Prosedur Aktivasi Karbon
Terdapat dua prosedur dalam aktivasi karbon, yakni aktivasi kimia dan fisika. Pada aktivasi kimia, digunakan beberapa zat kimia tambahan untuk membantu proses aktivasi. Sementara pada aktivasi fisika, zat aktivator yang digunakan ialah uap air dan karbon dioksida (CO2). Bila kita membandingkan keduanya, maka aktivasi secara fisika lebih mudah dan lebih banyak digunakan karena bahan aktivator lebih mudah untuk ditemukan.8
Secara umum, pengolahan arang atau karbon aktif secara fisika dibagi menjadi tiga tahap sebagai berikut:
- Dehidrasi : proses pengurangan kadar air dengan pemanasan bahan baku hingga mencapai suhu 170 °C.
- Karbonisasi : proses pemecahan bahan organik menjadi karbon. Pada suhu 170 °C akan dihasilkan zat CO, CO2, dan asam asetat. Pada suhu 275 °C terjadi proses dekomposisi yang menghasilkan tar, methanol, dan hasil sampingan lainnya. Karbon baru akan terbentuk pada suhu 400-700 °C. Suhu yang digunakan pada proses ini sangat penting. Karena apabila suhu lebih rendah atau lebih tinggi, maka pembentukan karbon aktif tidak akan berhasil.
- Aktivasi : proses dekomposisi tar dan pelebaran pori-pori menggunakan uap atau CO2 sebagai aktivator.9
Proses Adsorbsi Timbal oleh Karbon Aktif
Senyawa mengandung timbal memiliki kelarutan yang relatif rendah dalam air dan sisanya akan mengendap membentuk kristal sedimen yang mengendap di lapisan bawah sungai. Tingginya kandungan timbal pada sedimen inilah yang menyebabkan pencemaran pada biota air seperti ikan, udang, dan kerang yang sebagian besar hidup di dasar sungai. Jika hewan-hewan itu dikonsumsi oleh manusia, maka akan menyebabkan masalah serius pada kesehatan. Sayangnya banyak masyarakat di daerah sekitar tempat pembuangan limbah yang masih belum mengetahui hal ini sehingga ada kemungkinan besar mereka dapat terpapar timbal dari limbah melalui biota air tersebut.
Karbon aktif merupakan sebuah media yang cukup populer dan efektif untuk mengikat logam berat seperti timbal, kadmium, mangan, tembaga, dan besi yang terdapat dalam limbah industri maupun kendaraan bermotor. Dari berbagai logam berat tersebut, timbal memiliki kadar toksisitas tertinggi sehingga efeknya terhadap manusia pun cukup signifikan.10
Karbon yang telah diaktivasi akan diaplikasikan pada tempat-tempat yang berpotensi terkena dampak limbah sehingga proses adsorpsi akan terjadi. Adsorpsi merupakan suatu proses pengumpulan adsorbat pada permukaan adsorben berbentuk padatan. Konsep dari adsorpsi ini adalah interaksi adsorben dan adsorbat karena adanya gaya Van der Waals (gaya tarik menarik antar molekul yang bersifat lemah). Karbon aktif sebagai adsorben akan mengikat timbal sebagai adsorbat dengan gaya Van der Waals sehingga kandungan timbal di lingkungan akan berkurang. Bahan-bahan yang dapat dijadikan adsorben ialah bahan-bahan yang sangat berpori. Adsorbsi berlangsung pada dinding pori-pori partikel tersebut. Contoh dari adsorben yang biasa digunakan ialah tempurung kelapa, arang bambu, kulit singkong, tanaman alga, dan bahan-bahan lain yang serupa.
Kini, telah banyak dilakukan penelitian oleh para ahli maupun para pembelajar yang haus ilmu pengetahuan mengenai bahan-bahan alternatif yang dapat digunakan sebagai adsorben. Berdasarkan berbagai penelitian tersebut, diperoleh kesimpulan yang serupa, yaitu bahwa bahan-bahan alam yang mengandung karbon dapat digunakan sebagai adsorben dengan cara diaktifkan terlebih dahulu. Penggunaan karbon aktif untuk menyerap limbah logam berat pun memiliki tingkat efektivitas yang tinggi. Meskipun sebenarnya karbon yang tidak diaktifkan pun dapat digunakan untuk menyerap limbah, tetapi masih belum cukup efektif untuk digunakan sebagai alternatif pencemaran lingkungan karena pori-porinya yang masih sangat kecil.11
Pelajaran dari Karbon Aktif
Arang merupakan sebuah zat yang mengandung karbon dan sangat mudah ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Dari segi ekonomi pun, arang banyak diperjualbelikan di pasaran dengan murah tanpa perlu mengeluarkan dana yang besar. Jika kita melihat bentuk dan warnanya, mungkin beberapa dari kita akan memandang arang sebelah mata karena bentuknya yang tak beraturan, warnanya yang hitam legam, serta permukaannya yang bisa menyebabkan tangan kita kotor saat memegangnya. Namun pada kenyataannya, arang yang terlihat tak memiliki keindahan tersebut justru memiliki manfaat yang luar biasa.
Satu kata kunci yang membuat arang menjadi berharga adalah “pengaktifan”. Ya, ketika arang diaktifkan, maka seolah-olah ada sebuah pintu yang terbuka sehingga arang siap untuk menunjukkan keahliannya. Pintu-pintu berpori-pori sangat kecil dan tak kasat mata pada karbon aktif itulah yang membuka peluang bagi arang, yang kerap dianggap tak berharga, menjadi seperti sebuah mata pedang yang siap menangkis setiap partikel logam mineral berbahaya. Dengannya, arang takkan lagi dipandang sebelah mata.
Jika arang saja dapat menjadi senjata ampuh rahasia, lalu bagaimana dengan manusia? Manusia sejatinya adalah makhluk lemah penuh kekurangan dan kekhilafan, tetapi memiliki potensi tersembunyi luar biasa. Mungkin jika diumpamakan layaknya arang, manusia ibarat arang yang belum diaktivasi. Lantas bagaimana cara untuk mengaktivasi diri manusia?
Manusia dapat terbebas dari belenggu kesalahan dan kekhilafan saat dia merasakan indahnya rengkuhan Sang Maha Kuasa. Ketika pintu kalbu dalam diri kita telah dan senantiasa disinari oleh pancaran hikmah melalui ibadah dan alunan syahdu bacaan Al-Qur’an, maka diri kita akan berhasil diaktivasi untuk menjadi seseorang yang lebih baik dan lebih bermanfaat bagi diri sendiri, sesama, dan semesta di sekitar kita.
Dalam proses aktivasi arang menjadi karbon aktif pun dibutuhkan rangkaian proses yang tidak mudah, yakni dengan kondisi suhu yang harus tepat. Karena jika tidak tepat, maka aktivasi tersebut takkan pernah berhasil. Begitu pula dengan manusia, apabila dia tidak berada dalam lingkungan yang tepat, dengan kawan-kawan yang baik, dan berada dalam kondisi kalbu yang damai, maka aktivasi seseorang untuk menjadi lebih baik pun akan mengalami gangguan. Oleh karenanya, semuanya kembali pada kekuatan iman masing-masing guna dapat menerapkan amar ma’ruf nahi munkar dengan baik di muka bumi.
Referensi dan keterangan :
- Naria, Eva (2005). Mewaspadai Dampak Bahan Pencemar Timbal (Pb) di Lingkungan Terhadap Kesehatan. Jurnal Komunikasi Penelitian. Vol 17 (4), hal 66-72.
- https://www.unicef.org/indonesia/id/press-releases/penelitian-terbaru-sepertiga-anak-anak-di-dunia-mengalami-keracunan-timbal
- Zat yang dihasilkan dengan cara polimerisasi dari molekul yang sangat banyak dengan satuan struktur berantai panjang, baik lurus, bercabang, maupun menyilang yang berulang, misalnya plastik, serat, karet, dan jaringan tubuh manusia;
- Amorf: jenis zat padat dengan struktur partikel yang tidak teratur dan tidak stabil, baik secara fisika ataupun kimia.
- Suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida, cairan maupun gas, terikat kepada suatu padatan atau cairan dan akhirnya membentuk suatu lapisan tipis atau film pada permukaannya.
- Bahan yang digunakan untuk menyerap komponen dari suatu campuran yang ingin dipisahkan.
- Jenis ikatan yang terdiri dari unsur karbon (C) dan unsur hidrogen (H).
- Arsad, Efendi dan Hamdi, Saibatul (2010). Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Karbon Aktif untuk Industri. Jurnal Riset Industri Hasil Hutan. Vol 2 (2), hal 43-51.
- Widayanto, Tri et al (2017). Adsorbsi Logam Berat (Pb) dari Limbah Cair dengan Adsorben Arang Bambu Aktif. Jurnal Teknologi Bahan Alam. Vol 1 No 1, hal 17-23.
- Bergna et al (2020). Effect of Some Process Parameters on the Main Properties of Activated Carbon Produced from Peat in a Lab-Scale Process. Waste and Biomass Valorization. 11: 2837-2848.
- S, Saifudin et al (2020). Applications of Micro Size Anorganic Membrane of Clay, Zeolite and Active Carbon as Filters for Peat Water Purification. Journal of Physics: Conference Series. 1450 (1).
Discussion about this post