Orang yang lahir dari ayah dan ibu yang sama ataupun salah satu dari keduanya disebut sebagai saudara, sementara ikatan darah di antara mereka disebut sebagai persaudaraan. Al-Qur’an menyebut umat manusia sebagai saudara sesama manusia dikarenakan kita semua datang dari keturunan Nabi Adam ‘alaihi salam. Pertalian persaudaraan yang mencakup topik-topik seperti mahram, warisan, serta nafkah menjadi sebuah pembahasan yang bergantung pada dua unsur utama, yakni nasab dan pernikahan.1 Anak-anak yang tidak lahir dari ibu yang sama secara hukum dan secara biologis tidak dapat disebut sebagai saudara kandung. Terkait permasalahan ibu ini, Al-Qur’an menyebutkan bahwa: “Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka.’’ (QS. Al-Mujadilah 58: 2).2 Jika demikian, maka sebutan ibu atau saudara tidak dapat diklaim secara sepihak, karena ia bersandar pada ikatan darah, nasab dan batas-batas definisi persaudaraan.
Menurut Islam, melalui jalan persusuan juga terjadi kedekatan serupa ikatan darah, seperti misalnya dalam hal mahram.3 Selain ibu yang melahirkan kita, Al-Qur’an juga menyebut perempuan yang menyusui kita sebagai ibu pula (Lihat QS. Al-Baqarah 2/233; QS. An-Nisa 4/23; QS. At-Talaq 65/6).4 Agar sepersusuan dapat menjatuhkan hukum mahram dari seorang anak, maka terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan seperti usia bayi yang disusui, kuantitas dan kualitas isapan, jeda antar isapan, isapan langsung dari ibu susu, serta apakah susu tersebut dicampur dengan bahan lain atau tidak, yang dalam hal ini terdapat beberapa pendapat yang berbeda.5 Meski begitu, para ahli fikih (fuqaha) secara umum bersepakat bahwa permasalahan sepersusuan ini dapat memunculkan hukum keharaman perkawinan untuk selamanya……
Discussion about this post