Teknologi informasi berkembang sangat pesat dengan berkembangnya teori informasi ditambah dengan makin majunya signal processing dan device. Kemajuan pesat teori informasi berawal saat informasi bisa dihitung secara numerik pada 1948. Saat itu banyak ilmuwan hanya fokus pada sistem komunikasi yang melibatkan dua titik saja, transmitter dan receiver. Kini karena makin banyak manusia ingin tersambung dan berkomunikasi dengan yang lain, teori informasi pun fokus pada multipoint communications, yang kemudian dikenal sebagai network information theory.
Permasalahan tidak berhenti sampai di sini, melainkan melebar pada konten dari informasi yang disampaikan. Hal ini karena komunikasi tidak lagi sederhana antara dua titik, point to point, melainkan multipoint to multipoint, network, sehingga jika informasi yang disampaikan salah, maka kesalahan akan tersebar ke banyak point yang dikenal sebagai error propagation. Dalam dunia sosial, efek yang sama juga terjadi. Dapatkah error propagation ini dikoreksi ?
Turbo coding adalah sebuah teknik memperbaiki error (kesalahan) yang ditemukan tahun 1993. Teknik ini telah merevolusi dunia coding theory setelah mengalami kelesuan puluhan tahun karena para peneliti mengalami stuck, terhenti, pada masalah memori dan kompleksitas decoding pada coding terbaik saat itu, convolutional code. Turbo code lahir dari convolutional code yang kemudian menjadi teknik coding utama pada teknologi 4G (LTE), baik pada uplink maupun downlink.
Sesungguhnya tidak ada yang “turbo” pada turbo coding. Ini adalah coding biasa, tetapi rahasianya ternyata bukan pada elemen komponennya, melainkan pada “sistem tukar informasinya” yang diwujudkan dalam bentuk rasio keyakinan (Likelihood ratio=LR). LR ini kemudian menjadi sederhana lagi jika dinyatakan dalam logaritma, disebut sebagai log likelihood ratio (LLR), karena perkalian akan menjadi penjumlahan dalam domain itu, sedangkan pembagian akan menjadi pengurangan.
LLR inilah yang sangat menarik untuk kita bahas, karena ia berisi perbandingan keyakinan atas kebenaran sebuah informasi. Jika sebuah komponen yakin bahwa kemungkinan benarnya sebuah berita itu lebih tinggi daripada kemungkinan salahnya, komponen itu memberikan LLR positif pada komponen kedua. Bisa kita tuliskan sederhananya sebagai berikut:
Pr(berita=benar I berita diterima) > Pr (berita=salah I berita diterima), maka nilai LLR Positif …… (1)
Sebaliknya, jika
Pr(berita=salah I berita diterima) > Pr (berita=benar I berita diterima), maka nilai LLR negatif …… (2)

Bagaimana nilai LLR ini ditukar? Silakan lihat Gambar 1 yang menunjukkan teknik koreksi kesalahan yang komponennya disusun secara serial atau serially concatenated. Jadi prinsip kerja turbo code atau turbo principle secara umum adalah dengan saling menukarkan informasi keyakinan LLR antar komponennya. Konsep ini mirip dengan kondisi saat kita memforward berita lewat facebook, whatsapp, LINE, telegram atau aplikasi lainnya, karena kita sedang menjadi salah satu komponen sebuah code dalam suatu network.
Bagaimana mengetahui sebuah berita itu benar atau salah
Di dalam turbo code, berita akan di decode menggunakan algoritma BCJR, sebuah algoritma yang ditemukan tahun 1974. Di dalam BCJR, ada mekanisme pengecekan dengan menggunakan Trellis diagram, yaitu sebuah diagram untuk menganalisa pada langkah mana kira kira kesalahan telah terjadi. Nah, dalam konsep kemasyarakatan kita, sebenarnya ada juga diagram Trellis ini, yaitu sebuah sistem yang disebut tabayyun ; mengkonfirmasi kebenarannya secara teliti.
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksa lah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. Al Hujurat : 6)

Apakah kita tahu efek menyebarkan berita salah?
Hasil koreksi turbo code ditunjukkan oleh gambar berikut ini. Kurva (a) adalah hasil yang terjadi jika kita tanpa memahami kebenaran sebuah berita, tetapi menyebarkannya. Anda dapat melihat error/kesalahannya naik (karena error propagation) dari 0.01 lalu menjadi 0.5 lalu selamanya akan berada di nilai itu dengan asumsi bahwa berita itu bernilai biner (binary), salah dan benar saja, karena kita tidak mendefinisikan berita yang “agak benar” dan “agak salah”.

Bagaimana jika kita hanya menyebarkan berita yang benar (kita yakin akan kebenarannya), hasilnya adalah kurva (d), yaitu menuju perbaikan, dari error 0.01 menjadi kurang dari 0.00001 dalam waktu yang sangat cepat. Dalam coding theory dan telekomunikasi, ini disebut dengan “turbo cliff”, yaitu error terjun bebas menjadi sangat rendah dalam waktu sangat singkat.
Perlunya Diam
Bagaimana jika kita ragu, tidak yakin akan kebenaran atau kesalahan sebuah berita? Jawabannya adalah “lebih baik diam”. Mengapa? ketika kita ragu, nilai Pr(berita=benar)=Pr (berita=salah)=1/2, sehingga LLR=log (0.5/0.5) = log 1= o yang artinya LLR berhenti. Hal ini memerintahkan kepada kita untuk tidak disebarkan. Dengan demikian, error propagation (perambatan/penyebaran kesalahan) akan berhenti dengan sendirinya. Hasilnya ada 2 kemungkinan, yaitu:
(1) menghasilkan kurva (c), artinya bahwa diam kita masih mampu memperbaiki keadaan seiring berjalannya waktu, karena kadang-kadang waktu juga menjadi solusi suatu masalah. Dalam turbo processing, ini mirip dengan sebuah decoder yang mendapatkan apriori mutual information no!. Tidak ada input yang membantu, tetapi secara internal, decoder akan mampu memperbaiki meski lambat .
(2) kurva (b), artinya bahwa diam kita memang tidak akan merubah keadaan, tetapi tetap lebih baik karena minimal tidak menambah kebaikan atau kesalahan.
Pelajaran yang kita ambil adalah: Dengan perkembangan teknologi telekomunikasi, mudah sekali kita mengalami “turbo code” dan “turbo processing” dengan saling tukar informasi. Jika kita tidak yakin akan kebenarannya, lebih baik diam. Tidak mensharingnya adalah sebuah jawaban atas problem error propagation. Itulah yang membantu decoder bekerja selama dalam teknik telekomunikasi. Semoga ada hikmah dan pelajaran yang selalu bisa kita ambil dan terapkan dalam kehidupan kita.
Dari Abu Hurairah bahawa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam.” (Muttafaq ‘alaih: Al-Bukhari, no. 6018; Muslim, no.47)
Penulis: Prof. Dr. Khoirul Anwar
Penemu dan pemilik paten teknologi 4G, Nara Institute of Science and Technology (NAIST)·Jepang.
Discussion about this post