Tanaman dan buah-buahan merupakan makanan yang menyokong kehidupan bagi hewan herbivora, dan manusia. Tanaman-tanaman tersebut biasanya berwarna mencolok, seperti merah, oranye, kuning, ungu, atau hijau, di mana warna-warna tersebut menggugah selera kita untuk menyantapnya. Namun, tidak semua tanaman dapat dimakan manusia. Tentunya, sebagian tanaman ada yang tercipta dalam rupa yang tidak menarik selera, baik wujud maupun rasanya. Sebagian bahkan ada yang berduri, atau lengket, permukaannya berbulu sehingga membuat kita tidak tertarik memakannya. Cara luar biasa lainnya yang membuat tanaman tidak akan dimakan oleh herbivora adalah adanya kandungan zat kimia khusus yang dapat menyebabkan muntah dan menyebabkan sakit, atau bisa juga beracun.
Kebanyakan tanaman pangan memang butuh untuk dimakan karena dengan cara itulah bibit-bibitnya dapat tersebarkan. Oleh karena itu, biasanya tanaman tersebut diciptakan memiliki rasa yang enak serta aroma yang sedap. Namun, mengapa cabai justru berbeda? Cabai memiliki warna yang menarik dan menggiurkan, serta aromanya yang sedap, tetapi memiliki rasa yang pedas, dan sangat tidak menyenangkan untuk dimakan oleh hewan herbivora.
Sebuah studi terbaru di Chile Pepper Institute di Universitas Negeri New Mexico menentukan bahwa cabai terpedas adalah cabai Moruga Scorpion dari Trinidad. Cabai ini terpilih dari 125 varietas berbeda. Para peneliti mengeringkan dan menggerusnya menjadi bubuk untuk mengisolasi zat-zat aktifnya. Dengan cara ini, mereka dapat menentukan bahwa cabai Moruga Scorpion dari Trinidad meraih sekitar 1,2 juta unit menurut skala pedas Scoville. Cabai ini sangat pedas hingga dapat merangsang pengeluaran keringat dan air mata, dan tentunya memberi sensasi terbakar di mulut.
Apa yang membuat cabai terasa pedas?
Ujung-ujung saraf mulut hewan telah dilengkapi dengan reseptor-reseptor, seperti TRPV1 yang dapat mengindera rasa pedas. Cabai menghasilkan suatu zat kimia yang dinamakan capsaicin. Capsaicin mengikat dan mengaktivasi reseptor-reseptor TRPV1 sehingga membuat kita merasakan pedas yang mirip dengan sensasi terbakar. Pada kenyataannya, capsaicin tidak benar-benar menaikkan suhu di dalam mulut, tetapi meniru proses tersebut.
Karena capsaicin lebih larut dalam minyak (bukan air) maka minum air di saat kita kepedasan justru tidak terlalu membantu mengurangi rasa pedas (sensasi terbakar) pada mulut. Minum air dingin hanya mengurangi rasa pedas sementara saja. Namun, minum susu atau yoghurt dapat menghilangkan rasa pedas dengan cara menarik semua capsaicin yang menempel di mulut karena adanya kandungan minyak di dalam minuman tersebut. Satu hal yang menarik adalah meskipun mamalia memiliki reseptor-reseptor untuk mengikat capsaicin di mulutnya, para ilmuwan barubaru ini justru menemukan bahwa burung tidak memiliki reseptor-reseptor tersebut.
Capsaicin Menghambat Selera Makan Mamalia
Adalah suatu fenomena unik bahwa cabai memiliki rasa yang pedas tetapi perlu dimakan untuk membantu menyebarkan benih-benihnya ke berbagai lingkungan melalui kotoran berbagai macam hewan yang memakannya. Jika ini masalahnya, mengapa cabai memberi rasa tidak nyaman dengan capsaicin-nya? Untuk memahami hikmah dari kontradiksi ini, Joshua Tewksbury melakukan suatu studi dengan menggunakan tikus dan burung, dan menemukan bahwa burung tidak dapat membedakan antara cabai manis dan pedas yang terdapat di dalam makanannya. Pada studi yang dilakukannya, kedua jenis hewan tersebut makan makanan yang dicampur dengan cabai manis dengan jumlah yang sama. Namun, ketika makanan tersebut dicampur dengan cabai pedas tikus menolak untuk memakannya, sebaliknya burung dengan lahapnya makan makanan tersebut. Selain itu, analisis dari kotoran-kotoran yang dihasilkan tikus dan burung menunjukkan bahwa semua benih-benih cabai yang telah melalui seluruh proses pencernaan burung keluar dalam kondisi utuh, subur, dan dapat tumbuh. Sedangkan benih-benih cabai yang dimakan tikus keluar dalam kondisi rusak atau sebagian telah tercerna sehingga tidak dapat tumbuh lagi. Jadi, peran capsaicin di dalam cabai pedas adalah menghambat hewan mamalia yang dapat merusak benih-benih cabai dalam proses pencernaan hewan tersebut sedangkan pada burung tidak. Ini adalah suatu contoh dari interaksi mutualisme antarmakhluk hidup dengan cara yang menakjubkan.
Capsaicin adalah zat antijamur di dalam cabai
Hikmah yang tak terhingga bahwa capsaicin melindungi cabai dari serangan jamur dengan baik. Studi lain yang dilakukan Tewksbury menunjukkan bahwa cabai pedas relatif terlindungi dari serangan infeksi jamur. Tewksbury menunjukkan bahwa pemberian jumlah dosis capsaicin yang meningkat menghambat pertumbuhan jamur. Penemuan ini sejalan dengan turunnya pertumbuhan jamur pada cabai pedas dibandingkan dengan pada cabai manis.
Namun bagaimana dengan serangga? Bagaimana cabai bisa terlindungi dari serangan serangga?
Adaptasi Terhadap Serangga
Menariknya adalah, kulit dari cabai pedas dan cabai manis memiliki ketebalan berbeda. Telah diduga sebelumnya bahwa ketebalan kulit memiliki keuntungan bagi cabai manis. Lebih jauh lagi, lapisan pelindung ini tersusun dari lignin, yang terbuat dari bahan yang sama dengan capsaicin dan membantu melindunginya dari berbagai macam ancaman dari luar. Ini membuat cabai dapat beradaptasi di banyak lingkungan yang berbeda termasuk sebagai pertahanan bagi dirinya dari serangan serangga. Misalnya, ketika ada kontaminasi jamur, cabai dapat menghasilkan capsaicin lebih banyak dan mengurangi produksi lignin. Begitu pula sebaliknya.
Mengapa justru kita menyukai makan cabai pedas?
Manusia berbeda dengan hewan mamalia dalam menyukai cabai pedas. Terdapat penjelasan yang berbeda tentang mengapa kita menyukai makan cabai pedas, meskipun terasa panas di mulut. Sejumlah ahli percaya bahwa cabai pedas baik untuk kesehatan karena dapat menurunkan tekanan darah, memiliki efek antimikroba, dan meningkatkan pengeluaran enzim pencernaan sehingga mempermudah proses pencernaan. Di sisi lain, sejumlah ahli melihatnya dari sisi perspektif emosi manusia dan berpendapat bahwa kita sebenarnya penasaran untuk mengetahui ”rasa sakit” yang dihasilkan cabai pedas. Ditambah lagi, ada pula beberapa studi yang menyatakan bahwa capsaicin juga dapat menekan rasa sakit lainnya.
Cabai pedas atau capsaicin sebagai penekan
rasa sakit Capsaicin di dalam cabai pedas dapat digunakan sebagai penekan rasa sakit, sebagaimana dinyatakan oleh sejumlah studi. Sebuah studi yang menggunakan tikus yang memiliki jumlah reseptor pedas TRPV1 sedikit menunjukkan bahwa aktivasi jangka panjang yang meningkat dari TRPV1 oleh capsaicin dapat mengurangi rasa sakit diikuti dengan akumulasi banyaknya ion-ion Ca2+ di dalam sel-sel. Kejadian ini diakhiri dengan berhentinya aktivitas sel dan transmisi sinyal-sinyal rasa sakit melalui saraf.
Cabai pedas terasa pedas dan kita menyukainya. Seperti halnya makhluk ciptaan Tuhan yang lain, cabai pedas dan cabai manis juga memiliki banyak sekali hikmah yang perlu kita telusuri lebih lanjut.
Ditulis oleh : Ali Fethi Toprak
Diterbitkan pada Majalah Mata Air Vol. 2 No. 8
Discussion about this post