Akhir-akhir ini kembali ditemukan berbagai dimensi baru dari manfaat dan faedah Air Susu Ibu (ASI) serta proses menyusui. Seperti yang kita ketahui sejak lama bahwa air susu ibu atau yang lebih kita kenal dengan sebutan ASI mengandung berbagai unsur mineral dan elemen penting yang dibutuhkan bagi perkembangan seorang anak. Akan tetapi hal yang masih belum banyak diketahui adalah bagaimana zat-zat tersebut dapat tersedia dan bagaimana dapat menghasilkan suatu racikan atau formula yang sesuai takarannya dengan apa yang dibutuhkan oleh bayi tersebut. Mineral dan elemen dasar yang menyusun ASI memiliki konsentrasi yang ukurannya tepat sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan oleh seorang bayi. Konsentrasi mineral pada sel-sel yang menyuplai susu pada payudara seorang ibu diperkirakan memiliki sebuah sistem khusus yang disesuaikan dengan tahapan perkembangan sang bayi. Oleh karena itu, meskipun ada perbedaan pada asupan gizi seorang ibu, konsentrasi mineral dari ASInya tidak berubah. Walaupun seorang ibu tubuhnya sangat kurus dan asupan gizinya juga buruk, tapi kualitas dan kandungan zat yang ada pada air susu ibu tersebut tidak akan terpengaruh. Pada beberapa kasus, pengaruh yang ada adalah adanya pengurangan dari kuantitas atau jumlah susunya saja. Secara nalar kita akan berpikir bahwa semua yang dimakan dan diminum oleh seorang ibu akan berpengaruh pada zat zat yang terkandung pada air susu ibu. Sampai pada akhir periode ini masih diperkirakan bahwa kebiasaan makan dan minum seorang ibu akan mengontrol senyawa zat yang ada pada air susu ibu tersebut. Oleh karenanya diyakini pula bahwa kualitas susu ibu akan meningkat seiring dengan kesehatan dan asupan gizi ibu tersebut. Akan tetapi ternyata berdasarkan berbagai penelitian yang dilakukan diketahui bahwa kondisi di atas tidak berlaku pada mineral-mineral penting dan elemen trace pada air susu. Pada beberapa penelitian ternyata ditemukan bahwa senyawa zat yang terkandung pada air susu ibu tidak berhubungan dengan mineral dan elemen trace yang terdapat pada cairan elektrolit dan cadangan zat yang terdapat pada tubuh si ibu. Tentu saja jika tidak demikian keadaanya, maka akan terjadi kesenjangan antara bayi-bayi dari keluarga miskin dengan bayi-bayi dari keluarga kaya. Padahal, bukankah Sang Maha Pencipta yang memiliki kasih sayang tak terhingga tidak mungkin memberikan ketidakadilan pada bayi-bayi mungil yang lemah dan tanpa dosa tersebut? Dan pada akhirnya ilmu pengetahuan melalui penelitian-penelitiannya menemukan kebenaran ini.
Konsentrasi Kalsium dan Magnesium
Sebelumnya, diperkirakan bahwa kadar kalsium dan magnesium yang ada pada cairan elektrolit tubuh ibu berkaitan dengan kandungan kalsium dan magnesium yang terdapat pada air susu ibu tersebut. Sehingga dia konsumsikan jika kadar kalsium pada cairan tubuh ibu cukup maka kandungannya pada air susu juga akan mencukupi atau paling tidak dianggap bahwa relatif ada kalsium pada air susu ibu itu. Akan tetapi dari hasil penelitian ditemukan bahwa pemberian kalsium dan magnesium tambahan pada ibu menyusui tidak mempengaruhi konsentrasi magnesium dan kalsium pada asi yang dihasilkannya. Misalnya, ditemukan bahwa pada ibu-ibu menyusui miskin dan kurus dari Pakistan dan Nepal yang memiliki kadar kalsium rendah serta tidak mendapat asupan kalsium dari bahan pangannya ternyata memiliki air susu dengan kadar kalsium yang sama dengan air susu yang dimiliki ibu yang mendapat asupan gizi sehat dan seimbang. Selain itu ditemukan pula bahwa magnesium pada ASI tidak berkaitan dengan pola makan ibu dan diatur oleh mekanisme-mekanisme homeostatik. Kalsium dan magnesium yang ada pada cairan elektrolit tubuh diatur secara ketat oleh mekanisme homeostatik ini. Hal ini membuat kita berpikir pula bahwa ternyata konsentrasi kalsium pada air susu ibu dikendalikan secara hormonal.
Konsentrasi Zat Besi dan Tembaga
Konsentrasi zat besi dan tembaga pada air susu ibu tidak berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi, kondisi-kondisi seperti keadaan ibu kurang gizi, kualitas cadangan zat makanan pada tubuh, pada masa menyusui, pada keadaan terinfeksi, penggunaan obat-obatan hormonal pencegah kehamilan dalam jangka waktu lama, pada masa maupun sebelum menyusui, atau pada ibu yang merokok sekalipun, konsentrasinya akan selalu tetap. Pada keadaan-keadaan dimana konsentrasi zat besi atau tembaga pada tubuh terlalu tinggi atau rendah, pada masa masa terinfeksi dan bahkan pada masa terapi khelasi (Chelation Therapy) yaitu terapi untuk menghilangkan efek logam berat dari tubuh, air susu ibu tidak terpengaruh dari logam berat yang ditransfer dari cairan tubuh tersebut. Tidak ada satupun data klinis atau penelitian yang pernah dipublikasikan yang menunjukkan bahwa bayi-bayinya yang mendapat asi secara eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupannya, walau bagaimanapun kondisi dari ibu-ibu mereka, membutuhkan penambahan suplemen zat besi dan tembaga tambahan selain dari air susu ibunya itu sendiri.

Saat ini di dunia sangat sering ditemui kasus kekurangan zat besi dan anemia dengan kekurangan zat besi. Ternyata pada ibu-ibu anemia yang sudah mendapat pengobatan dengan suplemen tambahan tablet zat besi tetap tidak terdapat perubahan konsentrasi zat besi pada air susu ibunya. Pengukuran zat besi pada ibu-ibu yang menyusui dilakukan berdasarkan pengukuran hemoglobin, serum ferritin(ikatan zat besi dalam darah) dan transferrin (ikatan pembawa zat besi) dan ternyata ditunjukkan bahwa tidak terdapat kaitannya dengan konsentrasi zat besi pada ASI ibu tersebut. Dengan kata lain dapat dipahami bahwa kandungan zat besi pada air susu ibu tidak berkaitan dengan asupan gizi yang di dapat dan kadar zat besi pada cairan elektrolit tubuh ibu tersebut, serta ada sebuah mekanisme yang mengatur agar kadar zat besi pada ASI akan selalu sesuai dengan kebutuhan bayi yang sedang menyusui. Misalnya, ketika dalam sebuah penelitian wanita-wanita Nigeria dan Malaysia dibedakan menjadi tiga kategori berdasarkan kadar zat besi yang ada di tubuhnya namun ternyata diketahui bahwa kadar zat besi yang ada pada air susu ketiga kelompok ibu-ibu tersebut tidak berbeda.
Ditemukan pula bahwa ketika dibandingkan, konsentrasi zat besi pada air susu ibu-ibu menyusui yang menderita anemia (penyakit kurang darah) sama kadarnya dengan yang ada pada ibu-ibu normal. Bahkan walaupun kandungan zat besi pada cairan tubuh seorang ibu berkurang karena terkena infeksi sekalipun kadar zat besi pada air susu ibu tersebut tetap akan sama. Telah diidentifikasikan bahwa kandungan zat besi pada air susu ibu tidak terpengaruh dengan kandungan zat besi yang ada pada tubuh ibu tersebut serta jumlah zat besi pada air susu tersebut diatur sesuai dosis yang dibutuhkan oleh bayi. Dengan ungkapan lain dapat dikatakan bahwa hal yang ada pada sel-sel payudara seorang ibu dengan sebuah mekanisme yang hingga saat ini masih belum diketahui, sebagai wujud kasih sayang dan cinta kasih bagi bayi-bayi mungil tersebut telah mengatur kadar konsentrasi zat besi pada air susu sehingga sesuai dengan kebutuhan mereka.
Tembaga yang berada di cairan elektrolit dan beredar ke seluruh tubuh memiliki ikatan dengan protein dan disebut sebagai ceruloplasmin.Akan tetapi kenaikan atau penurunan kadar tembaga di dalam tubuh seorang ibu yang sedang menyusui tidak akan mempengaruhi asupan tembaga pada sel-sel penghasil air susu ibu tersebut. Bahkan pada beberapa ibu yang mengalami kenaikan kadar tembaga pada pembuluh darahnya, kadar tembaga pada air susunya tidak mengalami perubahan dan tetap pada kadar yang dibutuhkan oleh si bayi. Singkatnya, mekanisme pengaturan yang telah terbentuk pada sel-sel payudara seorang ibu tidak terpengaruh dengan konsentrasi logam pada cairan tubuh ibu tersebut. Padahal pada kondisi normal kadar zat yang masuk ke dalam tubuh seharusnya mengambil peran atau mempengaruhi produksi kadar zat yang sama pada tubuh kita akan tetapi ternyata hal tersebut tidak berlaku bagi sel-sel yang memproduksi air susu ibu. Ketika beberapa negara dan budaya di bandingkan hasilnya juga tetap sama. Pada wanita-wanita dengan latar belakang budaya yang sama namun memiliki perbedaan dalam pola makannya atau pada wanita-wanita yang berasal dari suatu negara yang sama tetapi dari garis etnik yang berbeda didapatkan bahwa tidak ada perbedaan pada kadar zat besi dan tembaga yang ada pada air susu mereka. Wanita-wanita Nepal dan wanita-wanita Amerika yang memiliki kadar zat besi dan tembaga yang berbeda pada cairan tubuhnya ternyata tetap memiliki air susu dengan kandungan zat besi dan tembaga yang sama. Pada ibu-ibu hamil dan menyusui di Amerika dan Brasil yang mendapat tambahan asupan tablet zat besi dalam waktu cukup lama ternyata kandungan zat besi pada air susunya tidak mengalami perubahan. Wanita-wanita Gambia dan Amerika yang mendapatkan asupan tablet kalsium (penghalang bagi penyerapan zat besi) dalam waktu lama ternyata tidak terdapat perubahan kadar zat besi pada air susu mereka.
Hingga saat ini belum diketahui secara pasti mekanisme apa yang berfungsi mengantarkan zat besi dan tembaga dari darah ke air susu ibu. Yang sudah diketahui adalah bahwa kondisi cadangan zat besi dan tembaga ataupun logam pada tubuh seorang ibu tidak akan berpengaruh pada kondisi zat besi dan tembaga pada air susunya. Misalnya pada ibu-ibu menyusui yang terkena penyakit Wilson dan Beta Thalassemia Major, keadaan penyakitnya tidak mempengaruhi konsentrasi zat besi dan tembaga pada air susu mereka. Bahkan walaupun berdasarkan kebutuhan bayinya, ada resiko buruk bagi bayi yang diberikan asupan makan hanya dengan ASI dari ibu –ibu yang kekurangan zat besi ini, namun ternyata kekurangan ini bisa diatasi karena bayi yang masih berada dalam kandungan seorang ibu, pada masa 3 bulan terakhir kehamilan akan memiliki cadangan zat besi dan tembaga di organ hatinya dan cadangan ini baru akan dipakainya setelah ia lahir ke dunia.
Adanya kandungan zat besi dan tembaga pada air susu ibu terutama dalam jumlah kecil, sangat penting bagi fungsi bakteriostatik pada air susu ibu tersebut. Lebih dari itu fungsi bakteriostatik (penghalang perkembangbiakan bakteri) pada air susu ibu bersumber pada jumlah zat besi yang dikandungnya.
Pada beberapa penelitian ditunjukkan bahwa secara in vitro (di laboratorium) maupun invivo (di dalam tubuh seorang ibu) ditunjukkan bahwa air susu ibu menjaga bayi dari adanya kuman-kuman pediatrik patogen (bakteri penyebab penyakit pada anak).
Hal yang sama juga terlihat pada kandungan Zinc, tembaga, Mangan dan Chrom. Kandungan Zinc, tembaga, Mangan dan Chrom pada air susu dari ibu-ibu yang setiap hari secara teratur mendapat asupan tambahan tablet Zinc, tembaga, Mangan dan Chrom adalah sama dengan kandungan zat-zat Zinc, tembaga, Mangan dan Chrom pada air susu ibu-ibu yang tidak mendapatkan asupan tambahan zat-zat tersebut.
Dengan bertambahnya jumlah penelitian yang menunjukkan kebesaran Rabb Tuhan Kita yang kasih sayangnya tak terbatas melalui mukjizat yang ada pada air susu seorang ibu yang ditujukan bagi bayi-bayi mungil yang lemah dan tak berdosa ini, telah banyak mengungkap sisi lain dari kehebatan dan ketinggian air susu ibu tersebut dan membuat orang-orang yang percaya semakin meningkat keimanannya. Sebelum penelitian terakhir ini diungkapkan banyak orang mungkin berpikir bahwa ibu-ibu miskin yang tidak mendapat gizi cukup telah berlaku tidak adil pada bayi-bayi mereka dengan tidak memenuhi gizi mereka yang baru saja terlahir ke dunia. Akan tetapi kita bisa menyaksikan di sekitar kita betapa banyak ibu-ibu miskin yang kurang asupan gizinya bisa melahirkan anak-anak yang normal dan sehat, penelitian ilmu kedokteran ini telah menunjukkan ketinggian kasih sayang tak terhingga dari Sang Maha Pencipta dan Maha Pemilik Keadilan Sejati.
Sumber:
- Dorea GJ. (2000). Iron and copper in Human milk. Nutrition 16. p: 2092202
- Lönnerdal B. (2000). Regulation of Mineral and Trace Elements in Human Milk: Exogenous and Endogenous Factors. Nutrition Reviews. Vol.58 No.8 August p: 223229
Karya: Dr. Selim Aydın
Discussion about this post